Jakarta (ANTARA) - Tiga menteri dan dua pejabat setingkat menteri hadir bersamaan di Gedung National Traffic Managemen Center (NTMC) Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, Jakarta, Selasa (23/3). Kedatangan mereka untuk menyaksikan peluncuran electronic traffic law enforcement (ETLE) atau tilang elektronik tahap pertama secara nasional.
Peluncuran ETLE itu merupakan bagian dari program 100 hari kerja Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, yang dilantik Presiden Joko Widodo pada hari Rabu, 27 Januari 2021. Satu dari 15 program yang dicanangkan adalah pelaksanaan perluasan ETLE.
Bagi wilayah yang belum bisa menerapkan ETLE, proses tilang sesuai dengan prosedur. Tidak ada istilah titip sidang dan awasi pelaksanaannya secara penuh. Demikian program 100 hari kerja Kapolri, bagian dari program prioritas presisi (prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan).
Sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju yang hadir dalam peluncuran, yakni Menteri PAN RB Tjahjo Kumolo, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Jaksa Agung S.T. Burhanudian, dan Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syarifuddin. Tampak pula sejumlah kepala daerah yang hadir melalui sambungan daring, di antaranya Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Kapolri Listyo menegaskan bahwa penerapan tilang elektronik dapat mencegah penyalahgunaan wewenang polisi lalu lintas serta untuk penegakan hukum transparan dengan memanfaatkan teknologi informasi.
"Kami sering mendapatkan keluhan terkait dengan tilang yang dilakukan beberapa oknum anggota Polri sehingga dapat berpotensi penyalahgunaan wewenang,” kata Jenderal Pol. Listyo.
Pada tahap pertama, tilang elektronik nasional berlaku serentak di 12 polda se-Indonesia dengan 244 titik kamera ETLE. Lokasi itu tersebar di 98 titik di Polda Metro Jaya, 5 titik di Polda Riau, 55 titik di Polda Jawa Timur, 10 titik di Polda Jawa Tengah, dan 16 titik di Polda Sulawesi Selatan.
Selanjutnya, 21 titik di Polda Jawa Barat, 8 titik di Polda Jambi, 10 titik di Polda Sumatera Barat, 4 titik di Polda Daerah Istimewa Yogyakarta, 5 titik di Polda Lampung, 11 titik di Polda Sulawesi Utara, dan1 titik di Polda Banten.
Tilang elektronik itu menargetkan 10 pelanggaran, yakni melanggar rambu lalu lintas dan marka jalan, tidak mengenakan sabuk keselamatan, mengemudi sambil mengoperasikan ponsel.
Berikutnya melanggar batas kecepatan, menggunakan pelat nomor palsu, berkendara melawan arus, menerobos lampu merah, tidak menggunakan helm, berboncengan lebih dari dua orang, dan tidak menyalakan lampu saat siang hari bagi sepeda motor.
ETLE merupakan upaya penegakan hukum dengan memanfaatkan teknologi informasi sehingga ke depan penegakan hukum, polisi tidak langsung berinterkasi dengan masyarakat.
Selain itu, ETLE merupakan bagian dari program peningkatan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas. Dalam hal ini perlu ada upaya penegakan hukum agar pengguna jalan bisa disiplin, bisa mengutamakan keselamatan, dan menghargai masyarakat lain sesama pengguna jalan.
"Penerapan ETLE dapat menurunkan angka kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas yang selama ini sangat tinggi," ujar Listyo.
Dengan penerapan ETLE, diharapkan anggota Polantas hanya bertugas melakukan pengaturan jika terjadi kemacetan lalu lintas, dan saat masyarakat membutuhkan kehadiran polisi. Dengan demikian, kepolisian bisa bekerja lebih baik lagi, lebih berwibawa, dan lebih dekat dengan masyarakat.
Metode Kerja
ETLE merupakan sistem penegakan hukum di Indonesia yang berbasis informasi dengan memanfaatkan peralatan kamera closed-circuit television (CCTV) untuk mendeteksi pelanggaran lalu lintas.
