Makassar (ANTARA News)- Universitas Hasanuddin bekerja sama dengan The Australia-Indonesia Centre (AIC) dan Rumahta Artspace menyelenggarakan International Symposium Makassar-Nothern Australia : An Endurin Relationship atau sejarah hubungan antara orang Makassar dan suku aborigin Australia.

Kasubdit Humas dan Informasi Publik Direktorat Komunikasi Universitas Hasanuddin Ishaq Rahman di Makassar, Selasa, mengatakan simposium ini mengeksplorasi hubungan sejarah antara nelayan Makassar dan kelompok Yol yang berada di wilayah Australia Utara.

Kelompok suku Yol adalah salah satu kelompok etnis Aborigin, penduduk asli Australia. Pelayar suku Makassar dan kelompok orang Yol dipercaya telah memiliki hubungan dan kontak pada tahun 1700-an.

Sehingga, melalui simposium ini hubungan dan interaksi kedua etnis tersebut ingin dibangun kembali melalui program pertukaran seni dan budaya, yaitu Makassar-Yirkalla Artist Exchange Program," katanya.

Program pertukaran seniman ini disponsori oleh AIC, difasilitasi oleh Rumahta Artspace dan University of Melbourne. Dalam program tersebut Australia mengirim 3 seniman Yol ke Makassar, yakni Dio Marimunuk Gurruwiwi, Barayuwa Munuggurr, dan Arian Pearson.

Ketiga seniman Yirrkala, Australia Utara, ini dihadirkan untuk bertemu dan berdiskusi tentang hubungan orang Aborigin dan Makassar. Dalam kesempatan ini pula, komunitas seni dan budaya Rumahta menghadirkan 3 seniman asal Makassar, yaitu ?Adi Gunawan, Muhammad Rais, dan Nurabdiansyah.

Kegiatan simposium internasional ini dihadiri oleh Rektor Unhas, Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu MA, Ketua Australia-Indonesia Centre, Harold Mitchell AC, dan Konjen Australia di Makassar, Richard Mathews.

Selain itu, hadir pula pembicara asing dan lokal, yakni Head Wilin Centre, Victorian College of The Arts, University of Melbourne, Associate Professor Richard Frankland, Associate Director Victorian College of The Arts, University of Melbourne, Dr. Danny Butt, serta Direktur Rumahta Artspace, Dr. Lily Yulianti Farid, dan dosen UNM Dr. Halilintar Lathief, MPd.

Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu mengatakan, kemajuan ilmu pengetahuan menuntut kita untuk lebih sadar dalam mengkaji dan memecahkan masalah global.

Pada saat yang sama, menurutnya, kita harus berkolaborasi satu sama lain dalam menghadapi berbagai masalah tersebut, tidak terkecuali dalam pertemuan ilmiah ini.

"Indonesia dan Australia adalah dua negara bertetangga. Keduanya juga berada di kawasan Asia Pasifik. Indonesia dan Australia juga punya hubungan sejarah, dimana Suku Bugis-Makassar dan Aborigin telah menjalin kontak. Saya percaya, hal ini dapat mempererat hubungan keduanya," ujarnya.

Ketua AIC Harold Mitchell AC menyatakan terima kasihnya kepada berbargai mitra yang telah menyukseskan acara ini. Dia mengatakan, masih terkesan dengan pernyataan Presiden Prancis, Jacques Chirac, 20 tahun lalu, yang mengatakan orang Aborigin adalah manusia pertama di dunia.

"Karenanya saya merasa terhormat berada di Makassar untuk membahas persaudaraan orang Aborigin dan masyarakat Makassar," kata Mitchell.

Pewarta : Abdul Kadir
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024