Jakarta (ANTARA) - Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK-IDI) dr Djoko Widyarto JS mengatakan keputusan pemberhentian dokter Terawan dari organisasi profesi bukanlah proses singkat dan telah melalui kesempatan untuk pembelaan diri.
"Prosesnya sudah sejak Muktamar IDI ke-30 di Samarinda pada 2018, tapi saat itu keputusan belum sempat terlaksana karena pertimbangan khusus," kata Djoko melalui konferensi pers yang diikuti dari Zoom di Jakarta, Kamis.
Djoko mengatakan PB IDI juga telah memfasilitasi kesempatan terhadap yang bersangkutan untuk bisa membela diri atas tuduhan pelanggaran kode etik.
Dalam kesempatan tersebut, Djoko menyinggung perihal Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004, tertulis dalam Pasal 50 bahwa profesionalisme dokter meliputi tiga komponen. Pertama adalah skill, kedua knowledge dan profesional attitude.
"Profesional attitude adalah etika kedokteran. Bagaimana yang kita pahami bahwa setiap profesi itu selalu ditandai dengan adanya yang namanya kode etik profesi. Itu dibacakan saat pengambilan sumpah," katanya.
Sebagai organisasi profesi, sambung Djoko, IDI juga memiliki kode etik kedokteran Indonesia yang disahkan pada 2012 melalui pengucapan sumpah dan janji.
"Dalam sumpah dokter itu ada 12 butir, ini yang sangat khas bagi Indonesia karena sumpah dokter yang di luar Indonesia tidak ada kalimat terakhir, yaitu saya akan menaati kedokteran Indonesia," katanya.
Kode etik kedokteran Indonesia 2012 bukan hanya berlaku untuk dokter Indonesia, tetapi berlaku bagi dokter mancanegara di seluruh Indonesia, kata Djoko menambahkan.
"Koridor inilah yang sebenarnya menjadi pegangan bagi setiap profesi dokter di Indonesia, yaitu sumpah dokter. Itulah yang kami pegang saat ini sebagai rambu-rambu yang harus kami taati bersama," katanya.
Muktamar IDI XXXI di Banda Aceh pada 22-25 Maret 2022 telah memutuskan sejumlah rekomendasi, yakni Transformasi IDI Baru/IDI Reborn, Peningkatan Mutu Pelayanan dan Profesi Kedokteran, IDI Menjadi Mitra Strategis Pemerintah serta Bersinergi Dengan Stakeholeder Terkait, dan terakhir Pemberhentian Tetap DR Terawan Agus Putranto Sebagai Anggota IDI.
"Prosesnya sudah sejak Muktamar IDI ke-30 di Samarinda pada 2018, tapi saat itu keputusan belum sempat terlaksana karena pertimbangan khusus," kata Djoko melalui konferensi pers yang diikuti dari Zoom di Jakarta, Kamis.
Djoko mengatakan PB IDI juga telah memfasilitasi kesempatan terhadap yang bersangkutan untuk bisa membela diri atas tuduhan pelanggaran kode etik.
Dalam kesempatan tersebut, Djoko menyinggung perihal Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004, tertulis dalam Pasal 50 bahwa profesionalisme dokter meliputi tiga komponen. Pertama adalah skill, kedua knowledge dan profesional attitude.
"Profesional attitude adalah etika kedokteran. Bagaimana yang kita pahami bahwa setiap profesi itu selalu ditandai dengan adanya yang namanya kode etik profesi. Itu dibacakan saat pengambilan sumpah," katanya.
Sebagai organisasi profesi, sambung Djoko, IDI juga memiliki kode etik kedokteran Indonesia yang disahkan pada 2012 melalui pengucapan sumpah dan janji.
"Dalam sumpah dokter itu ada 12 butir, ini yang sangat khas bagi Indonesia karena sumpah dokter yang di luar Indonesia tidak ada kalimat terakhir, yaitu saya akan menaati kedokteran Indonesia," katanya.
Kode etik kedokteran Indonesia 2012 bukan hanya berlaku untuk dokter Indonesia, tetapi berlaku bagi dokter mancanegara di seluruh Indonesia, kata Djoko menambahkan.
"Koridor inilah yang sebenarnya menjadi pegangan bagi setiap profesi dokter di Indonesia, yaitu sumpah dokter. Itulah yang kami pegang saat ini sebagai rambu-rambu yang harus kami taati bersama," katanya.
Muktamar IDI XXXI di Banda Aceh pada 22-25 Maret 2022 telah memutuskan sejumlah rekomendasi, yakni Transformasi IDI Baru/IDI Reborn, Peningkatan Mutu Pelayanan dan Profesi Kedokteran, IDI Menjadi Mitra Strategis Pemerintah serta Bersinergi Dengan Stakeholeder Terkait, dan terakhir Pemberhentian Tetap DR Terawan Agus Putranto Sebagai Anggota IDI.