Makassar (ANTARA) - Kampung Karst Rammang-rammang semakin dikenal masyarakat luas karena segala keindahan dan keunikannya. Menawarkan pemandangan batugamping atau batugamping menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung.

Kehadiran tempat wisata yang berada di dua dusun, yakni Dusun Rammang-rammang dan Dusun Salenrang, Desa Salenrang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, tidak terlepas dari inisiasi masyarakat setempat dan pemerintah desa terhadap ekowisata Rammang-rammang.

Berbasis masyarakat, kawasan karst terbesar kedua di dunia telah banyak dikunjungi wisatawan domestik dan mancanegara sejak tahun 2015, bahkan telah dikunjungi oleh para ilmuwan dan peneliti sejak tahun 90-an.

Dalam konsep pengembangan pariwisata Rammang-rammang, masyarakat setempat secara konsisten memilih konsep desa wisata, memanfaatkan potensi wisata desa melalui potensi masyarakat.

Saat ini, masyarakat Rammang-rammang yang didukung oleh pemerintah Desa Salenrang sedang berjalan dan menapaki jalan menuju kemerdekaan untuk mendorong percikan pariwisata agar tetap menyala.

Komunitas yang ada juga terus melakukan pemberdayaan untuk meningkatkan kapasitas warga setempat, hingga regenerasi. Mulai dari gerakan edukasi melalui pembelajaran dan kelas tematik, pengembangan produk melalui rumah produksi, serta konservasi.
  Seorang anak sambil belajar mengaji sebagai pengembangan kaderisasi melalui Rumah Belajar Rammang-rammang, Maros, Sulawesi Selatan. ANTARA/Nur Suhra Wardyah

Muhammad Ikhwan atau lebih dikenal Iwan Dento selaku pendiri objek wisata Desa Karst Rammang-rammang mengakui bahwa
menuju kemandirian masyarakat bukanlah hal yang mudah, namun bukan berarti tidak bisa diwujudkan.

Seperti belajar menerima orang asing, berbaur dengan pengunjung dari berbagai latar belakang, menjaga perilaku dan tingkah laku di depan wisatawan, belajar menyapa menggunakan bahasa asing dan masih banyak lagi.

Secara mental perlu dilatih, berinteraksi dengan orang luar menjadi sesuatu yang baru dan membiasakan diri, butuh waktu. Apalagi latar belakang masyarakat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan budaya masyarakat yang relatif baru dalam pelayanan.

“Pertanyaan ada kekurangan itu tugas bersama. Kelemahan masyarakat adalah kapasitasnya, cara terbaik adalah memperbanyak daripada meninggalkan,” kata Iwan Dento.

Pengembangan objek wisata kapur ini menjadi salah satu sumber penopang ekonomi masyarakat. Namun, masih ada kekhawatiran di antara mereka ketika harus digerus oleh penguasa dan pengusaha.

Namun, mereka membutuhkan lebih banyak ruang dan waktu untuk mengambil langkah maksimal dalam meningkatkan destinasi wisata yang kini menjadi tulang punggung kehidupan mereka. Masyarakat harus tetap menjadi tuan rumah untuk menjalani proses di rumah.

Istilah investor menjadi perhatian karena mau tidak mau akan meninggalkan kemandirian masyarakat. Oleh karena itu, Iwan dan masyarakat di Rammang-rammang jelas menginginkan kepastian keterlibatan masyarakat dalam jangka panjang dalam pengelolaan wisata Karst Rammang-rammang.

Terkait investor, Pemkab Maros sepakat dalam menentukan kebijakan pengembangan pariwisata Karst Rammang-rammang harus memastikan kelestarian kawasan tetap terjaga, salah satunya sangat hati-hati menerima investor.

“Investor boleh hadir di sana, tapi kita sangat berharap ada grand design perencanaan secara utuh, kita harus hati-hati menerima investor,” kata Bupati Maros Chaidir Syam.

Apalagi, Pemerintah Indonesia saat ini sedang mempersiapkan wisata Karst Rammang-rammang dengan pesona pegunungan kapurnya, untuk menjadi bagian dari World Geopark heritage oleh UNESCO.
Geopark Maros Pangkep merupakan salah satu kawasan strategis pengembangan pariwisata di Sulawesi Selatan, khususnya wisata alam dan petualangan yang berbasis pada kekayaan alam berupa geodiversity (geologi), biodiversitas (flora fauna) dan keragaman budaya (culture) yang bertaraf internasional.

Pemerintah Kabupaten Maros memiliki harapan yang tinggi dari sejumlah orang yang disebut “key person” atau orang-orang kunci dalam menjaga kelestarian di kawasan Rammang-rammang.

