Makassar (ANTARA) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan mengemukakan perlunya peningkatan pengetahuan dan pemahaman para pihak melalui penyebaran informasi dan literasi konservasi tentang kebijakan pengelolaan satwa liar di tengah pandemi COVID-19.

"Penyebaran informasi dan literasi konservasi itu penting dilakukan dimasa pandemi COVID-19, di samping itu juga harus memperkuat jejaring kerja dan kerja sama dalam pengelolaan dan pelestarian satwa liar bersama para pihak," kata Kepala BBKSDA Sulsel Thomas Nifinluri di Makassar, Jumat.

Menurut dia, di tengah pandemi perlu pemberian pesan yang kuat akan arti pentingnya kelestarian kehati pada masyarakat, keluarga dan lingkungan dengan nilai-nilai untuk menjaga, merawat, dan melestarikan kehati (satwa).

Alasannya, katanya, ketersediaan sumber daya alam yang terbatas dan terus berkurang, berkaitan satu sama lain dengan upaya pelestarian kekayaan kehati.

Apalagi, lndonesia sebagai negara megabiodiversiti memiliki kekayaan sekitar 17 persen kehati di dunia yang terdiri atas 13 persen mamalia, 14 persen reptil, 17 persen burung, dan 10.000 jenis pohon.

Meskipun kaya, kata Thomas, Indonesia dengan kekayaan 300.000 jenis satwa liar di antaranya terancam punah, yaitu 184 jenis mamalia, 119 burung, 32 reptil, dan 32 ampibi.

Jumlah total spesies satwa Indonesia yang terancam punah dengan kategori kritis (critically endangered) 69 spesies, kategori endangered 197 spesies, dan kategori rentan (vulnerable) 539 jenis (IUCN, 2013).

"Penyebab terjadinya keterancaman kelestarian satwa liar di Indonesia disebabkan oleh deforestasi dan degradasi hutan, perburuan dan perdagangan satwa liar, serta konflik satwa dan manusia," katanya. Ilustrasi - Satwa liar yang ditangkap warga setelah menyerang seorang warga, sebelum diserahkan ke pihak BKSDA Sulsel. ANTARA/Ist

Pewarta : Suriani Mappong
Editor : Redaktur Makassar
Copyright © ANTARA 2024