Makassar (Antaranews Sulsel) - Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah melepas ekspor tiga kontainer bonggol jagung dengan negara tujuan Jepang.

"Ini luar biasa, sesuatu yang dianggap sampah, yang biasanya hanya dibakar dan menjadi polusi udara ternyata bernilai dan bisa diekspor," kata Nurdin di sela pelepasan ekspor tersebut, di Kabupaten Maros, Kamis.

Menurut Nurdin, ekspor bonggol jagung ini merupakan salah satu inovasi yang harus ditingkatkan khususnya ketika kurs rupiah terhadap dolar US melemah.

"Jadi kenaikan dolar US ini bisa menjadi peluang, dengan meningkatkan ekspor," ujarnya.

Ia berharap pihak pengekspor juga memberikan harga yang menguntungkan bagi petani, sehingga usaha ini menguntungkan kedua belah pihak, petani maupun pengusaha.

"Kalau saat ini harga pembelian Rp10 ribu per karung, ke depan kami harap bisa ditingkatkan," imbuhnya.

Selain bonggol jagung, beberapa komoditas lain yang didorong untuk ekspor adalah komoditas perkebunan seperti kopi, kakao, dan jambu mete.

Sementara Direktur CV Agro Lestari Mandiri Andi Arifuddin mengatakan saat ini perusahaan tersebut mengekspor hingga 150 ton bonggol jagung per bulan ke Jepang.

"Kami adalah perusahaan pengekspor bonggol jagung pertama di kawasan Indonesia Timur," katanya.

Dengan harga 176 dolar US per ton, pihaknya, bisa meraih omzet sekitar 26,4 ribu dolar US per bulan, atau sekitar Rp4,6 miliar per tahun, dengan asumsi kurs Rp14.800 per dolar US.

Pasar untuk komoditas ini, ujarnya, juga masih terbuka lebar. Jepang yang menggunakan bahan ini sebagai media tumbuh jamur, jelasnya, membutuhkan sekitar empat hingga lima ribu ton bonggol jagung per bulan. Sebagian besar kebutuhan tersebut dipenuhi dari China dan Vietnam.

"Saat ini kalau dari Indonesia hanya ada dari Surabaya sekitar seribu ton per bulan, dan dari Makassar," ujarnya.

Untuk memenuhi kebutuhan bonggol jagung ini, pihaknya juga membeli dari perusahaan penggiling jagung yang terletak tidak jauh dari lokasi usahanya. Bonggol tersebut, didatangkan dari daerah Jeneponto, Bantaeng, dan Takalar, dengan ketentuan kadar air sekitar 11 persen.

"Kalau kadar air sudah mencapai 12 persen, bonggol terancam berjamur," ucapnya.

Ia mengaku memulai usaha ini di Kabupaten Bantaeng pada tahun 2011, saat Nurdin Abdullah menjabat sebagai bupati periode pertama, sebelum akhirnya pindah ke Maros pada 2012.

"Kami mendapat banyak bantuan dan fasilitasi dari pak bupati (Bupati Bantaeng saat itu dijabat Nurdin Abdullah) sewaktu kami baru mulai mendirikan usaha di Bantaeng," kata dia.

Pelepasan ekspor ini ditandai pemecahan kendi ke mobil kontainer oleh Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah.

Pewarta : Nurhaya J Panga
Editor : Amirullah
Copyright © ANTARA 2024