Makassar (Antaranews Sulsel) - Alokasi anggaran untuk perlindungan anak oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sangat minim bahkan relatif kecil secara nominal dengan proporsinya rendah.

"Artinya, setiap Rp1.000 yang dikeluarkan dari kas pemerintah daerah, hanya Rp1,7 yang diperuntukkan untuk perlindungan anak," ungkap Specialis Proteksi Anak Unicef, Amelia Tristiana di hotel Ibis Makassar, Kamis.

Dalam pemaparannya saat kegiatan Desimiliasi Hasil Studi Financial Bechmarking Perlindungan Anak dan Isu Brief seri advokasi serta Desimilasi Hasil Kajian Pembiayaan atau Costing Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif (PKSAI), dengan anggaran tersebut dinilai sulit.

Bila dihitung dari seluruh pengeluaran Pemerintah Daerah di Sulsel termasuk di 24 kabupaten kota hanya 0,17 persen yang dialokasikan untuk perlindungan anak.

Jika diamati pengeluaran per kapita, lanjut dia, alokasi anggaran untuk perlindungan anak hanya sekitar 0,47 persen. Artinya, untuk setiap Rp1.000 yang dibelanjakan per orang oleh pemprov dan semua kabupaten kota, hanya Rp4,7 h per anak dibelanjakan bagi perlindungannya.

"Kondisi inilah telah menghambat upaya pencapaian hasil perlindungan anak. Dari baseline memprioritaskan kembali pendanaan terbatas dari sektor lain," ungkap Tri.

Sementara pengeluaran keseluruhan di tingkat kabupaten kota merupakan sumber pembiayaan yang penting bagi perlindungan anak. Rata-rata 95 persen belanja perlindungan anak berasal dari pemerintah kabupaten/kota, dan 5 persen dari pemerintah provinsi.

 Ini terlepas dari kenyataan bahwa secara absolut, tingkat pengeluaran dari pemerintah provinsi jauh melebihi setiap kabupaten/kota.

Sebagai gambaran, total pengeluaran Pemprov Sulsel tujuh kali lebih besar dari Kabupaten Bantaeng dan hampir enam kali lebih besar dari Kabupaten Pinrang.

Bila dilihat dari perspektif pengalokasian, dana yang dialokasikan untuk perlindungan anak menyebar pada berbagai bidang layanan.

Isu perlindungan anak mulai mengemuka ketika berbagai bentuk bahaya, ancaman, kekerasan, diskriminasi, eksploitasi, dan segala perlakuan negatif terhadap anak semakin menunjukkan intensitas yang tinggi.

Berdasarkan data Lembar Fakta Pembangunan Bidang Perlindungan Anak Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2018. Data tahun 2017 menunjukkan sebanyak 31 persen dari semua anak-anak dalam tahanan telah melalui putusan pidana penjara, yang jauh lebih tinggi dibanding rata-rata nasional sebanyak 22 persen.

Terjadi peningkatan persentase jumlah anak berkonflik dengan hukum sebanyak rata-rata 3 persen setiap bulannya pada 9 Lembaga Pemasyarakatan dan 15 Rumah Tahanan di Sulsel.

Lembar Fakta juga menunjukkan di tahun 2015 sebanyak 11 kabupaten kota di Sulsel melakukan pembinaan di shelter bagi 1.650 pekerja anak untuk meningkatkan keterampilan vokasi mereka. Kemudian terdapat 302 Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) yang menangani 24.537 anak.

Lebih dari 90 persen anak-anak ini masih memiliki satu atau kedua orang tua. Dalam masa penanganan, anak-anak ini hidup terpisah dari orang tua maupun lingkungan keluarga.

Diterbitkannya Peraturan Daerah nomor 4 tahun 2013 tentang Sistem Perlindungan Anak untuk mengakhiri kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi, dan penelantaran terhadap anak-anak. Namun sejauh mana komitmen dan perhatian tersebut terjabarkan ke dalam tindakan nyata, tapi masih perlu pembuktian.

Kepala Bidang Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Sulsel, Nuranti pada kesempatan itu menyebutkan hanya 0,003 persen dari total APBD 2018 yang dialokasikan untuk perlindungan anak atau sekitar Rp4,7 per anak.

Untuk tahun ini, anggaran DP3A Sulsel hanya Rp6 miliar dari total anggaran, tapi didalamnya ada belanja tidak langsung seperti gaji dan lainnya atau dua pertiga dari porsi anggaran, selanjutnya anggaran belanja langsung sedikit.

"Memang kelihatan besar dalam satu instansi, tapi dihitung untuk khusus perlindungan anak di salah satu bidang hanya dianggarkan Rp1 miliar untuk 24 kabupaten kota, apa yang mau dilakukan untuk perlindugan anak bila anggaran hanya Rp1 miliar," ucap dia.

Kendati demikian pihaknya berharap kedepan tidak lagi menunggu adanya korban baru anggaran digelontorkan, tetapi lebih baik sistem perlindungan dilakukan sejak awal sebagai bentuk pencegahan terjadinya perilaku penyimpangan anak.

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Suriani Mappong
Copyright © ANTARA 2024