Jakarta (ANTARA) - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyesalkan peristiwa pengeroyokan yang menyebabkan tewasnya seorang santri salah satu pondok pesantren (Ponpes) di Ponorogo, Jawa Timur.
AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dalam keterangan persnya diterima di Jakarta, Sabtu, mengatakan kejadian tersebut seharusnya bisa dihindari.
"Saya sangat menyesalkan terjadinya pengeroyokan hingga menyebabkan seorang santri meninggal dunia. Miris sekali, karena hanya permasalahan uang Rp100 ribu nyawa seseorang jadi melayang," ujar LaNyalla, Sabtu.
Pengeroyokan terhadap santri berinisial M itu terjadi pada Selasa (22/6). Kejadian berawal saat korban mengaku mencuri uang Rp100 ribu milik temannya.
Permasalahan sendiri sebenarnya sudah selesai setelah pengurus ponpes memanggil para santri dan korban mengakuinya. Namun, empat pelaku melakukan pengeroyokan hingga korban terluka parah.
Akibatnya, korban mengalami luka di sekujur tubuh dan pendarahan hingga ke otak yang menyebabkannya meninggal dunia. Santri M sendiri baru sebulan berada di pondok.
Senator asal Jawa Timur ini mengatakan, pencurian memang tidak dapat dibenarkan. Namun, penyelesaian masalah dengan kekerasan bukanlah solusi, cara itu bahkan menyalahi banyak aturan.
"Kejadian ini harus menjadi pelajaran bagi pengasuh ponpes. Pembinaan yang baik sangat penting untuk menghindari kejadian-kejadian seperti ini," katanya.
Menurut LaNyalla, para pelaku mungkin tidak bermaksud membunuh. Namun, perbuatan pelaku tetap harus mendapat ganjaran sesuai hukum yang berlaku.
Hanya saja, mantan Ketua Umum PSSI tersebut meminta polisi menerapkan peradilan anak bagi pelaku yang masih di bawah umur. Apalagi, tiga dari empat pelaku masih masuk dalam kategori anak.
"Selain itu penting juga dilakukan pendampingan psikologis bagi para pelaku. Karena saya yakin pelaku anak mengalami guncangan moral karena tidak menyangka perbuatannya mereka sampai menyebabkan sang teman meninggal dunia. Namun tetap perilaku mereka tidak bisa dibenarkan," ucap-nya.
LaNyalla juga menyoroti maraknya kejadian kekerasan di lingkungan ponpes yang belakangan kerap terjadi. Menurutnya ada sistem yang harus dibenahi sehingga permasalahan kekerasan di lingkungan ponpes dapat dihindari.
"Saya kira ponpes perlu difasilitasi dengan konseling atau psikolog. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama dapat memfasilitasi-nya agar ada pendampingan lebih dari ponpes terhadap santri-santri-nya. Karena dari peristiwa ini kita bisa lihat ada sesuatu yang salah mengenai psikologi santri dan perlu ditangani dengan serius," tutur-nya.
AA LaNyalla Mahmud Mattalitti dalam keterangan persnya diterima di Jakarta, Sabtu, mengatakan kejadian tersebut seharusnya bisa dihindari.
"Saya sangat menyesalkan terjadinya pengeroyokan hingga menyebabkan seorang santri meninggal dunia. Miris sekali, karena hanya permasalahan uang Rp100 ribu nyawa seseorang jadi melayang," ujar LaNyalla, Sabtu.
Pengeroyokan terhadap santri berinisial M itu terjadi pada Selasa (22/6). Kejadian berawal saat korban mengaku mencuri uang Rp100 ribu milik temannya.
Permasalahan sendiri sebenarnya sudah selesai setelah pengurus ponpes memanggil para santri dan korban mengakuinya. Namun, empat pelaku melakukan pengeroyokan hingga korban terluka parah.
Akibatnya, korban mengalami luka di sekujur tubuh dan pendarahan hingga ke otak yang menyebabkannya meninggal dunia. Santri M sendiri baru sebulan berada di pondok.
Senator asal Jawa Timur ini mengatakan, pencurian memang tidak dapat dibenarkan. Namun, penyelesaian masalah dengan kekerasan bukanlah solusi, cara itu bahkan menyalahi banyak aturan.
"Kejadian ini harus menjadi pelajaran bagi pengasuh ponpes. Pembinaan yang baik sangat penting untuk menghindari kejadian-kejadian seperti ini," katanya.
Menurut LaNyalla, para pelaku mungkin tidak bermaksud membunuh. Namun, perbuatan pelaku tetap harus mendapat ganjaran sesuai hukum yang berlaku.
Hanya saja, mantan Ketua Umum PSSI tersebut meminta polisi menerapkan peradilan anak bagi pelaku yang masih di bawah umur. Apalagi, tiga dari empat pelaku masih masuk dalam kategori anak.
"Selain itu penting juga dilakukan pendampingan psikologis bagi para pelaku. Karena saya yakin pelaku anak mengalami guncangan moral karena tidak menyangka perbuatannya mereka sampai menyebabkan sang teman meninggal dunia. Namun tetap perilaku mereka tidak bisa dibenarkan," ucap-nya.
LaNyalla juga menyoroti maraknya kejadian kekerasan di lingkungan ponpes yang belakangan kerap terjadi. Menurutnya ada sistem yang harus dibenahi sehingga permasalahan kekerasan di lingkungan ponpes dapat dihindari.
"Saya kira ponpes perlu difasilitasi dengan konseling atau psikolog. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama dapat memfasilitasi-nya agar ada pendampingan lebih dari ponpes terhadap santri-santri-nya. Karena dari peristiwa ini kita bisa lihat ada sesuatu yang salah mengenai psikologi santri dan perlu ditangani dengan serius," tutur-nya.