Makassar (Antara Sulsel) - Komite Pemantau Legislatif Indonesia mengungkapkan praktik curang masih terjadi dalam mengumpulkan dukungan Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi bakal calon kepala daerah melalui jalur perseorangan dan hal itu adalah kejahatan demokrasi.

"Praktik curang dalam mengumpulkan dukungan KTP jangan dianggap biasa saja, tapi itu kejahatan demokrasi dan tidak boleh dianggap kecil karena bisa menjadi perkara pidana," tegas Direktur Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia, Syamsuddin Alimsyah, Kamis.

Praktik curang dalam pengumpulan dukungan untuk jalur perseorangan pada pilkada nanti tidak boleh ditoleransi. Praktik curang tersebut merupakan bentuk kejahatan demokrasi yang menodai hak masyarakat dalam menggunakan hak politiknya.

Syamsuddin menuturkan, kurang seriusnya aparat penegak hukum maupun penyelenggara dan pengawas pilkada dalam penindakan membuat praktik curang tersebut terus terjadi secara berulang.

Padahal pemalsuan dokumen dukungan, seperti KTP telah diatur dalam aturan yang berlaku serta dapat dijerat pidana. Tidak hanya itu, penyelenggara dan pengawas pilkada bisa mendiskualifikasi pasangan calon bila nantinya terbukti meski sudah dinyatakan calon.

Modusnya seperti pengumpulan KTP asli tapi palsu atau aspal untuk maju menjadi kandidat kerap terjadi tatkala melibatkan adanya calon independen.

"Tapi karena tidak adanya sanksi bagi relawan tim pengumpul KTP, termasuk kepada calon membuat ini terus berulang, karena tidak ada efek jera," ungkap dia.

Seharusnya, praktik curang seperti pemalsuan dukungan maupun penyalahgunaan dokumen atau KTP harus diusut tuntas. Bila ada unsur pidananya segera bawa ke aparat penegak hukum.

Sedangkan bila sebatas administratif, kata dia, serahkan ke penyelenggara pilkada untuk memprosesnya untuk mewujudkan pilkada berintegritas.

Ketidakseriusan aparat penegak hukum membuat praktik curang ini terus berulang. Cara "instan" ditempuh untuk memenuhi syarat dukungan jalur perseorangan meski tidak sesuai aturan. Makanya, praktik ini harus ditindak tegas.

"Demi demokrasi yang lebih baik, ingatkan relawan agar tidak mencaplok dukungan KTP orang," katanya.

Sementara akademisi dari Unhas, Amir Ilyas mengungkapkan, ancaman pidana menanti bagi relawan tim pengumpul maupun calon dari jalur perseorangan yang memanipulasi dukungan KTP. Praktik curang pada jalur perseorangan akan diproses hukum, baik melalui Undang-undang Pilkada atau Pemilu serta Undang-undang Administrasi Kependudukan dan KUHPidana.

"Bila kecurangan terbukti dilakukan baik tim maupun calon dari jalur perseorangan, sanksinya tidak sekadar pada pencoretan, tapi juga bisa kena sanksi pidana. Itu tergantung jenis kecurangan yang dilakukan," katanya.

Pewarta : Darwin Fatir
Editor :
Copyright © ANTARA 2024