ETLE juga dapat menyajikan data secara otomatis sehinga menjadi terobosan yang revolusioner untuk menerapkan pola penegakan hukum bidang lalu lintas dari konvensional menjadi elektronik. ETLE diharapkan dapat mengurangi pertemuan antara polantas dan masyarakat pengguna jalan pada era adaptasi baru.
Pelanggaran yang terjadi di suatu wilayah walau kendaraan berasal dari wilayah lain dapat dikoordinasikan kesatuan wilayah kendaraan tersebut terdaftar sehingga pelanggaran lalu lintas wilayah dapat dideteksi dan terintegrasi dengan seluruh polda dan terpusat di Korlantas Polri.
Hasil dari dari sistem itu berupa foto dan video hasil analisis pelanggaran yang akurat serta mengedepankan transparansi dalam pembuktiannya, berupa surat konfirmasi yang akan dikirimkan kepada pelanggar.
Surat konfirmasi juga berisi barcode yang dapat dideteksi untuk melihat rekaman video pelanggaran. Hanya ada dua pelanggar yakni mengisi surat konfirmasi pelanggaran dan pelanggar akan menerima SMS berupa kode pembayaran untuk membayar denda.
ETLE awalnya dikembangkan pada tanggal 1 November 2018 dengan Polda Metro Jaya sebagai pilot project pelaksanaan di wilayah DKI Jakarta.
Dalam peluncuran tahap pertama itu dilakukan pula peragaan secara langsung penindakan pelanggaran lalu lintas dengan sistem ETLE. Terpantau sekitar 1.627 pelanggar hingga pukul 10.50 WIB oleh Polda Riau di Kota Pekanbaru. Pelanggaran terbanyak adalah kurangnya kesadaran untuk menggunakan pelindung kepala atau helm.
Salah satu terduga pelanggar dengan pelat nomor registrasi BM-4426-NM tertangkap kamera ETLE tidak menggunakan helm sekitar pukul 07.14 WIB di Jalan Gadang Subrantas, Pekanbaru.
Dari data itu, petugas kepolisian akan melakukan tahapan verifikasi dengan mencocokkan cirri-ciri kendaraan dan data regiden. Apabila pelanggaran dinyatakan valid, petugas langsung menerbitkan surat konfirmasi yang dicetak dan dikirimkan ke alamat pemilik kendaraan.
Surat konfirmasi itu berisi keterangan pelanggaran yang dilakukan, di antaranya pasal-pasal lalu lintas yang dilanggar. Selanjutnya, data yang harus diisi terduga pelanggar serta dilengkapi foto dokumentasi valid pelanggaran yang dilakukan.
Surat konfirmasi juga dilengkap QR Code, pelanggar dapat melakukan scan terhadap barcode tersebut. Pelanggar yang terkonfirmasi akan muncul dilayar gawai, status pelanggaran yang terjadi dan cara melakukan konfirmasi.
Masyarakat akan diberikan keleluasaan untuk menjawab, apakah benar pelanggaran itu dia lakukan, apakah pelanggaran itu dilakukan oleh orang lain, bahkan hingga kendaraan itu sudah dijual.
Pelanggar yang melakukan konfirmasi akan mendapatkan pemberitahuan berisi SMS dan email berisi besaran denda yang harus dibayarkan.
Selain itu, diperagakan pula bagaimana penerapan tilang elektronik berlaku untuk pelanggaran yang dilakukan oleh kendaraan yang berasal dari wilayah lain. Polda Metro Jaya menemukan terduga pelanggar dengan pelat nomor registrasi H-8544-YF tertangkap kamera ETLE menggunakan gawai saat mengemudikan mobil sekitar pukul 10.47 WIB. Terduga pelanggar terdaftar di wilayah Provinsi Jawa Tengah.
