Luwu Utara (Antara Sulsel) - Banjir menjadi salah satu hal terburuk yang membuat produksi kakao milik para petani tehambat atau menunrun khususnya di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan.

"Selain persoalan hama wereng batang coklat (WBC) atau penggerek buah kakao (PBK), kondisi perkebunan petani yang lokasi tanahnya rendah juga terkadang mendapatkan banjir kiriman. Ini tentu mengkhawatirkan karena dapat merusak tanaman petani," kata Pendamping Petani PT Mars, Amiruddin di Luwu Utara, Minggu.

Ia menjelaskan untuk masalah hama WBC atau PBK pada dasarnya sudah bisa diantisipasi dengan menggunakan alat khusus penyemprot hama tersebut.

Hal itu juga sudah dilakukan para petani sehingga kondisi tanaman kakao mereka juga tetap terjaga dan tidak terganggu lagi dengan gangguan hama tersebut.

Namun masalah lain seperti banjir, kata dia, tentu tidak bisa dihindari karena secara otomatis bisa merendam tanaman bahkan buah yang berada di bagian bawah pohon.

Pada Juli 2017, sebanyak 16 desa di Luwu Utara kembali mengalami banjir antara lain di Desa Lawewe, Lembang-lembang, Beringin Jaya (Baebunta), Cenning, Waelawi, Pengkajoang, Limbong Warga, Wara (Malangke Barat).

Selain itu di Desa Girikusuma, Pince Putih, Malangke, Ladongi, Takkalala (Malangke), Batang Tongkang (Bone-bone), Paomacang (Sukamaju), dan Mari-mari (Sabbang).

"Banjirnya sendiri sebenarnya hanya kiriman, namun tentu cukup mengganggu, sehingga para petani juga telah melakukan antisipasi dengan berbagai upaya seperti membuat saluran dan sebagainya," ujarnya.

Sementara itu, PT Mars Symbioscience Indonesia juga terus berkomitmen membantu peningkatan produksi kakao petani khususnya di Kabupaten Luwu Utara.

Sejumlah upaya telah dilakukan seperti memberikan pendidikan melalui akademi kakao bagi petani. Program ini mengajarkan petani untuk mengatasi kesulitan produksi yang dialami mereka.

Pewarta : Abdul Kadir
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024