Makassar (ANTARA) - Para peneliti Balitbang Hukum dan HAM Kemenkumham RI menggelar obrolan bertema "Menuju Pribadi Tangguh, untuk Indonesia Tumbuh" yang digelar secara virtual pada Senin (23/8), yang juga diikuti oleh Kakanwil Kemenkumham Sulsel Harun Sulianto.
Obrolan Peneliti (OPini) seri ke-14 itu dibuka oleh Kepala Balitbang Hukum dan HAM Sri Puguh Budi Utami, yang menekankan upaya memperkuat jati diri bangsa di tengah terpaan badai krisis kesetaraan, kesehatan dan ekonomi merupakan cara bagi kita untuk menjadi tangguh.
“Untuk itu harus kembali ke nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yakni, memegang teguh nilai nilai toleransi, bhineka tunggal ika, gotong royong, dan pancasila dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” kata Utami.
Dirjen Pemberdayaan Sosial Kementerian Sosial RI Edi Suharto juga hadir dalam OPini itu dan membahas terkait kolaborasi pemerintah dan masyarakat di masa pandemi COVID-19.
Edi mengatakan bahwa dalam penanganan COVID-19 pemerintah telah meluncurkan program bantuan tunai 2021 dengan anggaran senilai Rp110 triliun.
"Program ini diharapkan dapat meringankan keluarga yang terdampak dan juga dapat menjadi pemicu untuk menggerakkan ekonomi nasional dan memperkuat daya beli masyarakat,” ujarnya.
Menurut Edi, Prasyarat sukses kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat yakni pemerintah harus aktif mendengar ide, saran, ataupun feedback dari masyarakat, bersikap terbuka, dan menjaga komunikasi untuk mengurangi kesalahpahaman.
"Juga saling mengenal kelebihan dan kekurangan masing-masing, saling belajar, meningkatkan praktik dan efektivitas administrasi publik dan menyelesaikan masalah dengan cepat," lanjut Edi.
Sedangkan Profesor Riset Bidang Sosiologi, Politik yang juga anggota DPR-RI Prof Mohammad Mulyadi memaparkan terkait strategi kolaborasi yang ideal agar inisiatif kolektif bukan melemahkan tapi memperkuat kebijakan pemerintah.
Menurut dia, kepercayaan merupakan unsur utama untuk membangun kolaborasi. Konsep kolaborasi adalah implementasi dari Good Governance yang merupakan harmonisasi pemerintah, swasta dan masyarakat.
“Ketiga hal ini harus berimbang dan tidak mendominasi antara satu dari tiga hal tesebut," ujar Mulyadi.
Untuk mendapatkan kolaborasi yang baik, lanjut Mulyadi, membutuhkan keserasian antara pemerintah dan masyarakat, guna menghindari adanya ketimpangan dan aspirasi masyarakat dapat tersampaikan dengan baik ke pemerintah.
"Untuk itu dibutuhkan kolaborasi kolektif dalam membangun kepercayan masyarakat kepada pemerintah," ujarnya. (*/Inf)
Obrolan Peneliti (OPini) seri ke-14 itu dibuka oleh Kepala Balitbang Hukum dan HAM Sri Puguh Budi Utami, yang menekankan upaya memperkuat jati diri bangsa di tengah terpaan badai krisis kesetaraan, kesehatan dan ekonomi merupakan cara bagi kita untuk menjadi tangguh.
“Untuk itu harus kembali ke nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yakni, memegang teguh nilai nilai toleransi, bhineka tunggal ika, gotong royong, dan pancasila dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” kata Utami.
Dirjen Pemberdayaan Sosial Kementerian Sosial RI Edi Suharto juga hadir dalam OPini itu dan membahas terkait kolaborasi pemerintah dan masyarakat di masa pandemi COVID-19.
Edi mengatakan bahwa dalam penanganan COVID-19 pemerintah telah meluncurkan program bantuan tunai 2021 dengan anggaran senilai Rp110 triliun.
"Program ini diharapkan dapat meringankan keluarga yang terdampak dan juga dapat menjadi pemicu untuk menggerakkan ekonomi nasional dan memperkuat daya beli masyarakat,” ujarnya.
Menurut Edi, Prasyarat sukses kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat yakni pemerintah harus aktif mendengar ide, saran, ataupun feedback dari masyarakat, bersikap terbuka, dan menjaga komunikasi untuk mengurangi kesalahpahaman.
"Juga saling mengenal kelebihan dan kekurangan masing-masing, saling belajar, meningkatkan praktik dan efektivitas administrasi publik dan menyelesaikan masalah dengan cepat," lanjut Edi.
Sedangkan Profesor Riset Bidang Sosiologi, Politik yang juga anggota DPR-RI Prof Mohammad Mulyadi memaparkan terkait strategi kolaborasi yang ideal agar inisiatif kolektif bukan melemahkan tapi memperkuat kebijakan pemerintah.
Menurut dia, kepercayaan merupakan unsur utama untuk membangun kolaborasi. Konsep kolaborasi adalah implementasi dari Good Governance yang merupakan harmonisasi pemerintah, swasta dan masyarakat.
“Ketiga hal ini harus berimbang dan tidak mendominasi antara satu dari tiga hal tesebut," ujar Mulyadi.
Untuk mendapatkan kolaborasi yang baik, lanjut Mulyadi, membutuhkan keserasian antara pemerintah dan masyarakat, guna menghindari adanya ketimpangan dan aspirasi masyarakat dapat tersampaikan dengan baik ke pemerintah.
"Untuk itu dibutuhkan kolaborasi kolektif dalam membangun kepercayan masyarakat kepada pemerintah," ujarnya. (*/Inf)