Jakarta (ANTARA) - Lead Co-Chair T20 Indonesia Bambang Brodjonegoro mengatakan salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam mendorong terselesaikannya pembiayaan pembangunan seluruh negara di dunia adalah melalui skema blended financing.
Skema ini bertujuan untuk memobilisasi arus modal swasta kepada proyek-proyek yang berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan, dengan tetap memberikan pengembalian finansial kepada para investor, sehingga para pengambil keputusan perlu mengembangkan ekosistem pembiayaan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang menarik bagi para investor swasta.
"Negara-negara di dunia perlu mendorong pembiayaan pembangunan untuk dapat mempercepat pemulihan, serta memastikan ketercapaian SDGs di 2030," kata Bambang dalam Workshop Media dan Konferensi Pers secara daring di Jakarta, Rabu.
Ia menilai pandemi secara signifikan telah menghambat pembangunan di seluruh dunia, sehingga dirumuskannya rencana dan aksi pembangunan dalam rangka pemulihan dari COVID-19 perlu didukung oleh kapasitas finansial yang mencukupi.
Keterbatasan kapasitas fiskal seluruh pemerintahan di masa pandemi yang diperparah dengan berbagai pengeluaran yang diperlukan untuk mengatasi krisis kesehatan dan ekonomi dalam jangka pendek menyebabkan pemerintah perlu melakukan reformasi strategi pembiayaan untuk tetap memastikan rencana pembangunan jangka panjang tetap pada jalurnya.
Menurut Bambang, beberapa langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mendukung skema blended financing antara lain, penguatan lembaga keuangan dalam mendukung pembiayaan SDGs dan penciptaan platform multilateral dan kemitraan multi stakeholders.
Kemudian, memperkuat peran Multilateral Development Bank (MDB) dalam mendukung pembiayaan SDGs untuk negara berkembang, mengejar upaya peningkatan kontribusi filantropi, serta mengembangkan SDGs debt swap dan berbagai instrumen pembiayaan inovatif lainnya.
"Untuk itu diskursus mengenai pembiayaan dan praktik-praktik baik yang telah terbukti menguatkan lembaga keuangan dalam pembiayaan pembangunan perlu didukung," ujarnya.
Skema ini bertujuan untuk memobilisasi arus modal swasta kepada proyek-proyek yang berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan, dengan tetap memberikan pengembalian finansial kepada para investor, sehingga para pengambil keputusan perlu mengembangkan ekosistem pembiayaan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang menarik bagi para investor swasta.
"Negara-negara di dunia perlu mendorong pembiayaan pembangunan untuk dapat mempercepat pemulihan, serta memastikan ketercapaian SDGs di 2030," kata Bambang dalam Workshop Media dan Konferensi Pers secara daring di Jakarta, Rabu.
Ia menilai pandemi secara signifikan telah menghambat pembangunan di seluruh dunia, sehingga dirumuskannya rencana dan aksi pembangunan dalam rangka pemulihan dari COVID-19 perlu didukung oleh kapasitas finansial yang mencukupi.
Keterbatasan kapasitas fiskal seluruh pemerintahan di masa pandemi yang diperparah dengan berbagai pengeluaran yang diperlukan untuk mengatasi krisis kesehatan dan ekonomi dalam jangka pendek menyebabkan pemerintah perlu melakukan reformasi strategi pembiayaan untuk tetap memastikan rencana pembangunan jangka panjang tetap pada jalurnya.
Menurut Bambang, beberapa langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mendukung skema blended financing antara lain, penguatan lembaga keuangan dalam mendukung pembiayaan SDGs dan penciptaan platform multilateral dan kemitraan multi stakeholders.
Kemudian, memperkuat peran Multilateral Development Bank (MDB) dalam mendukung pembiayaan SDGs untuk negara berkembang, mengejar upaya peningkatan kontribusi filantropi, serta mengembangkan SDGs debt swap dan berbagai instrumen pembiayaan inovatif lainnya.
"Untuk itu diskursus mengenai pembiayaan dan praktik-praktik baik yang telah terbukti menguatkan lembaga keuangan dalam pembiayaan pembangunan perlu didukung," ujarnya.