Jakarta (ANTARA) - Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan Islam tidak anti melakukan kerja sama dengan aseng yang merujuk pada China.
"Islam antiaseng itu pemikiran yang salah," kata Menag Fachrul di hadapan hadirin Rapat Pleno ke-47 Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia di Jakarta, Rabu.
Sebagai informasi, kata 'aseng' sudah banyak digunakan untuk menyebut etnis China di Indonesia. Warga Tionghoa yang berada di Indonesia kerap disebut dengan 'aseng' oleh warga Indonesia.
Ia mencontohkan Arab Saudi kini menjalin sejumlah kemitraan strategis dengan China untuk membangun infrastruktur di negara itu tanpa meninggalkan identitas ke-Islamannya.
Fachrul mengatakan China dan tenaga kerjanya menjadi aktor utama agar fasilitas kereta cepat buatan Rusia relasi Madinah-Jeddah-Mekkah dapat dibangun.
Menteri Agama Fachrul Razi (tiga kiri) saat berbicara di depan hadirin Rapat Pleno ke-47 Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia di Jakarta, Rabu (8/1/2020). Dia menyampaikan umat Islam agar tidak anti terhadap aseng atau China karena kemitraan di masa kini penting. (ANTARA/Anom Prihantoro)
Kemudian, kata dia, kereta Arafah-Muzdalifah-Mina juga kontraktornya adalah China.
Menag menengarai persoalan tenaga kerja dan kontraktor China yang menggarap infrastruktur di Saudi tidak menjadi persoalan.
"Bedanya di sana tidak banyak pengangguran sehingga dikerjakan pekerja China," katanya.
Saudi, kata dia, kini sudah mulai berbenah menuju alam keterbukaan sementara sejumlah masyarakat Indonesia menginginkan seluk beluk kehidupan layaknya di Timur Tengah.
Ia mempertanyakan pihak yang menginginkan penerapan konservatisme di Indonesia layaknya di Timur Tengah. Menurut dia, era Timur Tengah mana sejatinya yang diinginkan itu apakah masa kini atau masa lalu.
"Bioskop di Aceh dihancurkan. Di Saudi kini punya dua. Perempuan di sana menyetir bebas. Saudi terbuka penampilan dengan musik dan orkestra. Tidak ada khutbah tanpa persetujuan pemerintah," katanya.
"Islam antiaseng itu pemikiran yang salah," kata Menag Fachrul di hadapan hadirin Rapat Pleno ke-47 Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia di Jakarta, Rabu.
Sebagai informasi, kata 'aseng' sudah banyak digunakan untuk menyebut etnis China di Indonesia. Warga Tionghoa yang berada di Indonesia kerap disebut dengan 'aseng' oleh warga Indonesia.
Ia mencontohkan Arab Saudi kini menjalin sejumlah kemitraan strategis dengan China untuk membangun infrastruktur di negara itu tanpa meninggalkan identitas ke-Islamannya.
Fachrul mengatakan China dan tenaga kerjanya menjadi aktor utama agar fasilitas kereta cepat buatan Rusia relasi Madinah-Jeddah-Mekkah dapat dibangun.
Kemudian, kata dia, kereta Arafah-Muzdalifah-Mina juga kontraktornya adalah China.
Menag menengarai persoalan tenaga kerja dan kontraktor China yang menggarap infrastruktur di Saudi tidak menjadi persoalan.
"Bedanya di sana tidak banyak pengangguran sehingga dikerjakan pekerja China," katanya.
Saudi, kata dia, kini sudah mulai berbenah menuju alam keterbukaan sementara sejumlah masyarakat Indonesia menginginkan seluk beluk kehidupan layaknya di Timur Tengah.
Ia mempertanyakan pihak yang menginginkan penerapan konservatisme di Indonesia layaknya di Timur Tengah. Menurut dia, era Timur Tengah mana sejatinya yang diinginkan itu apakah masa kini atau masa lalu.
"Bioskop di Aceh dihancurkan. Di Saudi kini punya dua. Perempuan di sana menyetir bebas. Saudi terbuka penampilan dengan musik dan orkestra. Tidak ada khutbah tanpa persetujuan pemerintah," katanya.