Mamuju (Antara Sulsel) - Tidak seperti kain lainnya di Indonesia yang sudah memiliki "brand" atau nama, tenun Sekomandi yang merupakan warisan leluhur masyarakat Kalumpang yang bernilai sejarah dan kaya akan nilai budaya lokal, mungkin masih belum dikenal luas.

Kalumpang yang terletak 85 kilometer arah Timur, Kota Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat, merupakan wilayah perdagangan dengan berbagai peninggalan arkeologi sehingga wajar jika disebut sebagai pusat awal peradapan di Pulau Sulawesi.

Disinilah, kain tenun Sekomandi lahir yang secara turun-temurun menjadi warisan budaya masyarakat Kalumpang, juga sebagai salah satu kebanggan masyarakat Kabupaten Mamuju.

Tenun Sekomandi ditenun secara tradisional dan menggunakan bahan pewarna dari berbagai jenis tanaman, seperti jahe, lengkuas, cabai, kapur sirih, laos, kemiri, juga beragam dedaunan, akar pohon, serta kulit kayu, kemudian ditumbuk halus dan dimasak.

Untuk mendapatkan warna yg benar-benar bagus, benang direndam berulang-ulang dalam larutan pewarna selama satu bulan sehingga memperkuat warna dan agar warna tidak mudah luntur.

"Proses pembuatan kain tenun Sekomandi memang membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga pengrajin harus memiliki keahlian dan itu didapatkan masyarakat Kalumpang secara turun-temurun selama ratusan tahun," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Mamuju Sahari Bulan.

Dengan bahan alami yangg terbatas dan proses penenunan yang rumit, tenun Sekomandi tidak bisa diproduksi dalam jumlah massal sekaligus.

Sekomandi merupakan kain tenun ikat yang diproses cara mengikat lilitan benang tersebut ke dinding.

Tahap pembuatannya terbagi menjadi tiga, yakni pemintalan, pewarnaan benang, dan penenunan sehingga prosesnya bisa mencapai waktu yang cukup lama.

Satu hal yang unik dari Sekomandi ini adalah, proses pembuatan motifnya tidak menggunakan sketsa di atas benang. Motif yang ada dalam kain ini murni berasal dari imajinasi sang penenun yang menggambar sketsa dalam kepalanya sekaligus bekerja menggunakan tangan.

Salah satu motif yang terkenal adalah "Ulu Kallua Kaselle".

Sekomandi pada zaman dulu selain digunakan sebagai pakaian tradisional, juga dipakai sebagai alat barter.

"Karena bahan dasarnya dari rempah-rempah sehingga jika digunakan akan terasa perih di badan. Jadi, kain tenun Sekomandi lebih banyak digunakan untuk membuat taplak meja, gorden dan perlengkapan lainnya," tutur Sahari Bulan.

Namun, hal yang sangat disayangkan adalah saat ini jumlah penenun Sekomandi semakin lama semakin sedikit.

Bahkan di Kalumpang sendiri, tempat di mana kain ini berasal, penenun Sekomandi hanya tersisa dua orang, sementara secara keseluruhan, di tiga daerah, Kalumpang, Malolo, dan Batuisi, penenun Sekomandi hanya sekitar 30 orang saja.

"Pengrajin kain tenun Sekomandi memang tidak banyak, selain karena dalam proses pembuatannya membutuhkan waktu yang cukup lama, juga minat generasi muda untuk menekuni dunia kerajinan sangat kecil. Inilah yang akan kami kembangkan dengan mendorong generasi muda agar dapat mencintai kearifal lokal melalui kerajinan khas daeran," ujar Sahari Bulan.

Melalui kerajinan kain Sekomandi itulah, diharapkan dapat menjadi magnet wisatawan baik lokal maupun mancanegara berkunjung ke Kabupaten Mamuju, sehingga "pundi`pundi" Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pariwisata akan bertambah.

