"Saya selalu katakan, berikan waktu saya dua minggu untuk menyelesaikan semua, jangan ganggu saya dua minggu karena saya ingin memanfaatkan untuk membaca detail apa yang terjadi sebenarnya," kata Wapres Jusuf Kalla saat membuka Rapat Koordinasi Nasional bidang Perpustakaan di Gedung Perpusnas Jakarta, Senin.
Dengan membaca sejarah, sastra dan pengetahuan umum tentang daerah berkonflik itu, Jusuf Kalla bisa memahami asal mula kondisi dan penyebab konflik di daerah tersebut. Sehingga, dia bisa menemukan solusi tepat untuk permasalahan atau konflik yang dialami di daerah, seperti di Aceh, Ambon dan Poso.
"Semua orang keliru akan perdamaian itu, dan kalau keliru pasti penyelesaiannya juga keliru. (Konflik) Di Ambon, Poso, Aceh dikira soal agama, padahal bukan soal agama, tapi soal keadilan. Poso dan Ambon itu soal keadilan politik, di Aceh soal keadilan ekonomi intinya. Jadi bukan soal agama," jelasnya.
Dengan peningkatan minat baca di masyarakat, maka konflik yang terjadi bisa diminimalkan dan dapat ditemukan solusi bagi konflik yang masih terjadi di daerah. "Artinya, apabila kita memberikan gambaran tentang perpustakaan, kita bicara tentang pengetahuan, pikiran yang luas, bicara perbandingan dan sumber-sumber kekayaan; maka semua itu akan memberikan kita solusi," tutur Wapres.
Sementara itu berdasarkan data penelitian Perpustakaan Nasional tahun 2017, tingkat kegemaran masyarakat Indonesia akan membaca masih rendah di angka 36,48 persen. Terkait akan hal itu, Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando berharap dengan adanya Rakornas bidang perpustakaan dapat ditemukan jawaban atas persoalan rendahnya kegemaran membaca di masyarakat.