Makassar (Antaranews Sulsel) - Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Maros Andi Nuzulia bersama tiga orang bawahannya yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pembebasan lahan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin mengajukan kontra memori banding.

"Mereka (terdakwa) telah mengajukan kontra memori banding atas upaya banding yang kita lakukan atas putusan majelis hakim," ujar jaksa penuntut umum (JPU) Hidar di Makassar, Rabu.

Selain Kepala BPN Maros yang jadi terdakwa, tiga terdakwa lainnya yang tidak lain adalah bawahannya yakni Kepala Sub Seksi Pengaturan Tanah Pemerintah Hamka, Kasubsi Pendaftaran BPN Maros Hartawan Tahir dan Kepala Seksi Survei Pengukuran dan Penataan Kota BPN Maros Hijaz Zainuddin.

Hidar mengatakan, kontra memori banding yang diajukan para terdakwa ke Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan adalah upaya untuk melawan banding yang diajukan tim JPU atas putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Makassar.

Dalam putusan Pengadilan Tipikor Makassar yang diketuai Bonar Harianja beberapa waktu lalu itu telah menjatuhkan vonis lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut terhadap para terdakwa.

Terdakwa Kepala BPN Maros hanya divonis tiga tahun penjara, denda Rp100 juta subsidair dua bulan kurungan. Padahal JPU menuntutnya dengan tuntutan pidana selama 10 tahun penjara, denda Rp200 juta serta dituntut membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp9,4 miliar.

Sedangkan terdakwa lainnya Kasubsi Pengaturan Tanah Pemerintah Hamka, Kasubsi Pendaftaran BPN Maros Hartawan Tahir dan Kepala Seksi Survei Pengukuran dan Penataan Kota Hijaz Zainuddin masing-masing hanya divonis penjara selama dua tahun penjara, denda Rp50 juta.

"Untuk tiga terdakwa ini saja kita menuntut selama tujuh tahun penjara, tetapi vonis yang dijatuhkan hanya dua tahun," katanya.

Hidar mengaku, perlawanan banding itu karena para terdakwa menganggap bahwa vonis yang dijatuhkan majelis hakim telah sesuai dari perbuatan yang dituntutkan.

Selain itu juga para terdakwa juga menganggap jika putusan tersebut belum memenuhi rasa keadilan masyarakat yang harusnya dijatuhi pidana lebih ringan.

Padahal JPU menganggap perbuatan terdakwa dengan vonis pidana yang diberikan dinilainya tidak sesuai dengan perbuatan dan akibat yang ditimbulkan oleh para terdakwa dalam kasus tersebut.

"Karena vonis yang dijatuhkan majelis hakim lebih ringan. Hanya di bawah setengah dari tuntutan JPU. Padahal semua dakwaan yang kita tuntutkan terhadap terdakwa, semuanya terbukti di persidangan," ucapnya.

Pewarta : Muh. Hasanuddin
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024