“Tidak hanya Maros, tapi kami berharap semua pihak yang mencintai Rammang-rammang dan lingkungan tetap terjaga kelestariannya,” kata Chaidir.

Pengembangan pariwisata tentunya tidak terlepas dari peran serta pemerintah desa khususnya dalam menggerakkan inisiasi masyarakat lokal menuju kemandirian. Pemerintah Desa Salenrang menargetkan swasembada air, swasembada pangan, dan pengembangan pariwisata.


Melibatkan kaum milenial

Selain pemerintah dan masyarakat pada umumnya, kaum milenial juga turut serta mewujudkan kemandirian masyarakat Rammang-rammang dalam rangka mengembangkan wisata karst yang menjadi kebanggaan Maros, Sulawesi Selatan.

Salah satunya Basir, pengelola homestay, yaitu penginapan dari kamar-kamar rumahnya yang khusus disiapkan untuk pengunjung Rammang-rammang.

Basir berjalan secara mandiri, memberdayakan pemerintah desa melalui diskusi ringan, termasuk menerima masukan dari pengunjung dalam meningkatkan pelayanan yang diberikan.

Basir memanfaatkan potensi pariwisata di daerah tersebut untuk meraup keuntungan dan meningkatkan perekonomian. Bersama warga sekitar, total 10 homestay telah hadir di kawasan wisata Rammang-rammang dengan harga Rp200 ribu hingga Rp250 ribu.

Bahkan terkadang Basir menjadi pemandu wisata bagi sejumlah wisatawan domestik dan mancanegara. Karena itu, ia mulai belajar bahasa Inggris untuk memaksimalkan perannya.
Selain Basir, ada juga Uni, seorang rammang-rammang milenial yang baru saja menyelesaikan kuliahnya. Serikat pekerja cukup kreatif dalam memanfaatkan sampah menjadi produk yang bernilai ekonomis. Seperti kantong plastik yang disulap menjadi tas handphone dan produk lainnya.

Uni juga aktif dalam pengelolaan UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) Rammang-rammang Creative Youth Hub yang dibentuk untuk mendorong pemekaran Kampung Karst Rammang-rammang.

UKM ini hadir untuk memanfaatkan potensi pangan desa untuk dikelola menjadi produk yang memiliki nilai jual di masyarakat.

Seperti tanaman daun pakis yang diolah menjadi keripik bernama “Peyek Pappa”, ada juga ikan mujair yang digoreng menjadi “Keripik ikan Jabiro”. Pengelolaan dilakukan oleh kaum milenial Rammang-rammang melalui Rumah Produksi Jabiro sebagai salah satu Badan Usaha Milik Des (Bumdes) Salenrang.

Sejumlah milenial yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani (KPT) Kunjungmae Rammang-rammang juga mengajak ibu rumah tangga (IRT) untuk membudidayakan tanaman pangan guna memperkuat ketahanan pangan keluarga.

Kegiatan berbasis masyarakat ini bertujuan untuk mengembangkan potensi warga dalam memanfaatkan lahan dan pekarangan rumahnya untuk bercocok tanam, yang tentunya berdampak pada ketahanan ekonomi keluarga.

“Setidaknya kurangi pengeluaran, karena mereka mengkonsumsi hasil panennya. Jadi jangan lagi membeli sayur, cabai, tomat, itu semua dari hasil panen mereka sendiri,” kata Masriani selaku Ketua KPT Kunjungmae Desa Rammang-rammang.

Hasil panen dari pekarangan rumah tangga ini ditujukan untuk konsumsi wisatawan, khususnya wisatawan asing yang berkunjung dan menggunakan jasa homestay masyarakat setempat.

Jadi semua tanaman itu alami. Baru setelah COVID-19 banyak IRT yang berhenti menanam, akhirnya bibit yang ada habis, dan sekarang sudah tidak ada lagi,” ujarnya.

Sedangkan bagi yang masih aktif menanam ada yang dibiarkan dan hasilnya masih di tahap konsumsi pribadi.

Namun, pemberdayaan perempuan tetap dilakukan meski semangat budidaya tanaman pangan nampaknya sedang menurun, apalagi sejak merebaknya virus COVID-19. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kunjungan yang berkurang dan tentunya mempengaruhi pendapatan masyarakat sekitar.

“Kalau rencana kita kembangkan pertanian alami ini, mau tambah bibit, bisa juga dari kelompok tani ini nanti jual bibitnya, agar masyarakat bisa lebih giat lagi menanam,” ujarnya.

Pewarta : Nur Suhra Wardyah
Editor : Redaktur Makassar
Copyright © ANTARA 2024