Makassar (Antara Sulsel) - Pakar Hukum Universitas Bosowa Prof Marwan Mas menilai surat pencekalan terhadap Soedirjo Aliman alias Jeng Tang sebagai tersangka korupsi penjualan lahan negara di Buloa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar dinilai lambat di keluarkan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.

"Kejati terlambat antisipasi pergerakan Jen Tang, padahal seharusnya saat penetapan tersangka harus disertai dengan pencegahan. Bisa jadi yang bersangkutan sudah kabur duluan keluar negeri, barulah ditetapkan tersangka," katanya saat dikonfirmasi di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin.

Berdasarkan infomasi yang diperoleh, tersangka Jen Tang diduga sudah melarikan diri beserta istrinya ke luar negeri, di Singapura setelah mengetahui dirinya ditetapkan tersangka oleh Kejati Sulsel. Berdasarkan pantauan rumah yang di tempati tersangka di jalan Gunung Bawakaraeng nomor 73, terlihat sunyi dan pintu terkunci rapat dan tidak ada aktivitas.

Marwan mengatakan, seharusnya sudah ada antisipasi pencegahan keluar negeri saat banyak saksi yg nyatakan Jen Tang terlibat dalam kasus Buloa. Jadi, kata dia, ini terkait dengan kesigapan dan antisipasi penyidik kejaksaan yang tidak baik, sehingga bisa disebut kurang profesional menangani kasus korupsi sebagai kejahatan luar biasa yang penuh dengan kecerdikan para pelakunya.

"Penetapan tersangka harus disertai dengan pencegahan. Atau boleh jadi yang bersangkutan sudah kabur duluan keluar negeri, barulah ditetapkan tersangka. Seharusnya sudah ada antisipasi pencegahan keluar negeri saat banyak saksi menyatakan Jen Tang terlibat dalam kasus Buloa," ungkapnya.

Menurut dia, pencegahan seseorang keluar negeri karena diduga ada kaitannya dengan tindak pidana yang sedang dilidik, disidik, dan dituntut oleh parat pebegak hukum. Bisa saja seseorang dikenakan pencegahan sebelum ditetapkan tersangka demi mempercepat proses penyelidikan atau penyidikan.

Apalagi pemilik hotel Swiss Bel in yang pembangunanya menuai kontroversi terkait reklamasi tidak sesuai aturan, bahkan diduga kuat terlibat berdasarkan bukti permulaan yang ditemukan penyidik. Misalnya, Jen Tang sebagai terlapor, atau juga disebut terlibat dari saksi-saksi yang dihadirkan dalam persidangan lalu.

Dalam kasus ini, Penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Bidang Pidana Khusus menjerat tersangka dengan pasal dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.

Tidak hanya itu, Kejati Sulsel telah berkoordinasi dengan pihak Imigrasi sebagai upaya pencekalan yang bersangkutan tidak keluar negeri untuk menyelamatkan diri dari jeratan hukum, namun tersangka keburu meninggalkan Makassar.

Bersangkutan sebelumnya ditetapkan Kejati Sulsel pada Rabu (1/11), sebagai tersangka sekaligus otak atas penyewaan lahan negara di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, kepada PT Pembangunan Perumahan (PP) senilai Rp500 juta.

Kepala Kejati Sulsel, Jan Maringka kala itu saat menetapkan Jen Tang tersangka berperan sebagai otak dan turut terlibat bersama terdakwa, seolah-olah lahan negara milik kedua terdakwa Rusdin serta Jayanti.

Dari kasus tersebut, tiga terdakwa telah menjalani persidangan masing-masing mantan Asisten 1 Pemkot Makassar M Sabri, karyawan Jen Tang, yakni Rusdin dan Jayanti. Keduanya diketahui tidak memiliki hak penguasaan lahan tapi seolah-olah miliknya, yang kemudian disewakan kepada PT PP untuk digunakan sebagai akses jalan proyek Makasar New Port (MNP).

Pewarta : Darwin Fatir
Editor : Amirullah
Copyright © ANTARA 2024