Makassar (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Selatan melalui Komisi D, meminta Direksi PT PLN wilayah Sulselrabar diminta segera mengevaluasi  tagihan listrik yang dinilai memberatkan masyarakat di tengah pandemi Coronavirus Disease 2019 ( COVID-19).

"Banyak keluhan yang masuk dari masyarakat ada kenaikan tagihan yang melonjak selama pandemi. Untuk itu Direksi PLN diminta melakukan koreksi pencatatan meteran," ujar Ketua Komisi D, Jhon Rende Mangontan seusai Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Direksi PLN, YLKI, Ombusdman, dan PPM dari perwakilan masyarakat, di kantor DPRD Sulsel, Makassar, Selasa.

Selain itu, PLN diharapkan menyampaikan secara transparan atas melonjaknya tagihan listrik dengan membuka posko-posko pengaduan bagi pelanggan secara profesional, tentunya  menempatkan orang yang berkompeten dibidangnya agar bisa menjelaskan kepada pelanggan terkait besaran tagihan tersebut.

Tidak hanya itu, sebagai perusahaan negara, PLN diminta tidak memutus listrik pelanggan secara sepihak tanpa pemberitahuan, kendati ada keterlambatan pembayaran tagihan sebulan. 

"Sebaiknya transparan kepada pelanggan dan membuka posko lebih banyak lagi agar tidak terjadi penumpukan orang di kantor PLN. Berikan edukasi dan pemberitahuan dan jangan langsung memutus listrik pelanggan hanya karena terlambat membayar, sebab ini masih pandemi, apalagi masa sulit ekonomi," ungkap dia.

General Manager PT PLN Persero Unit Wilayah Induk (UIW) Sulawesi Selatan, Tenggara dan Barat (Sulselrabar), Ismail Deu, pada pertemuan itu menuturkan, tidak ada kenaikan tarif listrik sejak 2017. 

Hanya saja tagihan yang dibayarkan pelanggan itu diambil dari pemakaian yang dirata-ratakan sejak Maret-April,  selama awal pandemi hingga pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), mengingat aktivitas di rumah masing-masing.

Sehingga, pekerja pencatatan meter tidak turun untuk melakukan pencatatan. Dan pada baru dimulai pada akhir Mei. Selanjutnya di bulan Juni, tagihan tersebut terakumulasi membuat tagihan yang dibayarkan sesuai dengan pemakaian digunakan pelanggan.

Adanya keluhan pelanggan tersebut, maka PLN membuka layanan pengaduan bagi pelanggan di kantornya untuk sama-sama mengoreksi catatan meteran pemakaian untuk disesuaikan. Sejauh ini, kata dia, ada ribuan pelanggan sudah mengadukan tagihan listriknya yang melonjak.

"Kami memohon maaf atas ketidaknyamanan ini. Kami  komitmen pelayanan tetap optimal. Kenapa dirata-ratakan, ini sesuai instruksi pusat selama masa pandemi dan mengikuti anjuran pemerintah. Bahkan diawal sudah mengajurkan pelanggan bisa melakukan pembacaan meter mandiri melalui media sosial," katanya.

Meski terjadi lonjakan tagihan, pihaknya sudah membuka layanan pengaduan bagi pelanggan untuk mengoreksi hitungan meter, karena dasar perhitungan PLN yakni harga tarif listrik dikalikan pemakaian ditambah Pajak Penerangan Jalan (PPj), dan hasil inilah yang dibayar pelanggan.

"Tentu kami tetap memberikan ruang bagi pelanggan termasuk mengoreksi jika terjadi kesalahan dari PLN. Soal pemutusan atas tunggakan listrik, sebelumnya diberikan pemberitahuan, bila tiga bulan tidak mengindahkan, maka dicabut. Kami menerima semua masukan dan segera dievaluasi," papar dia.

  General Manager PT PLN Persero Unit Wilayah Induk (UIW) Sulselrabar, Ismail Deu (dua kiri) didampingi direksinya menjawab pertanyaan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di kantor DPRD Sulsel, Makassar, Selasa (23/6/2020). ANTARA/Darwin Fatir.


Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia, Sulsel, melalui Kepala Bagian Riksa, Mariaulfa mengatakan, banyak aduan yang masuk atas adanya kejanggalan tagihan listrik yang melonjak tajam. Untuk itu, pihaknya memimta PLN melakukan evaluasi serta menyampaikan secara transparan sehingga ada pertanggungjawaban kepada publik.

"Mesti ada kebijakan yang lahir, karena ini masih masa pandemi. Harus ada kajian secara ilmiah terkait kenaikan tarif itu agar publik mengetahui secara jelas, dan tidak menjadi fitnah," ungkap dia.

Sementara Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Makassar, Ambo Masse dalam RDP itu menyampaikan, ada dua poin menurut YLKI perlu di kritisi. Pertama soal komunikasi publik yang tidak jalan. Kedua, penanganan pengaduan pelanggan yang belum sepenuhnya transparan.

"Seharusnya, PLN lebih awal menyampaikan ke publik agar tidak terjadi kondisi seperti ini. Infomasi dibutuhkan masyarakat, agar tidak menjadi masalah. Dengan kenaikan tarif ini pelanggan menjadi shock. Kami juga melihat posko pengaduan masih kurang dan perlu ditambah," beber dia.

Pertemuan RDP tersebut di lantai dua gedung DPRD setempat berlangsung alot, hingga berlangsung tiga jam. Sejumlah anggota dewan mempertanyakan lonjakan tagihan listrik tersebut yang dinilai sepihak. Bahkan, perwakilan aliansi PPM, Akbar mendesak PLN segera mengoreksi adanya lonjakan tagihan serta meminta dibuka secara transparan.

Diakhir pertemuan, seluruh pihak sepakat menandatangani berita acara, untuk dijadikan dasar tindaklanjut atas persoalan tersebut dengan dua poin menyepakati adanya kebijakan kelonggaran pembayaran dimasa pandemi, dan terkait kesalahan pihak PLN diminta mengoreksi dan berjanji meluruskan juga membenahinya.

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Suriani Mappong
Copyright © ANTARA 2024