Batam (ANTARA) - Wali Kota Batam Kepulauan Riau Muhammad Rudi membantah memiliki taksi konvensional, seperti tudingan yang ditujukannya selama ini.
Wali Kota di Batam Selasa menyatakan selama ini memang bersikap baik dengan supir taksi konvensional, hanya karena ingin menjamin keamanan kota, agar tidak terjadi bentrokan dengan supir taksi dalam jaringan.
"Dari saya hidup sampai hari ini, saya tidak punya satu taksi pun," kata dia.
Ia mengaku mendengar kabar miring yang beredar di masyarakat bahwa ia memiliki sejumlah taksi konvensional, sebab itulah ia berlaku seola-olah memihak pada supir taksi pangkalan.
Padahal, sikapnya hanya untuk memastikan kota aman. Makanya kemudian dibuat kebijakan pembatasan kepada pengemudi taksi daring, untuk tidak mengambil penumpang di tempat-tempat tertentu.
"Bandara ada taksi sendiri, ini supaya enggak bentrok saja karena jumlahnya sampai ribuan," kata dia.
Ia menegaskan aturan mengenai taksi sebenarnya merupakan wewenang Pemerintah Provinsi Kepri. Pemkot pun telah mengirimkan surat kepada Pemprov agar dibuat kebijakan demi mengurai masalah itu.
Sayangnya, Pemprov tidak juga memberikan jawaban.
Sementara itu, kisruh antara pengemudi taksi pangkalan dengan taksi daring di Batam terus berkelanjutan.
"Ini bukan kejadian sekali. Sudah berulang kali sejak 2017, sejak dikeluarkan aturan khusus taksi daring. Terjadi kegaduhan hampir tiap pekan," kata Kepala Dinas Perhubungan Kota Batam, Rustam Efendi.
Kegaduhan antara pengendara taksi itu terjadi di tempat vital seperti bandara dan pelabuhan internasional, sehingga dikhawatirkan dapat mencoreng citra kota tujuan pariwisata itu.
Ia mengatakan Dishub hanya bisa menengahi saja setiap ada kegaduhan antartaksi, karena kebijakan mengenai itu menjadi wewenang pemerintah provinsi, bukan pemerintah kota.
Pemkot Batam meminta Pemprov Kepri membuat kebijakan yang lebih formal terkait nasib kedua taksi itu, agar tidak terus bertikai.
"Saya berharap Pemprov beri ketegasan. Kami harap ada kebijakan permanen terhadap regulasi taksi," kata dia.
Wali Kota di Batam Selasa menyatakan selama ini memang bersikap baik dengan supir taksi konvensional, hanya karena ingin menjamin keamanan kota, agar tidak terjadi bentrokan dengan supir taksi dalam jaringan.
"Dari saya hidup sampai hari ini, saya tidak punya satu taksi pun," kata dia.
Ia mengaku mendengar kabar miring yang beredar di masyarakat bahwa ia memiliki sejumlah taksi konvensional, sebab itulah ia berlaku seola-olah memihak pada supir taksi pangkalan.
Padahal, sikapnya hanya untuk memastikan kota aman. Makanya kemudian dibuat kebijakan pembatasan kepada pengemudi taksi daring, untuk tidak mengambil penumpang di tempat-tempat tertentu.
"Bandara ada taksi sendiri, ini supaya enggak bentrok saja karena jumlahnya sampai ribuan," kata dia.
Ia menegaskan aturan mengenai taksi sebenarnya merupakan wewenang Pemerintah Provinsi Kepri. Pemkot pun telah mengirimkan surat kepada Pemprov agar dibuat kebijakan demi mengurai masalah itu.
Sayangnya, Pemprov tidak juga memberikan jawaban.
Sementara itu, kisruh antara pengemudi taksi pangkalan dengan taksi daring di Batam terus berkelanjutan.
"Ini bukan kejadian sekali. Sudah berulang kali sejak 2017, sejak dikeluarkan aturan khusus taksi daring. Terjadi kegaduhan hampir tiap pekan," kata Kepala Dinas Perhubungan Kota Batam, Rustam Efendi.
Kegaduhan antara pengendara taksi itu terjadi di tempat vital seperti bandara dan pelabuhan internasional, sehingga dikhawatirkan dapat mencoreng citra kota tujuan pariwisata itu.
Ia mengatakan Dishub hanya bisa menengahi saja setiap ada kegaduhan antartaksi, karena kebijakan mengenai itu menjadi wewenang pemerintah provinsi, bukan pemerintah kota.
Pemkot Batam meminta Pemprov Kepri membuat kebijakan yang lebih formal terkait nasib kedua taksi itu, agar tidak terus bertikai.
"Saya berharap Pemprov beri ketegasan. Kami harap ada kebijakan permanen terhadap regulasi taksi," kata dia.