Makassar (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar, Sulawesi Selatan, dalam menjalankan tahapan Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar, tetap berpedoman pada protokol kesehatan dan mitigasi penanganan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).

"Pelaksanaan tahapan pilkada ini merujuk pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 5 Tahun 2020 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pilkada," kata Ketua KPU Kota Makassar Faridl Wajdi saat mengikuti diskusi virtual, Kamis.

Faridl Wajdi menegaskan bahwa seluruh tahapan, program, dan jadwal kampanye harus sesuai dengan protokol kesehatan COVID-19.

Tahapan yang sementara berjalan saat ini, kata dia, pencocokan dan penelitian (coklit) daftar pemilih mulai 15 Juni hingga 13 Agustus 2020. Hal ini sesuai dengan data yang diberikan Kementerian Dalam Negeri untuk dicocokkan.

Selain itu, pelantikan panitia pemungutan suara (PPS) sebagai rangkaian awal pelaksanaan tahapan.

Selanjutnya, pada tanggal 24 Juni—14 Juli pembentukan petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP), pada tanggal 4—6 September masa pendaftaran pasangan calon, pada tanggal 14—18 September penyampaian daftar pemilih sementara (DPS) oleh KPU Kota kepada PPS melalui PPK, kemudian pada tanggal 23 September penetapan pasangan calon.

Berikutnya, pada tanggal 26 September—5 Desember masa kampanye dan debat publik, lalu pada tanggal 19—28 September pengumuman dan tanggapan masyarakat terhadap DPS, kemudian pada tanggal 1—23 Oktober pembentukan dan masa kerja kelompok panitia pemungutan suara (KPPS).

Tahapan selanjutnya, 29 September—3 Oktober, perbaikan DPS oleh PPS, pada tanggal 28 Oktober—6 Desember pengumuman DPS oleh PPS, selanjutnya masa tenang selama 3 hari, dan hari-H pencoblosan pada tanggal 9 Desember 2020.

Lebih lanjut Faridl Wajdi mengemukakan bahwa setiap tahapan tetap menerapkan protokol kesehatan.

Ia menilai respons Pemerintah Kota Makassar sangat baik, termasuk soal penambahan anggaran dan efisiensi pada masa pandemi COVID-19.

"Tentu ada penambahan 219 TPS sesuai dengan ajuran pembatasan orang serta petugas PPDP dan KPPS," kata Faridl Wajdi.

Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Makassar Nursari dalam diskusi virtual itu mengatakan bahwa pihaknya tengah mempersiapkan langkah-langkah
pengawasan yang tepat pada masa pendemi COVID-19. Hal ini mengingat pengawasan pada masa normal berbeda dengan kondisi saat penerapan normal baru.

Nursari mengutarakan bahwa kondisi pengawasan pada masa pandemi tentu berbeda dengan pada masa normal kemarin. Prosedur kesehatan harus diterapkan pada saat pengawasan langsung, termasuk alat pelindung diri (APD).

Menyinggung soal anggaran, Ketua Bawaslu Kota Makassar Nursari mengatakan, "Tidak ada penambahan."

Dalam situas seperti ini, kata dia, regulasi akan berubah sehingga pihaknya meminta Bawaslu Pusat untuk merancang Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) dalam
hal pengawasan pada masa pendemi.

Pada kesempatan yang sama, anggota KPU Provinsi Sulsel Uslimin menegaskan bahwa setiap tahapan pilkada mengacu pada PKPU Nomor 5 Tahun 2020, termasuk pemutakhiran data pemilih turun sebelum pelaksanaan coklit.

KPU kabupaten/kota dalam pelaksanaan pilkada serentak, kata dia, harus memperhatikan protokol kesehatan saat menjalani tahapan. Begitu pula, pengaturan jumlah pemilih di setiap tempat pemungutan suara (TPS).

Pejabat Wali Kota Makassar Yusran Jusuf mengemukakan bahwa pemkot setempat memberikan dukungan penuh kepada penyelenggara pilkada di Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan.

"Kami komitmen soal anggaran dan ini sudah disampaikan kepada Mendagri dan diketahui DPRD Kota Makassar. Dalam APBD, saya kira jelas tercantum di situ anggaran dan penambahannya. Selain itu, pencocokan data pemilih terus dikoordinasikan," kata Yusran Jusuf.

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Firdaus Muhammad memandang perlu penguatan regulasi dan tidak merugikan semua pihak, baik penyelanggara, partai politik, pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah, maupun masyarakat jika ingin pilkada setempat berkualitas.

"Soal regulasinya harus diperkuat, kemudian bagaimana kesiapan masyarakat apakah siap didatangi petugas saat pendataan dan tidak adanya penolakan," katanya.

Menurut Firdaus Muhammad, secara psikologi mereka patut mendapat kenyamanan dan keamanan.

"Hal paling utama adalah bagaimana regulasi ini ada kesepahaman dengan kandidat dan parpol," katanya menandaskan.

Oleh karena itu, dia memandang perlu pada masa normal baru pelaksanaan pilkada secara virtual.

Pewarta : M. Darwin Fatir
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024