Makassar (ANTARA) - Penggiat antikorupsi Komite Masyarakat Antikorupsi (KMAK) Sulawesi Selatan dan Barat Djusman AR mengatakan Agung Sucipto hanya satu dari sekian kontraktor yang mempunyai perilaku koruptif dengan cara suap untuk memuluskan proyek.
"Vonis dua tahun penjara kepada Agung Sucipto menjadi bukti jika ada perilaku koruptif dalam sistem pemerintahan di Sulsel di bawah kendali Nurdin Abdullah. Masih ada beberapa kontraktor lainnya lagi yang harus diperiksa," ujar Djusman AR di Makassar, Selasa.
Ia mengatakan kalau mencermati berbagai fakta-fakta persidangan, ada banyak pengusaha di bidang infrastruktur yang diajukan sebagai saksi untuk sidang Agung Sucipto.
Djusman menyatakan ada banyak nama yang disebut menggunakan cara-cara suap untuk mendapatkan suatu proyek pekerjaan yang akan dilelang.
Menurut dia, semua fakta persidangan harusnya bisa menjadi jalan bagi para penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengungkap semua indikasi KKN tersebut.
"Setelah sidang vonis Agung Sucipto, kini sidang Nurdin Abdullah juga masih berjalan. Kami harap penyidik KPK masih mengembangkan kasus itu," katanya.
Koordinator Badan Pekerja KMAK Sulselbar itu menerangkan jika dirinya adalah salah satu pelapor di KPK untuk perkara Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah.
"Kita tunggu saja sesinya. Yang pasti, kasus ini akan berjalan dan tuntas, kami yakin KPK akan menuntaskannya," ucapnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan rincian gratifikasi yang diduga diterima oleh Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) nonaktif Nurdin Abdullah senilai Rp6,587 miliar dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,128 miliar), sehingga totalnya adalah Rp8,715 miliar.
"Terdakwa M Nurdin Abdullah selaku Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan periode 2018-2023 menerima uang dengan jumlah seluruhnya sebesar Rp6,587 miliar dan 200 ribu dolar Singapura yang berhubungan jabatan terdakwa selaku Gubernur yang merupakan penyelenggara negara," kata jaksa M Asri Irwan, saat membacakan surat dakwaan, di Pengadilan Tipikor Makassar.
Sidang dilakukan dengan menggunakan fasilitas "telekoferensi" dengan Nurdin Abdullah mengikuti sidang dari Gedung KPK Jakarta, sedangkan majelis hakim, sebagian JPU dan penasihat hukum hadir di Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan.
Dalam dakwaan kedua, Nurdin Abdullah didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp6,587 miliar dan 200 ribu dolar Singapura terkait dengan jabatannya sebagai Gubernur Sulsel periode 2018-2023.
Atas perbuatannya, Nurdin Abdullah didakwa dan diancam pidana berdasarkan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 KUHP
Nurdin menghadapi ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.
"Vonis dua tahun penjara kepada Agung Sucipto menjadi bukti jika ada perilaku koruptif dalam sistem pemerintahan di Sulsel di bawah kendali Nurdin Abdullah. Masih ada beberapa kontraktor lainnya lagi yang harus diperiksa," ujar Djusman AR di Makassar, Selasa.
Ia mengatakan kalau mencermati berbagai fakta-fakta persidangan, ada banyak pengusaha di bidang infrastruktur yang diajukan sebagai saksi untuk sidang Agung Sucipto.
Djusman menyatakan ada banyak nama yang disebut menggunakan cara-cara suap untuk mendapatkan suatu proyek pekerjaan yang akan dilelang.
Menurut dia, semua fakta persidangan harusnya bisa menjadi jalan bagi para penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengungkap semua indikasi KKN tersebut.
"Setelah sidang vonis Agung Sucipto, kini sidang Nurdin Abdullah juga masih berjalan. Kami harap penyidik KPK masih mengembangkan kasus itu," katanya.
Koordinator Badan Pekerja KMAK Sulselbar itu menerangkan jika dirinya adalah salah satu pelapor di KPK untuk perkara Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah.
"Kita tunggu saja sesinya. Yang pasti, kasus ini akan berjalan dan tuntas, kami yakin KPK akan menuntaskannya," ucapnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan rincian gratifikasi yang diduga diterima oleh Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) nonaktif Nurdin Abdullah senilai Rp6,587 miliar dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,128 miliar), sehingga totalnya adalah Rp8,715 miliar.
"Terdakwa M Nurdin Abdullah selaku Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan periode 2018-2023 menerima uang dengan jumlah seluruhnya sebesar Rp6,587 miliar dan 200 ribu dolar Singapura yang berhubungan jabatan terdakwa selaku Gubernur yang merupakan penyelenggara negara," kata jaksa M Asri Irwan, saat membacakan surat dakwaan, di Pengadilan Tipikor Makassar.
Sidang dilakukan dengan menggunakan fasilitas "telekoferensi" dengan Nurdin Abdullah mengikuti sidang dari Gedung KPK Jakarta, sedangkan majelis hakim, sebagian JPU dan penasihat hukum hadir di Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan.
Dalam dakwaan kedua, Nurdin Abdullah didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp6,587 miliar dan 200 ribu dolar Singapura terkait dengan jabatannya sebagai Gubernur Sulsel periode 2018-2023.
Atas perbuatannya, Nurdin Abdullah didakwa dan diancam pidana berdasarkan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 KUHP
Nurdin menghadapi ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.