Makassar (ANTARA News) - Beban pembayaran pemerintah ke PT Energy Equity Epic Sengkang (PT EEES) melalui PLN wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tenggara mencapai Rp11,2 miliar per bulan.

Menurut Pelaksana Harian General Manager PT. PLN Sultanbatara, Ir. rasulong Ismail di Makassar, Jumat, pembayaran itu dibebankan hanya untuk membeli daya yang diproduksi PT EEES melalui Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Sengkang.

Ia mengungkapkan, saat ini pembangkit listrik di Sengkang tengah mengalami pemeliharaan mesin GT21 yang baru-bari ini mengalami kerusakan.

Manajer Bidang Pembangkit PT PLN Sultanbatara, H. Mursalin M. Nur mengatakan, ketergantungan sistem kelistrikan PLN terhadap pasokan daya dari PLTG Sengkang cukup besar, kontribusinya sekitar 30 persen lebih dari total daya terpasang kelistrikan Sulsel, jika pasokan itu mencapai 195 MW.

"Harga pembelian PLN Rp600 per kwh atau sekitar Rp75 juta per jam. Kalau ke luar lima jam saja per hari selama satu bulan, konsumsi kira-kira sebesar 1,5 MW (megawatt)," ungkapnya.

Pemadaman, lanjutnya sulit dihindari jika suplai listrik PLTG Sengkang terganggu sebab kebutuhan listrik Sulsel di saat pemakaian beban puncak mencapai 560 MW, sementara kemampuan PLN hanya sekitar 480 MW.

"Ini yang rumit, kalau pembangkit Sengkang terganggu akibat kerusakan mesin. Bayangkan saja, berapa waktu yang dibutuhkan untuk perbaikan mesin. Bautnya saja impor dari luar negeri, bagaimana dengan komponen penting lainnya," ucapnya.

PLN sejauh ini telah meminta 56 industri di Makassar yang selama ini menjadi pelanggan PLN untuk sementara waktu ke luar dari sistem kelistrikan Sulsel khususnya di saat terjadi beban puncak yang dimulai sekitar pukul 18.00 - 22.00 Wita.

Penutupan listrik sementara itu untuk menghindari terjadinya pemadaman bergilir di masyarakat akibat sistem kelistrikan Sulsel mengalami kekurangan daya akibat PLTG terganggu. (T.KR-HK/S004)

  

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024