Makassar (ANTARA) - Polres Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, telah menetapkan tiga tersangka kasus pembalakan dan perusakan hutan lindung di Desa Pumpungan, di mana satu diantaranya merupakan anggota DPRD kabupaten setempat.
"Tiga orang yang ditetapkan tersangka (inisal A, M dan N). Iya, salah satu di antaranya anggota dewan," sebut Kasat Reskrim Polres Soppeng Iptu Noviarif Kurniawan saat dikonfirmasi wartawan, Selasa.
Diketahui, salah satu anggota DPRD Soppeng tersebut berinsial A dari Partai Gerindra. Sedangkan M dan N adalah pesuruh A untuk melakukan eksekusi penebangan pohon di hutan lindung tersebut.
"Modusnya, kalau pelaku ini (M dan N) hanya disuruh. Yang menyuruh kan si A. Memang lokasinya A, dia beli dari orang. Lokasinya sebagian tidak masuk kawasan hutan lindung, lalu diperintahkan tebang pohon untuk tanam pohon durian di kawasan hutan lindung, mau dijadikan lokasi agro wisata," beber Arif.
Arif mengungkapkan oknum anggota DPRD ini memiliki lahan yang lokasinya tidak masuk dalam dalam wilayah konservasi hutan lindung, namun melakukan penebangan masuk ke wilayah hutan lindung.
Kasat Reskrim Polres Soppeng ini menyebut luas lahan hutan lindung tersebut sekitar 13 hektare dan sudah empat hektare pohon di hutan lindung itu sudah ditebang.
Untuk penetapan status tersangka, kata dia, pada pekan lalu setelah dipanggil untuk menjalani pemeriksaan bersama beberapa saksi lainnya. Semua tersangka sudah diperiksa dan bulan ini masuk ke proses tahap satu penyidikan.
Sedangkan pasal yang dikenakan bagi para tersangka, Pasal 82 ayat 1 Junto Pasal 12 Undang-Undang Cipta Kerja, Pasal ini berasal dari Undang-Undang 18 Tahun 2013 tentang. Pencegahan dan Pemberantasan perusakan Hutan.
"Itu Undang-undang lama, tetapi karena masuk di Undang-undang Cipta Kerja kemarin diperbarui, hanya bunyi pasalnya yang sedikit agak berubah, tapi sama tuntutan pidananya 5 tahun dan denda Rp 2,5 miliar," ucapnya menjelaskan.
Saat ditanyakan apakah para tersangka ini segera ditahan, Arif menyatakan, selama proses pemeriksaan para tersangka kooperatif, jadi tidak ditahan. Apalagi salah satu tersangka A, sedang sakit sehingga diberikan kelonggaran untuk perawatan kesehatan supaya pengobatannya tidak terganggu.
"Terpenting selama penyidikan tidak dihalangi dan mereka koperatif kita beri wajib lapor begitu juga yang lainnya. Sementara ini kita lengkapi berkas (P21), nanti Insya Allah, kalau bukan pekan ini, pekan depan kami kirim berkasnya ke kejaksaan untuk diteliti," tambahnya.
"Tiga orang yang ditetapkan tersangka (inisal A, M dan N). Iya, salah satu di antaranya anggota dewan," sebut Kasat Reskrim Polres Soppeng Iptu Noviarif Kurniawan saat dikonfirmasi wartawan, Selasa.
Diketahui, salah satu anggota DPRD Soppeng tersebut berinsial A dari Partai Gerindra. Sedangkan M dan N adalah pesuruh A untuk melakukan eksekusi penebangan pohon di hutan lindung tersebut.
"Modusnya, kalau pelaku ini (M dan N) hanya disuruh. Yang menyuruh kan si A. Memang lokasinya A, dia beli dari orang. Lokasinya sebagian tidak masuk kawasan hutan lindung, lalu diperintahkan tebang pohon untuk tanam pohon durian di kawasan hutan lindung, mau dijadikan lokasi agro wisata," beber Arif.
Arif mengungkapkan oknum anggota DPRD ini memiliki lahan yang lokasinya tidak masuk dalam dalam wilayah konservasi hutan lindung, namun melakukan penebangan masuk ke wilayah hutan lindung.
Kasat Reskrim Polres Soppeng ini menyebut luas lahan hutan lindung tersebut sekitar 13 hektare dan sudah empat hektare pohon di hutan lindung itu sudah ditebang.
Untuk penetapan status tersangka, kata dia, pada pekan lalu setelah dipanggil untuk menjalani pemeriksaan bersama beberapa saksi lainnya. Semua tersangka sudah diperiksa dan bulan ini masuk ke proses tahap satu penyidikan.
Sedangkan pasal yang dikenakan bagi para tersangka, Pasal 82 ayat 1 Junto Pasal 12 Undang-Undang Cipta Kerja, Pasal ini berasal dari Undang-Undang 18 Tahun 2013 tentang. Pencegahan dan Pemberantasan perusakan Hutan.
"Itu Undang-undang lama, tetapi karena masuk di Undang-undang Cipta Kerja kemarin diperbarui, hanya bunyi pasalnya yang sedikit agak berubah, tapi sama tuntutan pidananya 5 tahun dan denda Rp 2,5 miliar," ucapnya menjelaskan.
Saat ditanyakan apakah para tersangka ini segera ditahan, Arif menyatakan, selama proses pemeriksaan para tersangka kooperatif, jadi tidak ditahan. Apalagi salah satu tersangka A, sedang sakit sehingga diberikan kelonggaran untuk perawatan kesehatan supaya pengobatannya tidak terganggu.
"Terpenting selama penyidikan tidak dihalangi dan mereka koperatif kita beri wajib lapor begitu juga yang lainnya. Sementara ini kita lengkapi berkas (P21), nanti Insya Allah, kalau bukan pekan ini, pekan depan kami kirim berkasnya ke kejaksaan untuk diteliti," tambahnya.