Mamuju (Antaranews Sulbar) - Banjir bandang yang menerjang wilayah Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat pada Kamis (22/3) pagi, "menghentak" warga di provinsi termuda di Indonesia itu.

Pagi itu, (Kamis) sekitar pukul 06. 00 Wita, seperti pada hari-hari biasanya warga Kabupaten Mamuju bersiap-siap melakukan berbagai aktivitas rutin.

Walaupun sejak Kamis dini hari hingga pagi, hujan dengan intensitas cukup deras mengguyur wilayah Kabupaten Mamuju, namun tidak ada gelagat atau pertanda yang memberikan sinyal kepada warga bahwa hari itu akan menjadi sebuah hari buruk bagi warga, khususnya di lima kelurahan pada dua kecamatan di daerah itu.

"Saat itu, seperti biasa saya baru akan membuka warung. Tidak ada tanda-tanda sebelumnya walaupun memag sejak Kamis dini hari hujan turun dengan sangat lebat tapi kami tidak menyangka kalau akan terjadi seperti ini," kata seorang warga yang menjadi korban banjir bandang Mamuju, Udin Abbas.

Banjir bandang yang melululantahkan warung miliknya serta deretan warung milik warga lainnya, kata Udin Abbas, tidak menyisakan sedikit pun harta mereka.

Gemuruh air datang dari arah belakang kios miliknya, tidak sempat membuat Udin Abbas berfikir panjang.

Tanpa sempat memikirkan harta bendanya, Udin Abbas langsung memboyong keluarganya untuk segera menyelamatkan diri.

"Kami tidak berfikir lagi menyelamatkan barang-barang, yang penting bagaimana menyelamatkan jiwa, khususnya anak-anak dan istri saya. Suara airnya bergemuruh, seperti suara tsunami," kenang Udin Abbas.

Cerita Udin Abbas, pemilik warung yang berada di kawasan Simbuang, tepatnya di depan SPBU Simbuang tidak jauh berbeda dengan ratusan warga lainnya yang menjadi korban "keganasan" banjir bandang Mamuju.

"Tidak ada barang tersisa, semua tersapu air yang datang secara tiba-tiba. Yang paling menyedihkan, semua perlengkapan sekolah anak-anak saya juga ikut terseret," ujar Muliati, warga korban banjir Mamuju, juga di kawasan Simbuang.

Tidak adanya gelagat dan peringatan akan datangnya musibah banjir bandang itu, kata Muliati, membuat warga tidak sempat lagi menyelamatkan harta benda mereka.

"Memang, hujan yang cukup deras sejak Kamis dinihari sampai pagi, tapi kami tidak menyangkau kalau akan seperti ini jadinya. Bertahun-tahun, tidak pernah terjadi musibah seperti ini sehingga kami tidak menduga kejadiannya separah ini. Masih sedikit beruntung, sebab banjir bandang itu berlangsung pagi hari dan tidak bisa dibayangkan kalau terjadi pada subuh atau dinihari, dimana masih banyak orang yang terlelap," tutur Muliati. Sejumlah warga mengevakuasi korban banjir di Mamuju, Sulawesi Barat, Kamis (22/3). Ratusan warga mengungsi ke tempat aman akibat banjir luapan Sungai Karema di Mamuju. ANTARA FOTO/Akbar Tado/kye/18
Ketidaksiapan warga saat terjadi bencana banjir bandang, tentu harus menjadi pelajaran agar ke depan, masyarakat lebih sigap sehingga dapat meminimalisir dampak jika terjadi bencana.

Pun, dengan penanganan yang dilakukan pascabencana banjir bandang Mamuju, juga terlihat masih kurang terkoordinasi.


Minim Koordinasi

Pascabencana banjir bandang yang menerjang lima kelurahan di dua kecamatan di Kabupaten Mamuju pada Kamis pagi tersebut, personel kepolisian bersama sejumlah warga dan anggota Tagana terlihat membantu warga menyelematkan harta benda yang rumahnya diterjang banjir.

Bahkan, salah seorang personel Polres Mamuju Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda) Nurman, gugur akibat tertimpa beton saat mencoba melakukan evakuasi ketika banjir bandang menejang Kabupaten Mamuju.

