Makassar (Antaranews Susel) - Penggiat lingkungan dan pariwisata Forum Komunitas Hijau (FKH) Makassar menagih janji Pemerintah Kota Makassar yang akan menjadikan daerah Lantebung, Kelurahan Bira, Kecamatan Tamalanrea, sebagai kawasan ekominawisata dengan tanaman bakau atau "mangrove".
"Pada tahun 2016, pemerintah kota pernah berjanji akan menjadikan kawasan Lantebung ini sebagai kawasan ekominawisata, namun setelah berlalu perhatian pemerintah sudah tidak terlihat lagi," ujar Ketua FKH Makassar Muhammad Yusran di Makassar, Kamis.
Ia mengatakan, hutan bakau di bagian utara kota Makassar ini memanjang sekira dua kilometer ke laut lepas, tepat menghadap ke Selat Makassar. Meski terkesan luas, namun kawasan yang diapit Sungai Tallo dan Sungai Maros ini masih butuh penanaman lagi.
Dia mengatakan, untuk menjadikan daerah Lantebung sebagai kawasan ekowisata ataupun ekominawisata dibutuhkan perhatian besar dari semua pihak baik pemerintah, masyarakat dan penggiat lingkungan serta pariwisata.
Yusran mengaku sejak penanaman mangrove terakhir yang dilakukan oleh Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto bersama para pejabatnya pada 2016 itu, pihaknya bersama dengan mahasiswa pencinta alam (Mapala) Sintalaras Universitas Negeri Makassar (UNM) sering memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya hutan mangrove.
"Kami lebih banyak bersentuhan dengan masyarakat dan bukan perkara mudah dalam menumbuhkan minat dan perhatian masyarakat pesisir itu karena waktu dan tenaga kita curahkan di sana. Makanya, kalau perhatian kurang, kita juga merasa kurang maksimal dalam pendampingan," katanya.
Sementara itu, penyuluh perikanan Dinas Peternakan dan Perikanan (DPP) Makassar Selmi mengaku jika ketebalan hutan mangrove di Lantebung itu masih sangat kurang dan membutuhkan banyak batang mangrove lagi.
"Untuk ketebalan hutannya, kami masih butuh penanaman. Kami butuh pengembangan lagi kira-kira 100 meter sampai di surut terendah," jelasnya.
Ia mengatakan, kehadiran hutan bakau sangat dirasakan manfaatnya oleh warga Bira yang sebagian besar hidup sebagai nelayan. Apalagi setelah dibangunnya jalur pejalan kaki sepanjang 270 meter. Di jalur ini para nelayan memanfaatkannya untuk menambatkan perahu-perahu mereka.
Jalur jalan menuju pantai ini terlihat kontras karena dicat warna-warni. Sehingga pengunjung bisa menikmati pemandangan pantai dan hutan bakau dengan leluasa.
Jalur ini dilengkapi juga dengan pondok informasi dan sebuah gazebo. Pengunjung bisa memanfaatkan kedua tempat ini untuk duduk-duduk beristirahat atau sebagai spot foto.
"Pada tahun 2016, pemerintah kota pernah berjanji akan menjadikan kawasan Lantebung ini sebagai kawasan ekominawisata, namun setelah berlalu perhatian pemerintah sudah tidak terlihat lagi," ujar Ketua FKH Makassar Muhammad Yusran di Makassar, Kamis.
Ia mengatakan, hutan bakau di bagian utara kota Makassar ini memanjang sekira dua kilometer ke laut lepas, tepat menghadap ke Selat Makassar. Meski terkesan luas, namun kawasan yang diapit Sungai Tallo dan Sungai Maros ini masih butuh penanaman lagi.
Dia mengatakan, untuk menjadikan daerah Lantebung sebagai kawasan ekowisata ataupun ekominawisata dibutuhkan perhatian besar dari semua pihak baik pemerintah, masyarakat dan penggiat lingkungan serta pariwisata.
Yusran mengaku sejak penanaman mangrove terakhir yang dilakukan oleh Wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto bersama para pejabatnya pada 2016 itu, pihaknya bersama dengan mahasiswa pencinta alam (Mapala) Sintalaras Universitas Negeri Makassar (UNM) sering memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya hutan mangrove.
"Kami lebih banyak bersentuhan dengan masyarakat dan bukan perkara mudah dalam menumbuhkan minat dan perhatian masyarakat pesisir itu karena waktu dan tenaga kita curahkan di sana. Makanya, kalau perhatian kurang, kita juga merasa kurang maksimal dalam pendampingan," katanya.
Sementara itu, penyuluh perikanan Dinas Peternakan dan Perikanan (DPP) Makassar Selmi mengaku jika ketebalan hutan mangrove di Lantebung itu masih sangat kurang dan membutuhkan banyak batang mangrove lagi.
"Untuk ketebalan hutannya, kami masih butuh penanaman. Kami butuh pengembangan lagi kira-kira 100 meter sampai di surut terendah," jelasnya.
Ia mengatakan, kehadiran hutan bakau sangat dirasakan manfaatnya oleh warga Bira yang sebagian besar hidup sebagai nelayan. Apalagi setelah dibangunnya jalur pejalan kaki sepanjang 270 meter. Di jalur ini para nelayan memanfaatkannya untuk menambatkan perahu-perahu mereka.
Jalur jalan menuju pantai ini terlihat kontras karena dicat warna-warni. Sehingga pengunjung bisa menikmati pemandangan pantai dan hutan bakau dengan leluasa.
Jalur ini dilengkapi juga dengan pondok informasi dan sebuah gazebo. Pengunjung bisa memanfaatkan kedua tempat ini untuk duduk-duduk beristirahat atau sebagai spot foto.