Pada masa prakemerdekaan tersebut nama R.A. Kartini sebagai tokoh perempuan yang getol berjuang menyetarakan hak dan derajat antara perempuan dan laki-laki dalam menuntut ilmu, kini pada pascakemerdekaan terdapat sosok penggerak pembangunan dari tanah Luwu bernama Masnah Mas`ud.

Perjalanan Masnah sebagai tokoh penggerak pembangunan di desanya ketika pada tahun 2008 kembali ke kampung halaman setelah menyandang gelar sarjana lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB).

"Menjadi sarjana yang belum punya kerja, tentu tidak enak. Jadi, saya mencoba mencari kesibukan dengan ikut-ikut pelatihan membuat pupuk kompos bersama warga lainnya," tutur perempuan yang dikenal bersahaja ini.

Dari sekian banyak pelatihan yang diikuti, pelatihan pembuatan pupuk kompos yang dinilai paling mengena di hatinya. Alasan memilih usaha kompos ini karena bahan-bahannya mudah didapatkan di sekitar rumah dan kebun.

Mulailah dia mengumpulkan limbah rumah tangga, seperti sisa-sisa makanan, sampah-sampah dedaunan dari kebun yang ada di belakang rumahnya, dan limbah tetangga. Setelah terkumpul, diolah secara sederhana dengan bekal pengetahuan dan keterampilan dari pelatihan yang digelar perusahaan kakao, PT MARS di Luwu Utara, Sulsel. Bahkan, rela meluangkan waktu ke Kota Makassar mengikuti pelatihan yang digelar organisasi perangkat daerah.

"Pelatihan pembuatan kompos yang berbayar pun saya kejar dan ini juga sejalan dari hasil studi banding saya ke Jepang pada tahun 2006," kenangnya.

Dengan melihat keberhasilan sektor di Negeri Sakura itu, pikirannya pun terbuka untuk mengembangkan pertanian di desanya dengan bantuan pupuk organik berupa kompos. Cita-cita menjadi aparat sipil negara (ASN) perlahan-lahan dikubur karena sudah membulatkan tekad untuk fokus menjadi penggerak sektor pertanian untuk membangun desanya di Kelurahan Bonebone, Kecamatan Bone-bone, Kabupaten Luwu Utara, Sulsel.

Meskipun awalnya harus menghadapi tantangan berat dari keluarganya yang menginginkan Masnah menjadi ASN setelah menjadi sarjana IPB, kemudian melanjutkan studi di Universitas Muhammadiyah di Jakarta, akhirnya perempuan berkacamata ini mampu meyakinkan keluarganya bahwa pilihan hidupnya berkecimpung di sektor pertanian yang dikembangkan sendiri.

"Sebenarnya saya tidak butuh pengakuan dari pekerjaan ini. Namun, yang terberat adalah mendapat pengakuan dari keluarga yang semula sempat mencak-mencak kalau saya sudah jauh-jauh bersekolah menghabiskan biaya tetapi tidak jadi pegawai," ujarnya.

Dengan keyakinannya, Masnah mengembangkan usaha pupuk kompos yang diawali dari pemanfaatan halaman samping rumah seluas 4 x 4 meter. Dari usahanya itu, dia mendapatkan bantuan mesin pencacah dari PT MARS dan Dinas Pertanian Kabupaten Luwu Utara yang menjadi bapak asuhnya. Sedikit demi sedikit limbah yang ada di desanya diolah menjadi pupuk organik dengan bantuan warga desa yang dibinanya.

Sebagai ketua karang taruna ketika itu, Masnah berbagi ilmu dan keterampilan mengolah limbah pada anggotanya, termasuk empat kelompok tani binaannya.

Selain itu, juga mengajarkan cara bercocok tanam yang baik dengan mamadukan teori yang diperolehnya di bangku kuliah dan praktik lapang dari negeri Sakura.

Kini, dari pengolahan limbah yang menghasilkan pupuk kompos telah beromzet rata-rata sekitar Rp20 juta per bulan pada saat permintaan tinggi baik dari petani maupun pihak perusahaan yang mengembangkan kebun kakao di dua wilayah terdekat, yakni di Kabupaten Luwu Utara dan Luwu Timur.

Tidak heran dari hasil kerja kerasnya mengembangkan pupuk kompos itu Masnah berhasil menjuarai pembuatan pupuk kompos tingkat Provinsi Sulsel pada tahun 2011, kemudian mewakili Sulsel ke Istana Negara untuk mempresentasikan hasil karyanya.