Namun, hingga Kamis sore itu bahkan sampai keesokan harinya (Jumat), belum ada data resmi yang dirilis pemerintah setempat, baik melalui BPBD maupun Dinas Sosial terkait jumlah warga yang terdampak dan rumah yang rusak akibat diterjang banjir bandang.

"Teman-teman di lapangan masih sementara mendata sehingga kami belum tahu berapa rumah warga yang rusak dan terdampak banjir bandang," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Daerah (BPBD) Mamuju Amrullah, ditemui di lokasi mengaku belum bisa menyebutkan jumlah rumah warga terdampak banjir bandang, Kamis sore.

Bahkan, tatkala Kepala BPBD Kabupaten Mamuju Hamdhan Malik yang pada Senin (26/3) atau lima hari pascabanjir bandang terjadi, juga belum memberikan data detail terkait jumlah korban banjir tersebut.

"Kalau masa tanggap darurat itu berlangsung selama 7 hari dan berakhir pada 28 Maret 2018. Penanganan terhadap korban masih kami lakukan tetapi saat ini hanya tinggal di satu titik yakni Polres Mamuju, Jumlahnya belum saya tahu tapi tadi malam sampai 100 orang. Kalau korban terdampak tidak nanti saya kabari lagi," tutur Hamdhan Malik.

Namun, saat berupaya dihubungi kembali untuk mengkonfirmasi terkait penanganan korban bencana banjir bandang tersebut Hamdhan Malik tidak mengangkat telepon genggamnya.

Masih minimnya koordinasi pada penanganan bencana juga menyebabkan warga korban banjir bandang sempat menolak ditampung di posko pengungsian dan lebih memilih membuat tenda darurat, walaupun dengan kondisi sangat memprihatinkan.

Hal itu diceritakan Salah seorang korban banjir bandang Kasmadi yang mengungsi di Polres Mamuju pada Senin (25/3).

Ia bersama para korban lainnya menolak ditampung di posko banjir bandang yang berada di gedung PKK Mamuju karena merasa dilecehkan oleh oknum anggota Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat.

"Kami tidak bersedia ditampung di gedung PKK Mamuju karena tersinggung dan merasa dihina oleh oknum petugas BPBD," kata Kasmadi.

Pascabanjir bandang yang menerjang wilayah Kabupaten Kamuju pada Kamis pagi (22/3), Kasmadi bersama isti dan anaknya bersama ratusan warga korban banjir bandang sempat ditampung di Mapolres Mamuju.

Kemudian, pada Minggu pagi (25/3) para korban banjir bandang yang berjumlah 156 orang itu akhirnya dipindahkan ke posko pengungsian di gedung PKK Kabupaten Mamuju.

Namun, pada Minggu sore, warga korban banjir bandang itu secara berbondong-bondong meninggalkan posko pengungsian di gedung PKK Mamuju karena merasa tersinggung oleh kata-kata dan perlakuan yang tidak layak dari oknum petugas BPBD.

Warga korban banjir itu kemudian membuat tenda-tenda darurat di sekitar rumah mereka yang roboh akibat diterjang banjir bandang pada Kamis pagi (22/3).

Dalam satu tenda darurat yang terbuat dari bahan seadanya itu ditempati oleh beberapa keluarga dan kondisi mereka semakin memprihatinkan ketika pada Minggu malam (25/3) hingga Senin dini hari wilayah Kabupaten Mamuju terus diguyur hujan.

Pada Senin pagi (25/3), setelah dibujuk pihak kepolisian akhirnya para korban banjir bandang bersedia kembali ke pengungsian, tetapi bukan di posko gedung PKK Mamuju.

"Kami awalnya menolak tetapi setelah dibujuk kami akhirnya bersedia pindah lagi tetapi di polres dan bukan di gedung PKK. Kami merasa terhina dan sakit hati oleh perkataan oknum anggota BPBD itu. Walaupun kami miskin dan tertimpa musibah tetapi tidak selayaknya diperlakukan seperti itu," kata korban banjir bandang Mamuju lainnya, Umar.


Masyarakat Tangguh Bencana Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani berbincang dengan personel BPBD usai memberikan bantuan secara simbolis kepada warga korban banjir bandang di Simbuang, Kabupaten Mamuju, Selasa (27/3). (ANTARA FOTO/Amirullah)

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani ketika mengunjungi korban banjir pada Selasa (26/3) menekankan, pentingnya penanganan pascabanjir bandang di Mamuju untuk menghindari terjadinya kembali bencana serupa di kemudian hari.

