Kupang (ANTARA News) - DPRD Propinsi Nusa Tenggara Timur melalui Komisi D sedang berusaha untuk membebaskan tenaga kerja wanita (TKW) asal Kabupaten Belu, Wilfrida Soik yang diancam hukuman mati di Malaysia karena dituduh membunuh majikannya Puan Yeap pada 7 Desember 2010.

Ketua DPRD NTT Ibrahim Agustinus Medah di Kupang, Sabtu mengatakan Komisi D sudah melakukan pendekatan dengan pemerintah dan penegak hukum di Malaysia agar Wilfrida Soik bisa bebas atau setidaknya mendapat keringanan hukuman.

"Sesuai hasil konsultasi Komisi D DPRD NTT dengan pemerintah dan penegak hukum di Malaysia bahwa warga yang berusia dibawah 17 tahun tidak dikenai sangsi hukuman penjara dan Wilfrida Soik seharusnya bebas dari hukuman karena berusia di bawah 17 tahun," kata Ibrahim Agustinus Medah.

Namun patut disesalkan, kata dia menambahkan Wilfrida Soik memiliki kartu tanda penduduk (KTP) warga negara Indonesia (WNI) yang saat ini berusia 21 tahun karena dimanipulasi oleh Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) ilegal.

Menurut dia Wilfrida Soik bisa bebas dari ancaman hukuman mati bila masih berusia dibawah 17 tahun ke bawah dan syarat itu yang diminta aparat penegak hukum di Negara Malaysia sebagai syarat mutlak.

"Saat ini kami sedang melengkapi syarat mutlak tersebut dengan menghimpun data yang sebenarnya di miliki oleh Wilfrida Soik untuk pembuktian yang diperlukan oleh penegak hukum di Malaysia," kata Ibrahim Agustinus Medah yang juga Ketua DPD I Golkar Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Ibrahim Agustinus Medah yang juga mantan Bupati Kupang dua periode meyakini bahwa Wilfrida Soik masih berusia di bawah 17 tahun, namun agar bisa lolos menjadi TKW akhirnya usia Wilfrida Soik dimanipulasi oleh PPTKIS ilegal menjadi 21 tahun.

Sementara anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia asal Propinsi NTT Abraham Paul Lyanto berharap Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ikut campur tangan untuk membebaskan TKW asal Kabupaten Belu Propinsi NTT Wilfrida Soik dari ancaman hukuman mati di Negara Malaysia.

"Bila Presiden SBY mau melakukan komunikasi dan pendekatan dengan Pemerintah Negara Malaysia maka Wilfrida Soik akan bebas dari hukuman mati," kata Abraham Paul Lyanto.

Menurut Abraham Paul Lyanto pihaknya sudah berjuang melewati sejumlah tahapan untuk membebaskan Wilfrrida Soik dari ancaman hukuman mati dan sekarang tinggal menanti intervensi Presiden SBY untuk melakukan komunikasi dengan Pemimpin Negara Malaysia.

Wilfrida Soik direkrut oleh perusahaan pengerah jasa tenaga kerja yang tidak jelas, meskipun demikian Paul Lyanto mendesak Pemerintah Indonesia untuk memperjuangkan agar Wilfrida Soik bebas dari segala tuntutan hukuman mati karena yang bersangkutan dilahirkan dan dibesarkan dari lingkungan keluarga yang tergolong ekonomi lemah.

Ia menjelaskan Wilfrida Soik adalah TKW asal Kabupaten Belu Nusa Tenggara Timur yang direkrut tidak melalui jasa pengerah tenaga kerja pada September 2009.

Wilfrida Soik diancam hukuman mati karena dituduh telah menghabisi nyawa majikannya, Puan Yeap pada 7 September 2010 sekitar pukul 14.00 waktu Malaysia.

Sebelumnya Wilfrida Soik disebut-sebut mengalami gangguan jiwa karena sering disiksa saat berada dalam penampungan agensi pekerjaan master Malaysia.

Wilfrida Soik juga pernah dipaksa untuk menjadi pembantu rumah tangga pada Lee Che Keng untuk menjaga Puan Yeap (Ibu dari Lee Che Keng) yang baru selesai menjalani bedah otak.

Menurut Abraham Paul Lyanto kasus yang menimpa Wilfrida Soik menjadi pengalaman berharga bagi semua perusahaan pengerah jasa tenaga kerja agar lebih selektif merekrut tenaga kerja yang akan dikirim ke luar negeri.

"Semua pihak harus memberi dukungan dan berjuang untuk membebaskan Wilfrida Soik dari semua tuntutan hukuman mati di Negara Malaysia," katanya. (T.pso-296/M009) 

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024