Makassar (ANTARA) - Manajemen hotel Rinra diduga menguasai seluruh lahan negara di lokasi gedung Celebes Convention Center (CCC) termasuk pengelolaan lahan parkir di jalan Metro Tanjung Bunga Makassar, Sulawesi Selatan.

"DPRD Sulsel meminta pengelolaan gedung CCC itu dalam hal ini Pemprov Sulsel untuk menjelaskan alasan-alasan kenapa harus dipindahkan ke pihak manajemen hotel yang merupakan pihak swasta, padahal itu semua lahan negara," ungkap anggota DPRD Sulsel Andi Irwandi Natsir di Makassar, Jumat.

Menurutnya, pemindah alihan pengelolaan lahan negara untuk komersialisasi pihak swasta sama sekali tidak bisa diterima akal sehat, dan diduga ada pelanggaran disitu.

Padahal, tujuan pembangunan CCC tersebut diperuntukkan sebagai wadah masyarakat untuk mengembangkan kreativitas termasuk pelaku ekonomi kecil, bukan malah dikelola korporasi pihak swasta yang tidak memberikan kontribusi kepada negara.

"Kita menyarankan agar tetap dikelola profesional oleh pihak CCC, agar pemasukannya Pendapatan Asli Daerah (PAD) bisa masuk ke kas provinsi," tegasnya.

Secara terpisah, Hendra salah seorang pengunjung gedung CCC saat diminta tanggapan soal pengelolaan lahan parkir yang kini dikuasai manajemen hotel The Rinra dengan sistem elektronik juga mengeluhkan mahalnya biaya parkir.

"Memang aman pak, tapi mahal. Kalau kita berjam-jam disini bisa bayar lebih apalagi kalau ada acara seperti sekarang ini,"beber dia.

Ia juga tidak setuju uang yang dikeluarkan untuk biaya parkir larinya ke pihak swasta, bukan mengalir ke kas negara yang seharusnya pengeloaan lahan parkir itu dikelola pihak manajemen CCC atau pemerintah setempat.

"Sebenarnya saya tidak ikhlas uang saya dikasih manajemen hotel, kalau uangnya parkir ini ke negara, pasti kembali ke rakyat, kalau swasta lari kemana? pasti buat keuntungannya perusahaan mereka saja," ucap aktivis mahasiswa itu.

Ketua Panitia Khusus (Pansus) LKPJ Gubenur Sulsel, Nurhidayati dalam Rapat Paripurna di Kantor DPRD Sulsel baru-baru ini telah mengeluarkan 16 rekomendasi kepada gubernur untuk segera ditindaklanjuti, salah satunya soal pengelolaan lahan negara di CCC.

Dalam rekomendasi poin delapan disebutkan, terkait lahan parkir di CCC dan penambahan peruntukan hotel The Rinra dan Mal Phinisi Point, pada perjanjian awal hanya peruntukan hotel.

Namun belakangan muncul pembangunan Mal Phinisi Point, padahal dalam perjanjian awal pembangunan hanya diperuntukan untuk hotel. Bahkan pihak manajemen kini malah menguasai seluruh lahan parkiran termasuk area sekitar gedung.

Tidak hanya itu, sejak dibukanya hotel Rinra dan Mal Phinisi Poin, sudah memasuki tahun keempat belum ada pemasukan ke kas negara. Manajemen berdalih belum Grand Launching (peluncuran besar) dan baru Soft opening lauching (percobaan), padahal pemasukan di lokasi itu sangat besar.

"Direkomendasikan kepada gubernur agar meninjau kembali perjanjian kerjasama (MoU) dengan pihak manajemen hotel The Rinra paling lambat 90 hari setelah dikeluarkannya rekomendasi ini," tegasnya.

Pembangunan hotel tersebut berdiri di tengah-tegah gedung CCC. Awalnya, kerja sama ini diharapkan dapat menambah pemasukan PAD Pemerintah Provinsi saat itu dibawa kendali mantan Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo.

Hotel berbintang empat itu pun dibangun dan kenakan nama anak bungsunya, Rinra Sujiwa Syahrul sebagai bentuk memoriam karena telah meninggal dunia saat sedang ikut pendidikan di kampus STPD Jatinangor.

Saat ini hotel itu pun dibawah kendali Phinisi Hospitality, adalah salah satu perusahaan besar yang mengela hotel dan menguasai hampir seluruh hotel di Sulsel dan Sulawesi Barat dibawa kepemipinan Wilianto Tanta.

Sementara Mal Pipo dibangun bersebelahan hotel Rinra itu juga masih milik negara dan masih dikomersilkan pihak swasta, ironisnya mal ini tidak ada dalam perjanjian. Lokasi parkir di kelola pihak mal pun masih milik negara dengan jumlah pengunjung per harinya bisa mencapai lima ribuan orang, belum di waktu dihari libur.

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024