Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan evaluasi dan uji klinis terhadap obat-obat COVID-19 yang saat ini beredar di Indonesia.
"Kementerian Kesehatan terus bekerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan rumah sakit-rumah sakit vertikal untuk melakukan review dan uji klinis dari semua obat-obatan baru," ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
Ia mengemukakan review dan uji klinis terhadap obat-obatan COVID-19, baik sifatnya manoklonal antibodi hingga obat-obatan antivirus baru, seperti Molnupiravir dari Merck & Co.
"Jadi obat-obatan tersebut sudah kami approach (pendekatan) pabrikannya, dan kami sudah juga merencanakan untuk beberapa sudah mulai uji klinis," katanya.
Ia mengharapkan pada akhir tahun ini sudah diketahui obat-obat COVID-19 yang cocok untuk masyarakat Indonesia.
Sebelumnya, Merck & Co mengklaim pil antivirus yang dikembangkan mampu mengurangi separuh risiko kematian atau rawat inap akibat COVID-19.
Klaim tersebut didasarkan pada data uji klinis tahap III molnupiravir, obat yang dirancang untuk merusak kode genetik virus.
Uji klinis melibatkan 775 pasien dengan gejala COVID-19 ringan dan sedang selama lima hari atau kurang.
Mereka memiliki, setidaknya satu faktor risiko mengalami sakit parah, seperti obesitas atau sudah uzur.
Selama lima hari sebagian dari mereka diminta meminum molnupiravir dua kali sehari di rumah.
Analisis data menemukan 7,3 persen dari kelompok itu kemudian dirawat di rumah sakit dan tak satu pun meninggal setelah 29 hari pemberian obat.
Angka itu hanya separuh dari tingkat rawat inap kelompok pasien yang diberi plasebo, yaitu 14,1 persen. Tercatat juga ada delapan kematian dari kelompok itu.
"Kementerian Kesehatan terus bekerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan rumah sakit-rumah sakit vertikal untuk melakukan review dan uji klinis dari semua obat-obatan baru," ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
Ia mengemukakan review dan uji klinis terhadap obat-obatan COVID-19, baik sifatnya manoklonal antibodi hingga obat-obatan antivirus baru, seperti Molnupiravir dari Merck & Co.
"Jadi obat-obatan tersebut sudah kami approach (pendekatan) pabrikannya, dan kami sudah juga merencanakan untuk beberapa sudah mulai uji klinis," katanya.
Ia mengharapkan pada akhir tahun ini sudah diketahui obat-obat COVID-19 yang cocok untuk masyarakat Indonesia.
Sebelumnya, Merck & Co mengklaim pil antivirus yang dikembangkan mampu mengurangi separuh risiko kematian atau rawat inap akibat COVID-19.
Klaim tersebut didasarkan pada data uji klinis tahap III molnupiravir, obat yang dirancang untuk merusak kode genetik virus.
Uji klinis melibatkan 775 pasien dengan gejala COVID-19 ringan dan sedang selama lima hari atau kurang.
Mereka memiliki, setidaknya satu faktor risiko mengalami sakit parah, seperti obesitas atau sudah uzur.
Selama lima hari sebagian dari mereka diminta meminum molnupiravir dua kali sehari di rumah.
Analisis data menemukan 7,3 persen dari kelompok itu kemudian dirawat di rumah sakit dan tak satu pun meninggal setelah 29 hari pemberian obat.
Angka itu hanya separuh dari tingkat rawat inap kelompok pasien yang diberi plasebo, yaitu 14,1 persen. Tercatat juga ada delapan kematian dari kelompok itu.