Matra, Sulbar (ANTARA News) - Perusahaan sawit di Kabupaten Mamuju Utara (Matra), Sulawesi Barat, PT Astra Grup hanya memberi lima persen per kilogram tandan segar sawit dari harga kepada pemerintah setempat.
Bagi hasil yang rendah itu dinilai tidak memberikan kontibusi yang berarti kepada Pemkab Matra maupun warga, bahkan hanya menjadi sumber masalah bagi warga.
Hal itu dikemukakan Ketua Lembaga Pemerhati Lingkungan Matra (LPLM), Imran di Matra, Rabu.
Dia mengatakan, perusahaan tersebut mengelola lebih dari 20.000 hektar lahan sawit dan hanya memberikan kontribusi dalam bentuk penghasilan tandan buah segar, namun di wilayah tersebut juga dilakukan pengelolaan minyak sawit mentah crude palm oil (CPO).
"Perusahaan juga tidak pernah memberikan bagi hasil dari pengelolaan CPO, sementara pengelolaan CPO merupakan penghasil limbah terbesar dan sangat berdampak buruk terhadap lingkungan," ucap Imran.
Berdasarkan kenyataan itu, PT Astra dianggap tidak memberikan kontribusi apa-apa kepada warga dan hanya menimbulkan dampak kerugian yang besar terhadap warga di Matra.
Ia mengatakan, pencemaran yang dihasilkan dari pengolahan CPO telah lama mencemari air tanah, sehingga kualitas air tanah di sekitar lokasi perkebunan sawit tidak layak untuk dikonsumsi sebab menimbulkan aroma tidak sedap dan berengaruh terhadap kejernian air.
Namun, warga di sekitar perkebunan dengan terpaksa tetap mengonsumsi air tanah, sebab tidak tersedia sumber air yang lainnya meskipun air yang dikonsumsi tersebut sangat keruh.
Imran mengatakan, pada dasarnya perusahaan memiliki kemampuan mengeluarkan biaya untuk menyediakan sejumlah fasilitas bagi warga agar dampak negatif yang ditimbulkan perkebunan sawit tidak langung dirasakan warga.
Ia membandingkan, khusus untuk biaya pengelolaan jalan di area perkebunan sawit, PT Astra bisa mengeluarkan anggaran hingga puluhan miliar rupiah, sementara biaya pemeliharaan peralatan bisa mencapai Rp8 miliar hingga Rp10 miliar setiap tahun.
Hal tersebut membuktikan, keuntungan yang diterima perusahaan sangat besar, namun warga hanya merasakan dampak negatif dari pengelolaan tersebut.
"Kami sangat menyayangkan tindakan yang dilakukan PT Astra beberapa puluh tahun ke depan hanya akan menimbulkan kesengsaraan bagi warga, utamanya bagi yang bertempat tinggal di sekitar lokasi perkebunan," tuturnya.
Menurut Imran, keluhan masyarakat yang disiarkan di media mapun melalui unjuk rasa, sangat sedikit yang ditanggapi pihak Astra. Dan khusus keluhan warga ke media, hampir tidak pernah pihak Astra melakukan koreksian atau menghubungi media untuk melakukan pelurusan, sekalipun mereka membacanya.
Padahal, warga menunggu perubahan mengarah kepada perbaikan dari Astra Grup, sehingga dampak positif keberadaan perkebunan dan industri minyak sawit di Matra ikut mensejahterakan warga secara umum, ucapnya.
(T.PSO-284/F003)
Bagi hasil yang rendah itu dinilai tidak memberikan kontibusi yang berarti kepada Pemkab Matra maupun warga, bahkan hanya menjadi sumber masalah bagi warga.
Hal itu dikemukakan Ketua Lembaga Pemerhati Lingkungan Matra (LPLM), Imran di Matra, Rabu.
Dia mengatakan, perusahaan tersebut mengelola lebih dari 20.000 hektar lahan sawit dan hanya memberikan kontribusi dalam bentuk penghasilan tandan buah segar, namun di wilayah tersebut juga dilakukan pengelolaan minyak sawit mentah crude palm oil (CPO).
"Perusahaan juga tidak pernah memberikan bagi hasil dari pengelolaan CPO, sementara pengelolaan CPO merupakan penghasil limbah terbesar dan sangat berdampak buruk terhadap lingkungan," ucap Imran.
Berdasarkan kenyataan itu, PT Astra dianggap tidak memberikan kontribusi apa-apa kepada warga dan hanya menimbulkan dampak kerugian yang besar terhadap warga di Matra.
Ia mengatakan, pencemaran yang dihasilkan dari pengolahan CPO telah lama mencemari air tanah, sehingga kualitas air tanah di sekitar lokasi perkebunan sawit tidak layak untuk dikonsumsi sebab menimbulkan aroma tidak sedap dan berengaruh terhadap kejernian air.
Namun, warga di sekitar perkebunan dengan terpaksa tetap mengonsumsi air tanah, sebab tidak tersedia sumber air yang lainnya meskipun air yang dikonsumsi tersebut sangat keruh.
Imran mengatakan, pada dasarnya perusahaan memiliki kemampuan mengeluarkan biaya untuk menyediakan sejumlah fasilitas bagi warga agar dampak negatif yang ditimbulkan perkebunan sawit tidak langung dirasakan warga.
Ia membandingkan, khusus untuk biaya pengelolaan jalan di area perkebunan sawit, PT Astra bisa mengeluarkan anggaran hingga puluhan miliar rupiah, sementara biaya pemeliharaan peralatan bisa mencapai Rp8 miliar hingga Rp10 miliar setiap tahun.
Hal tersebut membuktikan, keuntungan yang diterima perusahaan sangat besar, namun warga hanya merasakan dampak negatif dari pengelolaan tersebut.
"Kami sangat menyayangkan tindakan yang dilakukan PT Astra beberapa puluh tahun ke depan hanya akan menimbulkan kesengsaraan bagi warga, utamanya bagi yang bertempat tinggal di sekitar lokasi perkebunan," tuturnya.
Menurut Imran, keluhan masyarakat yang disiarkan di media mapun melalui unjuk rasa, sangat sedikit yang ditanggapi pihak Astra. Dan khusus keluhan warga ke media, hampir tidak pernah pihak Astra melakukan koreksian atau menghubungi media untuk melakukan pelurusan, sekalipun mereka membacanya.
Padahal, warga menunggu perubahan mengarah kepada perbaikan dari Astra Grup, sehingga dampak positif keberadaan perkebunan dan industri minyak sawit di Matra ikut mensejahterakan warga secara umum, ucapnya.
(T.PSO-284/F003)