Makassar (ANTARA) - Pemerhati korban HIV/AIDS yang juga pendiri Yayasan Gaya Celebes Andi Akbar Halim mengatakan, koalisi advokasi penganggaran HIV/AIDS di Makassar mendorong kebijakan pemerintah yang berpihak pada korban Napza.
Hal itu dikemukakan Akbar di Makassar, Selasa, menanggapi pentingnya kebijakan pemerintah berpihak pada persoalan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.
Dia mengatakan, penganggaran pencegahan dan penanganan kasus HIV/AIDS melalui KPA Kota Makassar yang selama ini dialokasikan, disinyalir hanya di Dinas Kesehatan Makassar saja baik pada APBD Perubahan 2019 maupun RABPD 2020.
Menurut dia, pentingnya penganggaran itu untuk mendukung komunitas dan penggiat HIV/AIDS, karena pemerintah tidak dapat berjalan sendiri tanpa bantuan stakeholder lainnya.
Karena itu, pemerintah harus memiliki rencana konkret untuk mendukung peranserta LSM dan organisasi komunitas dalam respon penanggulangan HIV/AIDS, termasuk memberikan penganggaran yang mendukung komunitas korban HIV/AIDS.
Hal tersebut dinilai penting, karena program penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia berupaya mewujudkan cita-cita besarnya dalam memastikan pemenuhan akses universal terhadap pencegahan dan pengobatan bagi masyarakat khususnya kepada kelompok berisiko tinggi (populasi kunci).
"Pemerintah dan LSM atau komunitas tidak boleh berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama," katanya.
Hal ini sejalan dengan upaya komunitas korban Napza Makassar yang menggelar pertemuan koordinasi lintas sektor untuk kelanjutan program Harm Reduction dan HIV/AIDS di Makassar, pada 4 - 6 November 2019.
Menurut Koordinator Lembaga Persaudaraan Korban Napza Makassar (L-PKNM) Farid Satria, pertemuan lintas sektor digelar untuk mengoptimalkan upaya penanggulangan HIV-AIDS dan narkotika.
Saat ini, kata Farid, pihaknya membutuhkan keterlibatan berbagai sektor, baik pemerintah maupun lembaga nonpemerintah. Selain kebijakan yang dihasilkan, pemerintah juga telah cukup berhasil melakukan penataan layanan di beberapa layanan kesehatan.
“Hanya saja proporsi sumber dana dalam menjalankan program-program itu, sebagian besar masih berasal dari dukungan donor luar, dan belakangan diketahui pihak-pihak donor akan memberhentikan dukungan pendanaannya membantu pemerintah,” ujarnya.
Karena itu, pihaknya berharap agar pemerintah dapat menyisihkan alokasi anggaran yang signifikan melalui APBD sebagai bentuk keberpihakan pada program pencegahan dan penanggulangan kasus HIV/AIDS.
Hal itu dikemukakan Akbar di Makassar, Selasa, menanggapi pentingnya kebijakan pemerintah berpihak pada persoalan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.
Dia mengatakan, penganggaran pencegahan dan penanganan kasus HIV/AIDS melalui KPA Kota Makassar yang selama ini dialokasikan, disinyalir hanya di Dinas Kesehatan Makassar saja baik pada APBD Perubahan 2019 maupun RABPD 2020.
Menurut dia, pentingnya penganggaran itu untuk mendukung komunitas dan penggiat HIV/AIDS, karena pemerintah tidak dapat berjalan sendiri tanpa bantuan stakeholder lainnya.
Karena itu, pemerintah harus memiliki rencana konkret untuk mendukung peranserta LSM dan organisasi komunitas dalam respon penanggulangan HIV/AIDS, termasuk memberikan penganggaran yang mendukung komunitas korban HIV/AIDS.
Hal tersebut dinilai penting, karena program penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia berupaya mewujudkan cita-cita besarnya dalam memastikan pemenuhan akses universal terhadap pencegahan dan pengobatan bagi masyarakat khususnya kepada kelompok berisiko tinggi (populasi kunci).
"Pemerintah dan LSM atau komunitas tidak boleh berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama," katanya.
Hal ini sejalan dengan upaya komunitas korban Napza Makassar yang menggelar pertemuan koordinasi lintas sektor untuk kelanjutan program Harm Reduction dan HIV/AIDS di Makassar, pada 4 - 6 November 2019.
Menurut Koordinator Lembaga Persaudaraan Korban Napza Makassar (L-PKNM) Farid Satria, pertemuan lintas sektor digelar untuk mengoptimalkan upaya penanggulangan HIV-AIDS dan narkotika.
Saat ini, kata Farid, pihaknya membutuhkan keterlibatan berbagai sektor, baik pemerintah maupun lembaga nonpemerintah. Selain kebijakan yang dihasilkan, pemerintah juga telah cukup berhasil melakukan penataan layanan di beberapa layanan kesehatan.
“Hanya saja proporsi sumber dana dalam menjalankan program-program itu, sebagian besar masih berasal dari dukungan donor luar, dan belakangan diketahui pihak-pihak donor akan memberhentikan dukungan pendanaannya membantu pemerintah,” ujarnya.
Karena itu, pihaknya berharap agar pemerintah dapat menyisihkan alokasi anggaran yang signifikan melalui APBD sebagai bentuk keberpihakan pada program pencegahan dan penanggulangan kasus HIV/AIDS.