Makassar (Antara Sulsel) - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPRD Sulawesi Selatan menyoroti pembangunan hingga perjanjian kerja sama Hotel Rinra yang berada persis di tengah lahan Celebes Convention Center (CCC) milik Pemerintah Provinsi.
"Adanya perubahan perjanjian kerja sama Pemprov Sulsel dengan manajemen Hotel Rinra sampai saat ini tidak ada kejelasan. Apakah hasil temuan BPK itu ditindaklanjuti atau tidak, belum diketahui," kata Juru Bicara Fraksi PKS Andi Jahida Ilyas saat Rapat Paripura pandangan umum fraksi di Sekretariat DPRD Sulsel di Makassar, Senin.
Selain itu, masalah kedua, lahan di CCC adalah milik Pemrov seenaknya dimanfaatkan oleh pengelola hotel ini sebagai lahan parkir dan menarik retribusi di situ, padahal masih aset pemerintah.
Bahkan bukan rahasia umum, diketahui nama hotel Rinra tersebut diambil dari nama anak Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo, yang berdiri persis di tengah lahan CCC untuk dikomersilkan, padahal masih lahan pemerintah.
"Ada potensi kehilangan pendapatan bila ini terus berlanjut. Pembangunan hotel yang digabungkan dengan mal di tengah lahan pemerintah bahkan lahan parkir pun diambil tentu dipertanyakan. Apakah hasil temuan BPK itu sudah ditindaklanjuti mohon penjelasan," papar Jahida.
Diketahui, Hotel Rinra dan Mal Phinisi Point masuk dalam Grup Phinisi Hospitality yang dimiliki pengusaha tionghoa Wilianto Tanta, dikenal sangat dekat dengan pejabat daerah termasuk Gubernur Sulsel.
Grup Phinisi Hospitality di antaranya Hotel Quality Plaza Makassar, Hotel Grand Clarion Makassar, Hotel Grand City di jalan Perintis Kemerdekaan Makassar dan Hotel Grand Clarion Kendari, sedangkan hote; The Rinra merupakan hotel bintang lima terintegrasi dengan mal, namun ironis lahannya milik pemerintah.
Sebelumnya, Komisi C DPRD Sulsel telah melakukan peninjauan di lokasi milik Pemprov Sulsel itu yang dibangun Hotel Rinra belum lama ini. Dalam peninjauan itu, jelas-jelas hotel ini dibangunan di tengah-tengah aset pemprov.
Dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) terungkap pembagian pendapatan atau bagi hasil itu sebesar 80:20, dengan rincian 80 persen bagi investor pengembang Hotel Rinra dan PT Makassar Phinisi Seaside Hotel sementara hanya 20 persen untuk Pemprov Sulsel sebagai pemilik lahan.
"Bagi hasil seperti ini tentu hanya menguntungkan investor bukan daerah, apalagi mereka kelola selama 30 tahun. Kalau peruntukan hotel sebenarnya tidak menjadi masalah, tapi mal-nya kenapa ikut dibangun tanpa ada penyampaian ke kami, ini tidak benar dan melanggar, karena tidak ada klausul dalam PKS itu," beber Nupri salah satu anggota dewan.
Apabila kegiatan pembangunan hotel dan mal ini tetap dilanjutkan, maka akan berimplikasi pada proses hukum. Meskipun Pemprov berlindung pada petunjuk Permendagri nomor 17 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah yang mengatur pemanfaatan aset oleh pihak ketiga tanpa diawasi DPRD setempat.
"Ini nantinya bisa menjadi temuan, kami Komisi C DPRD Sulsel sudah memperingatkan, bila terjadi masalah hukum kami tidak bertanggungjawab kendati kami berfungsi sebagai pengawas,"katanya,