Prestasi yang diperolehnya itu makin memperkuat keyakinan Masnah untuk tetap berkiprah di sektor pertanian dan terus mendampingi petani dalam mengelola kebun atau sawahnya. Apalagi, dia sudah mendapat pengalaman sebagai fasilitator pendamping petani pada program dampingan Swiss Contact di tanah Luwu dalam lima tahun terakhir.

                                                                            Usaha Kafe

Sejalan dengan produksi kompos secara massal yang dikembangkan Masnah, pada tahun 2017 mencoba mengembangkan usaha dengan membuka kafe atau kedai kopi yang berfungsi sebagai tempat berkumpul menikmati aneka jenis kopi se-Nusantara, juga menjadi wadah memasarkan produk pertanian yang dikembangkan warga desa.

Menurut Masnah, kafe yang diberi nama "Riopinawa Coffee & Resto" ini juga menjadi tempat pertemuan kelompok tani binaannya dan siswa-siswa yang datang mengerjakan tugas-tugas sekolah. Kafe ini dilengkapi dengan jaringan internet (Wi-Fi).?

"Pemilihan nama kafe ini, `Riopinawa` memiliki makna bahagia berkumpul, karena di tempat ini kita bisa berdiskusi untuk mencari solusi dari permasalahan yang ada di lapangan sehingga ketika meninggalkan kafe ini akan bahagia," kata alumnus STIE Muhammadiyah yang sempat bekerja sambil kuliah di Jakarta.

Meskipun kehadiran kafe di area perbatasan Luwu Utara dan Luwu Timur ini terbilang baru, jumlah peminatnya sudah mampu sejajar dengan kafe yang ada di Masamba, Ibu Kota Kabupaten Luwu Utara. Selain letaknya strategis di Jalan Poros trans Sulawesi, juga fasilitasnya nyaman dan harga kopi maupun penganannya terjangkau untuk ukuran kantong petani, siswa, dan masyarakat umum.

Di Kafe ini dapat menikmati jenis kopi dari Sabang sampai Merauke yang bersumber dari perkebunan rakyat. Untuk mendapatkan jenis kopi tersebut, Masnah biasanya memesan lewat jasa teman atau belanja online (daring). Rata-rata pembelian stok kopi untuk disajikan di kafe Riopinawa mencapai Rp1 juta per bulan.

Kue penganan rata-rata bersumber dari kebun sendiri atau dibeli dari petani setempat. Di Kafe ini, pengunjung dapat membeli produk olahan perkebunan petani, seperti VCO (minyak kelapa suling) dalam bentuk kapsul, sirup dan semprotan. Selain itu, dodol durian, dempo pisang, kripik pisang, dan asinan bengkoang.

Khusus untuk meracik aneka jenis kopi menjadi minuman yang nikmat, seperti kopi Masnah mengaku belajar dari media sosial menjadi barista. Keahlian ini juga kemudian ditularkan kepada pengunjung yang ingin belajar menjadi barista tanpa dipungut bayaran.

"Prinsip saya, di kafe ini kita dapat saling berbagi, berbagi informasi, pengetahuan, dan pengalaman hidup sekaligus menjadikan basis menggerakkan pembangunan di daerah," tandasnya.

Hal itu dibenarkan konsultan ahli dari PT MARS Siti Maryam yang selama ini bermitra sekaligus membantu mendampingi kelompok binaan Masnah.

Siti Maryam mengatakan bahwa sebagai pembina kelompok-kelompok kreatif di lapangan, san gat terbantu dengan adanya sosok seperti Masnah yang mampu memberikan motivasi dan menggerakkan masyarakat desa. Menumbuhkan kecintaan untuk mengelola lahan pertanian, halaman rumah, dan mengelola limbah menjadi kompos bukanlah hal mudah."Butuh keseriusan, kegigihan, dan kesabaran. Masnah mampu melewati semua itu," ujarnya.

Tentu saja, ke depan dibutuhkan kader-kader baru seperti Masnah agar petani tidak membengkalaikan kebun atau lahannya karena berbondong-bondong ke kota mencari pekerjaan yang penuh iming-iming ataupun keluar negeri menjadi buruh kasar. Padahal, petani dengan sentuhan pengetahuan dan keterampilan dapat menyejahterakan diri dan membiaskan pada orang-orang di sekitarnya.

Semangat dan perjuangan Masnah dalam 1 dasawarsa di tanah Luwu telah menjadi salah satu bukti dari nilai-nilai perjuangan R.A. Kartini sudah terimplementasikan di lapangan. Semoga kartini-kartini lainnya pada zaman milenial ini dapat memosisikan diri dengan baik dan melanjutkan estafet perjuangan R.A. Kartini. Masnah Masud (Foto ANTARA/Suriani Mappong)

Pewarta : Suriani Mappong
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024