Makassar (ANTARA) - Kelompok Perempuan Tani (KPT) Kunjungmae Rammang-rammang Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan mengajak para ibu rumah tangga (IRT) untuk memanfaatkan pekarangan rumah untuk budi daya tanaman pangan guna memperkuat ketahanan pangan keluarga.
"Setidaknya mengurangi pengeluaran, karena hasil tanam mereka konsumsi. Jadi tidak beli sayur lagi, cabe, tomat, itu semua dari hasil tanamannya sendiri," ungkap Masriani selaku Ketua KPT Kunjungmae Desa Rammang-rammang yang dihubungi dari Makassar, Selasa.
Ia mengatakan kegiatan berbasis masyarakat ini juga bertujuan mengembangkan potensi warga dalam memanfaatkan lahan dan pekarangan rumahnya bercocok tanam, yang dipastikan berdampak pada ketahanan ekonomi keluarga.
Menurut Masriani, pada awalnya, giat ini dilakukan guna mendukung pariwisata Rammang-rammang Desa Salenrang Kabupaten Maros yang terkenal dengan pegunungan karst.
Hasil tanaman dari pekarangan rumah tangga ini ditujukan untuk konsumsi para wisatawan, utamanya wisatawan luar negeri yang melakukan kunjungan dan menggunakan jasa homestay masyarakat setempat.
"Menginap di homestay ini, mereka butuh makanan sehat, itu diambil dari hasil perkebunan dari rumah. Jadi menurut saya itu jadi pariwisata juga buat tamu karena memanfaatkan pertanian," urai Masriani.
Menurut Masriani yang juga pengajar itu, kebanyakan pengunjung dari luar negeri sangat menyukai produk alami atau tanpa pupuk kimia sehingga pertanian organik menjadi pilihan yang tepat.
Apalagi Desa Salenrang ini memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) yang mengelola pupuk organik guano yang memanfaatkan kotoran kelelawar.
"Jadi semua hasil tanamannya alami. Cuma pas COVID-19, banyak di antara IRT berhenti menanam, akhirnya bibit yang ada itu habis, dan sekarang tidak ada," ujarnya.
Sementara bagi yang masih aktif menanam tersisa sebagian dan hasilnya masih tahap konsumsi pribadi.
Meski demikian, pemberdayaan perempuan masih tetap dilakukan kendati semangat budidaya tanaman pangan tampak menurun, apalagi semenjak merebaknya virus COVID-19. Ini dipengaruhi oleh tingkat kunjungan yang berkurang dan tentu berpengaruh terhadap penghasilan masyarakat sekitar.
"Kalau dari kami rencananya mau mengembangkan pertanian alami ini, mau tambah bibit, bisa juga dari kelompok pertanian ini menjual bibit nantinya, sehingga masyarakat bisa makin giat menanam," urainya.
"Setidaknya mengurangi pengeluaran, karena hasil tanam mereka konsumsi. Jadi tidak beli sayur lagi, cabe, tomat, itu semua dari hasil tanamannya sendiri," ungkap Masriani selaku Ketua KPT Kunjungmae Desa Rammang-rammang yang dihubungi dari Makassar, Selasa.
Ia mengatakan kegiatan berbasis masyarakat ini juga bertujuan mengembangkan potensi warga dalam memanfaatkan lahan dan pekarangan rumahnya bercocok tanam, yang dipastikan berdampak pada ketahanan ekonomi keluarga.
Menurut Masriani, pada awalnya, giat ini dilakukan guna mendukung pariwisata Rammang-rammang Desa Salenrang Kabupaten Maros yang terkenal dengan pegunungan karst.
Hasil tanaman dari pekarangan rumah tangga ini ditujukan untuk konsumsi para wisatawan, utamanya wisatawan luar negeri yang melakukan kunjungan dan menggunakan jasa homestay masyarakat setempat.
"Menginap di homestay ini, mereka butuh makanan sehat, itu diambil dari hasil perkebunan dari rumah. Jadi menurut saya itu jadi pariwisata juga buat tamu karena memanfaatkan pertanian," urai Masriani.
Menurut Masriani yang juga pengajar itu, kebanyakan pengunjung dari luar negeri sangat menyukai produk alami atau tanpa pupuk kimia sehingga pertanian organik menjadi pilihan yang tepat.
Apalagi Desa Salenrang ini memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) yang mengelola pupuk organik guano yang memanfaatkan kotoran kelelawar.
"Jadi semua hasil tanamannya alami. Cuma pas COVID-19, banyak di antara IRT berhenti menanam, akhirnya bibit yang ada itu habis, dan sekarang tidak ada," ujarnya.
Sementara bagi yang masih aktif menanam tersisa sebagian dan hasilnya masih tahap konsumsi pribadi.
Meski demikian, pemberdayaan perempuan masih tetap dilakukan kendati semangat budidaya tanaman pangan tampak menurun, apalagi semenjak merebaknya virus COVID-19. Ini dipengaruhi oleh tingkat kunjungan yang berkurang dan tentu berpengaruh terhadap penghasilan masyarakat sekitar.
"Kalau dari kami rencananya mau mengembangkan pertanian alami ini, mau tambah bibit, bisa juga dari kelompok pertanian ini menjual bibit nantinya, sehingga masyarakat bisa makin giat menanam," urainya.