Tentu, harapan itu harus didukung oleh pemerintah setempat, baik pada pengembangan keterampilan pengrajin serta menumbuhkan minat kalangan muda untuk menekuni kerajinan maupun membangun sarana dan prasarana menuju kawasan wisata, khususnya di Kalumpang.

Ekonomi Kreatif

Tekad mengembangkan potensi wisata di Kabupaten Mamuju, utamanya di sektor kerajinan yang dapat menjadi magnet bagi wisatawanan berkunjung, ditunjukkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dengan mendorong tumbuhnya ekonomi kreatif sektor pariwisata melalui pengembangan ketrampilan membatik menggunakan bahan kain Sekomandi.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Mamuju Sahari Bulan menyatakan kain Sekomandi yang merupakan produk tenun ikat khas daerah itu yang memiliki corak dan bahan kain yang berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia.

"Kain Sekomandi merupakan ikon Kabupaten Mamuju karena memiliki corak tersendiri dan bahan tenunnya juga unik karena menggunakan rempah-rempah, di antaranya akar pohon dan jahe dengan bahan utamanya daun cabai, termasuk cabainya sendiri," kata Sahari Bulan.

"Jadi, kami ingin mendorong dan mengembangkan ekonomi kreatif dari kain khas Kabupaten Mamuju ini dengan mendorong para perajin untuk mengembangkan kreativitas agar menghasilkan kain yang berkualitas dengan corak Sekomandi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan para perajin," terangnya.

Upaya mendorong para perajin untuk meningkatkan kreativitas dalam rangka mengembangkan ekonomi kreatif sektor pariwisata itu dilakukan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Mamuju melalui pembinaan dan pelatihan.

Bahkan setiap tahun Pemerintah Kabupaten Mamuju melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata mengajak para perajin ke Yogyakarta untuk belajar teknik membatik.

"Tahun ini, kami kembali membawa lima kelompok perajin ke Yogyakarta untuk mengembangkan dan mempelajari teknik membatik agar hasil Batik Sekomandi bisa lebih optimal. Jadi, selain hasil membatik yang lebih baik dengan tetap mempertahankan corak asli, studi banding tersebut juga diharapkan dapat mengembangkan kreaivitas para perajin kain Sekomandi di daerah ini sehingga hasilnya juga dapat meningkatkan taraf ekonomi mereka," jelas Sahari Bulan.

Selain peningkatan kualitas corak melalui studi banding, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Mamuju juga terus berupaya mempromosikan kain Sekomandi tersebut pada setiap kalender wisata, baik lokal maupun nasional.

"Pada setiap kegiatan wisata, seperti Manakarra Fair, Festival Kemilau Sulawesi maupun kegiatan seni dan budaya di Taman Mini Indonesia Indah (TMM) di Jakarta, kami selalu mempromosikan kain Sekomandi tersebut, termasuk jika ada kegiatan internasional yang dilaksanakan di daerah ini," tuturnya.

"Selain promosi ke luar, Pemerintah Kabupaten Mamuju juga telah menginstruksikan kepada seluruh ASN, termasuk para pegawai BUMN dan BUMD dan swasta agar pada setiap Kamis dan Jumat, menggunakan batik motif Sekomandi. Kami juga meminta para pengelola hotel di Mamuju untuk memasang dan memajang promosi tetang kain Sekomandi," kata Sahari Bulan.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Mamuju itu juga berharap, masyarakat ikut mengembangkan dan melestarikan tenun ikat Sekomandi, yang merupakan warisan leluhur daerah itu.

"Kain Sekomandi merupakan warisan masyarakat di Kecamatan Kalumpang yang secara turun temurun dilestarikan. Kami berharap, kain Sekomandi dapat dikenal luas hingga ke mancanegara sebagai salah satu kekayaan budaya bangsa Indonesia," ujar Sahari Bulan.

Pewarta : Amirullah
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024