"Pak Gubernur dan Pak Bupati harus mendata, kira-kira apa yang jadi penyebab banjir bandang sehingga jangan sampai kemudian hari terulang lagi. Yang pasti sungai sepertinya memang menjadi masalah meluapnya banjir akibat hujan terus menerus," kata Puan saat meninjau korban banjir bandang di Kampung Simbuang II Kecamatan Simboro Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat, Selasa.

Puan juga menyoroti saluran air yang harus diperhatikan agar bisa mengaliri air buangan dengan baik guna mencegah terjadinya banjir.

Ia meminta dari sisi kesehatannya melalui Kementerian Kesehatan atau Dinas Kesehatan untuk memperhatikan kondisi tubuh para pengungsi agar terhindar dari penyakit saat air sudah surut.

Mengenai rehabilitasi rumah warga yang rusak, Puan menjelaskan pemerintah daerah harus mendata terlebih dahulu dan mengecek ulang kondisi rumah mana saja yang perlu diprioritaskan.

Menurut Menko PMK, sumbangan dana siap pakai dari Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) sebesar Rp250 juta bisa digunakan untuk rehabilitasi rumah warga.

"Rp250 juta dari BNPB untuk rehab rekon, artinya itu dana siap pakai yang bisa dipergunakan yang salah satunya bisa untuk memperbaiki rumah setelah didata. Kita data, kita lihat mana yang jadi prioritas untuk diperbaiki," kata Puan.

Puan berpesan kepada warga agar tetap waspada pada kondisi cuaca yang belum bisa diprediksi dan bisa terjadi hujan terus menerus.

Banjir bandang menerjang sebagian wilayah Kota Mamuju pada Kamis (22/3) pagi setelah diguyur hujan sejak dini hari hingga pagi pada hari yang sama.

Sedikitnya 819 kepala keluarga dan 548 rumah terdampak bencana banjir bandang di Mamuju.

Puan Maharani menyampaikan bantuan BNPB sebesar Rp250 juta dana siap pakai, 50 paket kesehatan keluarga, 50 paket sandang, 50 paket perlengkapan anak, dan 50 paket peralatan dapur serta peralatan makanan.

Pada kesempatan itu, Puan Maharani yang berkunjung bersama Wakapolri Komjen Polisi Syafruddin juga menerima berbagi keluhan dan cerita yang disampaikan warga korban banjir.

Salah seorang warga korban banjir Zubaidah yang mengaku memiliki sembilan anak dan lebih 30 cucu itu mendekati Puan Maharani kemudian menceritakan kondisi saat banjir bandang menerjang rumah tempat tinggalnya.

Saat melihat Zubaidah menangis, Puan kemudian mempertanyakan mengapa ia menangis?

"Saya terharu dan merasa sangat bersyukur sebab semua cucu dan anak saya berhasil selamat. Tetapi, tidak ada barang-barang yang bisa kami selamatkan karena banjir setinggi lebih satu meter dengan cepat menerjang rumah kami," kata Zubaidah.

Banjir bandang yang merusak 548 rumah dan dihuni 819 KK atau 3.322 jiwa di lima kelurahan pada dua kecamatan di Kabupaten Mamuju itu, sepatutnya menjadi pelajaran, agar ke depan tidak terjadi lagi dan kalaupun terjadi akibat faktor alam, dampaknya dapat diminimalkan.

Pentingnya mitigasi bencana melalui berbagai upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana, harus dilakukan secara kontinyu dan berjenjang, mulai dari warga, Ketua RT hingga pemerintah (Baik BPBD maupun Dinas Sosial) termasuk TNI/Polri.

Koordinasi semua pihak, mulai dari tingkat RT sebagai penghimpun termasuk TNI/Polridata terdepan warga yang terkena musibah, hingga lurah, kecamatan, BPBD, Tagana atau Dinas Sosial, kepolisian dan TNI selayaknya menjadi padu, sehingga upaya penanganganan warga yang menjadi korban dapat lebih efektif dan terarah.

Pewarta : Amirullah
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024