Mamuju  (Antaranews Antara) - Dinas Kesehatan Kabupaten Mamuju menggelar sosialisasi dan advokasi sebagai upaya mengeliminasi angka penderita kusta dan "frambusia" (patek/puru) atau infeksi tropis pada kulit, tulang dan sendi yang disebabkan bakteri "spiroket treponema pallidum pertenue"

Advokasi, sosialisasi dan pelatihan singkat yang berlangsung di Marannu Golden Hotel Mamuju, Sabtu itu, diikuti 60 peserta yang berasal dari unsur Dinas Kesehatan Provinsi Sulbar dan Kabupaten Mamuju,lintas sektor dan lintas program, kepala puskesmas, juga camat dan kepala desa/lurah yang ada di daerah itu.

Wakil Bupati Mamuju Irwan Pababari mengatakan, Provinsi Sulawesi Barat termasuk sembilan provinsi yang memiliki prevalensi penyakit kusta diatas 1 per 10.000 penduduk dan ditargetkan untuk eliminasi pada 2019.

Sementara Kabupaten Mamuju lanjutnya, termasuk 139 kabupaten yang memiliki angka prevalensi sama atau lebih besar dari 1 per 10.000 penduduk pada tiga tahun terakhir.

"Dari data itulah, kemudian Pemerintah Kabupaten Mamuju melalui Dinas Kesahatan melakukan advokasi, sosialisasi dan pelatihan singkat dalam rangka intensifikasi penemuan kusta dan frambusia," ujar Irwan Pababari.

Ia melanjutkan dari data Dinas Kesehatan, angka prevalensi kusta per 10.000 penduduk pada 2017 yang tertinggi dari semua kecamatan di Kabupaten Mamuju, yakni Kecamatan Sampaga dengan angka 3,8 kemudian Papalang 2,9, disusul Tapalang 1,4, selanjutnya Kecamatan Tommo? dan Kalumpang 0,8, Kecamatan Kalukku 0,7, Kecamatan Mamuju 0,6 dan Simboro 0,3 serta Kecamatan Tapalang Barat, Bala-balakang dan Bonehau berada di angka 0,0.

Kemungkinan besar menurut Wakil Bupati, masih ada penderita kusta yang belum terdata, mengingat kebiasaan masyarakat di Mamuju yang masih malu jika mengidap suatu penyakit dan tidak ingin diketahui.

Sehingga, dia meminta kepada semua pihak, baik pemerintah desa/lurah bersama tenaga kesehatan untuk lebih intensif lagi melihat penderita yang ada dipelosok-pelosok.

"Jadi memang kebiasaannya masyarakat disini (Mamuju) itu malu kalau punya penyakit begitu, jadi dibiarkan saja di dalam rumah. Nah ini yang mesti lebih gencar di deteksi apalagi di daerah-daerah pelosok," tuturnya.

"Jadi saya minta teman-teman pemerintah desa dan yang di puskesmas itu lebih intens lagi. Terlebih tiga kecamatan yang datanya tadi nol koma nol, itu saya belum yakin disana benar-benar tidak ada penderita kusta, jadi tolong lebih gencar lagi," harap Irwan Pababari.

Ia berharap, ke depannya ada tim atau kelompok yang dibentuk dari unsur pemerintah desa juga tenaga kesehatan di desa yang berkolaborasi menyasar ke sudut kampung untuk melihat cirri-ciri penyakit menular tersebut.

"Jangan sampai mereka sudah posisi cacat baru kita lakukan penanggulangan, pasti akan lebih sulit lagi," kata Irwan Pababari.

Sementara Kepala Dinas Kesehatan dr. Hajrah As?ad mengatakan, kusta merupakan penyakit menular yang dapat menyebabkan kecacatan apabila tidak ditangani.

Melalui pelatihan itu lanjut dia, diharapkan agar dapat lebih intens menemukan kasus tersebut sehingga dapat segera ditangani dan tidak sampai cacat.

"Kegiatan hari ini adalah bagaimana kita menemukan dan mencegah, supaya dia (kusta) tidak masuk ke tingkat cacat. Kalau diobati dengan tuntas tidak akan cacat. Kalau kita menemukan dan masih dalam bentuk bercak itu masih bisa di cegah," terang Hajrah.
 

Pewarta : Amirullah
Editor : Suriani Mappong
Copyright © ANTARA 2024