Makassar (ANTARA News) - Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat segera memerintahkan Kejaksaan Negeri mengusut dugaan korupsi tukar guling tanah dan bangunan Balai Karantina Hewan Makassar pada 2002 yang dilakukan Sekretaris Daerah Kabupaten Bangli I Wayan Sutapa.

"Saya ini masih baru menjabat sebagai Aspidsus Kejati dan kasus ini baru saya dengar dari rekan-rekan wartawan. Sebentar (6/2) saya akan segera perintahkan Kejari Makassar untuk mengusut kasus itu," ujar Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, Chaerul Amir di Makassar, Senin.

Ia mengatakan, kasus ini harus diperjelas mengenai statusnya. Salah satunya, yakni memori kasasi tersebut apakah sudah terkirim ke Pengadilan Negeri Makassar ataukah belum dilakukan.

"Jika status hukum kasus ini sudah inkrah kenapa pihak kejaksaan tidak melakukan eksekusi dan sebaliknya jika masih berstatus tahanan kenapa tidak ada perintah penahanan dari PN Makassar," katanya.

Berdasarkan data yang diperoleh, Sekda Bangli I Wayan Sutapa saat menjabat sebagai Kepala Karantina Hewan Makassar merangkap sebagai anggota tim penaksir tersangkut dengan kasus tindak pidana korupsi tukar guling tanah dan bangunan (ruislag).

Dijelaskan, pada 4 April 1997 telah terjadi perjanjian tukar menukar tanah dan bangunan antara Departemen Pertanian RI dengan PT Berdikari Sari Utama Flour Mills (PT BSUFM) atas tanah dan bangunan kantor Balai Karantina Hewan yang terletak di Jalan Kalimantan No. 145 Ujung Pandang (sekarang Makassar).

Melalui putusan Menteri Pertanian saat itu, mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 620/Kpts/Kp.150/7/1996 tentang Pembentukan Panitia Penaksir Harga Tanah dan Bangunan milik Negara pada Balai Karantina Hewan Ujung Pandang di Jalan Kalimantan No.145.

Terdakwa yang saat itu menjabat sebagai Kepala Balai Karantina Hewan merangkap tim penaksir tanpa sepengetahuan tim penaksir harga tanah telah melakukan penawaran harga tanah seluas 7.759 meter per segi kepada para pemilik tanah yaitu H. Nusu, H Lenteng dan Suki Bin Nappa.

Dalam pertemuan itu, terjadi kesepakatan harga tanah sebesar Rp30 ribu per meter per segi. Akan tetapi, para pemilik tanah diminta untuk menjual tanah tersebut dengan harga Rp55 ribu per meter per seginya kepada PT BSUFM.

PT BSUFM yang menyepakati harga tanah itu kemudian melakukan pembayaran kepada ketiga pemilik tanah masing-masing H Nusu sebesar Rp121 juta dengan luas tanah 2.200 meter per segi.

Kepada H Lenteng dibayarkan Rp259 juta untuk tanah seluas 4.710 meter persegi. Sedangkan kepada H Suki, PT BSUFM membayar Rp46,69 juta untuk tanah seluas 849 meter perseginya.

Untuk ketiga pemilik tanah itu, PT BSUFM telah mengeluarkan Rp426,79 juta. Setelah melakukan pembayaran, terdakwa I Wayan Sutapa kemudian mengambil selisih harga tanah itu kepada ketiga pemilik tanah dengan jumlah sebesar Rp193,79 juta.

Dalam sidang yang dipimpin oleh Paruasan dengan didampingi Jasolo Situmorang dan Andi Makkasau pada 30 Juli 2003 telah menghukum terdakwa dengan kurungan penjara selama satu tahun enam bulan dan uang pengganti sebesar Rp193,79 juta.

Terdakwa usai divonis telah mengajukan upaya hukum kasasi ke Pengadilan Tinggi pada 7 Januari 2005 tetapi terdakwa tidak mengajukan memori kasasi sesuai tenggang waktu yang telah ditentukan oleh undang-undang.

Karena tidak mengajukan memori kasasi itu sehingga terdakwa dianggap telah menerima putusan tersebut yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkrah).

Sementara itu, berdasarkan sumber yang diperolah di bagian panitera pidana pengadilan, surat pengajuan memori kasasi yang pernah dimasukan terdakwa melalui kuasa hukumnya Asmaun Abbas, ternyata hilang sehingga proses kakasi terdakwa belum juga dilakukan.

Karena itu pula, Kejaksaan Negeri Makassar mengurungkan niatnya melakukan eksekusi terhadap mantan Kepala Karantina Hewan Makassar yang saat ini berada di Denpasar, Bali.

"Kami tidak berani mengeksekusi karena kasus terdakwa masih dalam proses kasasi di MA, berdasarkan akte memori kasasi yang kami terima dari pensehat hukum terdakwa bernomor 1017/pidB/2002 yang dikirim 19 januari 2005 lalu," ujar Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Makassar, Joko Budi Darmawan.  (T.KR-MH/S023)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024