Petugas lalu mencocokkan ciri-ciri kendaraan dan data regiden. Petugas ETLE Polda Metro Jaya lalu berkoordinasi dengan petugas ETLE Korlantas untuk diteruskan kepada petugas ETLE Polda Jawa Tengah.
Diapresiasi
Penerapan tilang elektronik secara nasional mendapatkan apresiasi dari berbagai kalangan di DKI Jakarta. Mirnawati (25), karyawan swasta, mengatakan bahwa penerapan aturan itu membuat dirinya merasa lebih aman berkendara di jalan.
"Semoga tidak ada lagi pengendara yang ugal-ugalan di jalan," kata Mirnawati.
Selama ini Mirnawati sering menemukan para pengendara yang tidak mematuhi aturan berlalu lintas. Apalagi, selama pandemi COVID-19, razia kendaraan sangat jarang dilakukan oleh pihak kepolisian.
Pemberlakuan tilang elektronik juga dapat memberikan efek jera bagi pelanggar lalu lintas, yang selama ini selalu mengulangi kesalahan yang sama.
Ia lantas mencontohkan seorang pelanggar yang sudah ditilang, akan mengulangi kesalahan yang sama jika tidak bisa dibuktikan dengan data foto atau video pelanggaran.
"Kalau datanya sudah ada, para pelanggar tidak akan mau mengulangi kesalahan yang sama," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Mahkamah Agung (MA) Muhammad Syarifuddin menyambut baik peluncuran tilang elektronik karena mudah, cepat, dan tidak perlu memberhentikan pelanggar lalu lintas.
"Buktinya tidak dapat digangu gugat sehingga dapat dilaksanakan di seluruh Indonesia," kata Syarifuddin,
Kepala Korlantas Polri Irjen Polisi Istiono mengungkapkan jajaran Korlantas masih terus bekerja agar penerapan ETLE bisa rampung di 34 polda. Sistem ETLE terintegrasi dari polres, polda, hingga Korlantas Polri.
Tilang elektronik nasional tahap pertama berlaku serentak di 12 polda se-Indonesia dengan 244 titik kamera ETLE. Selanjutnya, tahap kedua direncanakan peluncuran untuk 10 polda pada tanggal 28 April 2021.
Untuk wilayah yang tidak terdapat kamera ETLE permanen, empat polda di Indonesia juga melakukan terobosan dengan ETLE mobile atau portabel. Kamera ETLE itu dapat dibawa ke mana saja sesuai dengan kebutuhan.
Program itu dilakukan Polda Metro Jaya dengan ETLE Mobile Portable, Integrated Node Capture Attitude Record (INCAR) dari Polda Jawa Timur, Kamera Portable Penindakan Pelanggar Bermotor (KOPEK) dari Polda Jawa Tengah dan Camera Mobile Observasi Pelanggaran Lalu Lintas (Cambog Lantas) dari Polda Sulawesi Utara.
Ko
"Pelanggaran yang ditemukan di lapangan cukup direkam, diotentifikasi, sehingga tidak perlu melakukan penghentian dan melakukan interaksi dilapangan. Surat pelanggaran akan dikirimkan ke alamat para terduga pelanggar," kata Istiono menjelaskan.
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo akhirnya membuktikan satu dari puluhan program Presisi Polri telah dilaksanakan. Masih ada sejumlah program lain yang harus diselesaikan untuk membuktikan bahwa Polri hadir sebagai pengayom dan pelindung masyarakat Indonesia.
ETLE dan pembuktian kerja Kapolri di lapangkan
Pengendara melintasi di bawah kamera pengawas atau closed-circuit television (CCTV) di kawasan simpang lima DPRD Provinsi Sumatera Selatan, Palembang, Selasa (23-3-2021). Polda Sumatera Selatan berencana menerapkan tilang elektronik atau ETLE mulai 28 April mendatang dengan memasang sembilan kamera di sejumlah ruas jalan di Palembang. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/rwa.