Makassar (Antaranews Sulsel) - Sosiolog Universitas Negeri Makassar (UNM) DR Busman Dahlan Saleh, MSi mengatakan, hegemoni dan upaya mempertahankan kepercayaan "trust" kapitalisme di kalangan masyarakat dilakukan melalui pertukaran sosial pada lembaga-lembaga filantropi.

"Filantropi ini tereksploitasi menjadi alat kapitalisme dalam mempertahankan eksistensi dapat dilihat dari kajian dan perspektif Sosiologi," kata Busman di Makassar, Selasa.

Menurut dia, fenomena hegemoni kapitalisme ini dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda, sisi pertama dengan merepresentasikan lembaga yang didanai donor internasional the Asia Foundation yang menjalankan fungsi intermediasi dalam mengawasi atau memantau kinerja eksekutif.

Kedua, lanjut dia, hasil penelitian difokuskan pada Dompet Duafa (DD) yang mewakili pengelolaan dana filantropi yang profesional dan modern, khususnya yang bersumber dari sumbangan perusahaan atau korporasi nasional.

Dengan demikian, fenomena filantropi misalnya melalui lembaga waqaf (donasi) dan zakat (pemberian derma), dapat menjadi alat kapitaslime dalam mempertahankan eksistensinya. Filantropi sendiri adalah sudut pandang terluas, merangkum semua aktivitas nirlaba/non profit yang beranekaragam.

"Terminologi dan definisinya disesuaikan dengan konteks Indonesia, dimana kegiatan filantropi memperjuangkan beragam tujuan, mulai dari yang murni sosial atau kedermawanan (charity), memajukan agama, penanggulangan kemiskinan, peningkatan ekonomi, kesehatan, kemanusiaan, bahkan hingga yang menyerempet politik melalui pembelaan hak asasi manusia," jelas Busman yang promosi doktornya mengangkat isu "Hegemoni Kapitalisme melalui Filantropi" ini.

Dari hasil disertasinya ini diketahui bahwa kapitalisme memang berlindung dibalik tindakan filantropi atau pertukaran sosial. Hal ini terjadi karena kapitalismen memiliki daya susup yang kuat terhadap isu-isu strategis seperti isu keadilan dan kesetaraan gender, bahkan isu agama.

Sebagai hasil daya susup tersebut, lanjut Busman, maka ditemukan bahwa kapitalisme dalam batasan umum telah mengalami transformasi rupa dalam bentuk kapitalisme humanis dan kapitalisme spiritual.

Dengan model kapitaslisme humanis, tidak lagi mengacu pada praktek akumulasi modal secara langsung, tetapi akumulasi modal terjadi setelah melalui tahap-tahap penyusupan ke dalam kegiatan filantropi yang berbasis humanistas seperti isu keadailan dan kesetaraan gender.

"Sementara kapitalisme spiritual mendapatkan keuntungan ganda berupa akumulasi modal material dan non material (spiritual). Melalui kegiatan filantropi ini menjadi pendukung proses legitimasi dan `trust` (kepercayaan) guna mempengaruhi pasar utama," pungkasnya.

Pewarta : Suriani Mappong
Editor : Suriani Mappong
Copyright © ANTARA 2024