Mamuju (ANTARA) - Komunitas Laut Biru Sulawesi Barat berkomitmen melestarikan keberadaan mangrove sehingga fungsi ekologisnya tetap terjaga sekaligus juga dapat memberikan pendapatan kesejahteraan untuk masyarakat pesisir melalui pengembangan kepiting bakau.
"Dengan motto mangrove lestari, ikan melimpah, masyarakat sejahtera, kami dari Komunitas Laut Biru berkomitmen melestarikan mangrove sehingga fungsi ekologisnya tetap terjaga, sekaligus dapat memberikan pendapatan kesejahteraan untuk masyarakat pesisir," kata Ketua Laut Biru Sulbar Putra Ardiansyah, Senin.
Hal itu disampaikan Putra Ardiansyah pada sharing session Sicurita yang dilaksanakan di Bopan House Pantai Lapeo, Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar.
Kegiatan itu kata Putra Ardiansyah, untuk memberi pemahaman konsep perikanan budidaya berkelanjutan yaitu budidaya kepting bakau.
Pada kegiatan itu, menghadirkan Guru Besar Budidaya Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar Sulawesi Selatan yang juga salah seorangvahli silvofishery Prof Dr Ir Muh Yusri Karim M.si dan Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan Sulbar Muchtar Mappagala sebagai narasumber.
"Kegiatan ini digelar oleh Komunitas Laut Biru, juga sebagai langkah awal Laut Biru yang tahun ini akan mulai menyentuh upaya peningkatan ekonomi masyarat pesisir," ujarnya.
"Kita buat 'silvofishery' atau sistem pertambakan teknologi tradisional yang menggabungkan antara usaha perikanan dengan penanaman bakau dengan program Wana Mina Laut Biru. Kami berharap kegiatan ini nantinya bisa diadopsi para petani tambak dan masyarakat pesisir yang mempunyai bakau di wilayah pesisirnya," urai Putra Ardiansyah.
Sementara, Guru Besar Budidaya Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar Sulawesi Selatan yang juga salah seorang ahli silvofishery Muh Yusri Karim menyampaikan agar para anggota Komunitas Laut Biru dan petani tambak bisa langsung mencoba budidaya kepiting bakau.
Potensi pengembangan silvofishery Sulbar menurut dia sangat besar, meskipun luas areal mangrove yang ada di daerah itu terus mengalami degradasi dari tahun ke tahun, "
"Luasan mangrove yang masih tersisa tersebut masih cukup besar potensinya untuk pengembangan silvofishery," ujar Prof Yusri.
Sedangkan, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan Sulbar yang juga sebagai Ketua Dewan Pembina Komunitas Laut Biru Muchtar Mappagala berharap, kegiatan itu dapat melahirkan sebuah konsep bagaimana sumber daya pesisir bisa memberikan kesejahteraan kepada masyarakat tanpa merusak ekosistemnya,
"Saat ini sebuah kenyataan yang dihadapi bahwa ternyata sebagian besar penduduk miskin Sulbar masih didominasi oleh masyarakat pesisir," ucapnya.
"Artinya, sumberdaya perikanan dan kelautan kita belum memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir di Sulbar," kata mahasiswa pascasarjana Pengelolaan Sumber Daya Pesisir Terpadu Unhas tersebut.
"Dengan motto mangrove lestari, ikan melimpah, masyarakat sejahtera, kami dari Komunitas Laut Biru berkomitmen melestarikan mangrove sehingga fungsi ekologisnya tetap terjaga, sekaligus dapat memberikan pendapatan kesejahteraan untuk masyarakat pesisir," kata Ketua Laut Biru Sulbar Putra Ardiansyah, Senin.
Hal itu disampaikan Putra Ardiansyah pada sharing session Sicurita yang dilaksanakan di Bopan House Pantai Lapeo, Kecamatan Campalagian, Kabupaten Polewali Mandar.
Kegiatan itu kata Putra Ardiansyah, untuk memberi pemahaman konsep perikanan budidaya berkelanjutan yaitu budidaya kepting bakau.
Pada kegiatan itu, menghadirkan Guru Besar Budidaya Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar Sulawesi Selatan yang juga salah seorangvahli silvofishery Prof Dr Ir Muh Yusri Karim M.si dan Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan Sulbar Muchtar Mappagala sebagai narasumber.
"Kegiatan ini digelar oleh Komunitas Laut Biru, juga sebagai langkah awal Laut Biru yang tahun ini akan mulai menyentuh upaya peningkatan ekonomi masyarat pesisir," ujarnya.
"Kita buat 'silvofishery' atau sistem pertambakan teknologi tradisional yang menggabungkan antara usaha perikanan dengan penanaman bakau dengan program Wana Mina Laut Biru. Kami berharap kegiatan ini nantinya bisa diadopsi para petani tambak dan masyarakat pesisir yang mempunyai bakau di wilayah pesisirnya," urai Putra Ardiansyah.
Sementara, Guru Besar Budidaya Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar Sulawesi Selatan yang juga salah seorang ahli silvofishery Muh Yusri Karim menyampaikan agar para anggota Komunitas Laut Biru dan petani tambak bisa langsung mencoba budidaya kepiting bakau.
Potensi pengembangan silvofishery Sulbar menurut dia sangat besar, meskipun luas areal mangrove yang ada di daerah itu terus mengalami degradasi dari tahun ke tahun, "
"Luasan mangrove yang masih tersisa tersebut masih cukup besar potensinya untuk pengembangan silvofishery," ujar Prof Yusri.
Sedangkan, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan Sulbar yang juga sebagai Ketua Dewan Pembina Komunitas Laut Biru Muchtar Mappagala berharap, kegiatan itu dapat melahirkan sebuah konsep bagaimana sumber daya pesisir bisa memberikan kesejahteraan kepada masyarakat tanpa merusak ekosistemnya,
"Saat ini sebuah kenyataan yang dihadapi bahwa ternyata sebagian besar penduduk miskin Sulbar masih didominasi oleh masyarakat pesisir," ucapnya.
"Artinya, sumberdaya perikanan dan kelautan kita belum memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir di Sulbar," kata mahasiswa pascasarjana Pengelolaan Sumber Daya Pesisir Terpadu Unhas tersebut.