Seoul (ANTARA) - Yoon Suk-yeol menyegel jalurnya menuju ke posisi puncak politik Korea Selatan pada Selasa (3/5) ketika dia dilantik sebagai presiden Korsel.
Yoon, yang pernah bermimpi menjadi seorang pendeta, dijuluki "ayam petarung" karena kegigihannya sebagai jaksa.
Terpilih pada Maret 2022, mantan jaksa agung berusia 61 tahun itu baru secara resmi memasuki situasi dan lingkup kegiatan politik Korea ketika ia menyatakan pencalonannya sebagai presiden pada Juni tahun lalu.
Pencalonan Yoon itu terjadi setelah dia dirayu oleh kelompok konservatif karena menunjukkan sifat yang tidak kenal kompromi saat mengajukan kasus tuduhan suap terhadap seorang pembantu utama Presiden Moon Jae-in.
Digambarkan oleh rekan-rekannya sebagai orang yang bersemangat dan suka berteman, Yoon berjuang untuk memerangi korupsi dan menciptakan lapangan permainan ekonomi yang lebih seimbang sambil mengupayakan sikap yang lebih keras terhadap Korea Utara.
Pengangkatan Yoon sebagai jaksa agung pada 2019 terjadi setelah ia berkecimpung dalam pelayanan hukum selama lebih dari dua dekade, yakni saat ia memenjarakan banyak orang di seluruh spektrum politik nasional karena kasus korupsi.
Lahir pada 1960 di Seoul, Yoon lulus dari sebuah sekolah dasar misionari, di mana dia mengaku memendam ambisi untuk menjadi seorang pendeta, sebelum akhirnya memutuskan untuk belajar hukum atas saran ayahnya, yang adalah seorang profesor ekonomi terkenal.
Namun, Yoon cukup lambat untuk bergabung ke kantor kejaksaan karena ia lulus ujian pengacara sudah pada upayanya yang kesembilan pada 1991.
Yoon suka berteman dan bersosialisasi sambil minum-minum, dan masih mempertahankan hubungan lama dengan teman-teman yang sekarang menduduki jabatan penting di pemerintahan dan perusahaan, kata sejumlah asisten Yoon kepada Reuters.
Mengingat jalannya yang unik menuju jabatan tertinggi di Korsel, Yoon mengatakan dalam sebuah acara televisi baru-baru ini: "Saya tidak terlalu cemas dan tidur nyenyak selama kampanye, tetapi sejak pemilihan, saya telah berjuang untuk dapat tidur dengan nyenyak."
"Menurut saya kesepian adalah arti dari menjadi seorang presiden ... Anda tahu, mantan Presiden Amerika Serikat Harry Truman memiliki tanda di mejanya yang berbunyi 'Uang berhenti di sini'," ujarnya.
Sebagai seorang jaksa, sifat Yoon yang keras dan kepatuhannya pada peraturan membantunya menaiki tangga karier pada beberapa waktu tertentu.
Namun, rekam jejaknya saat menimbulkan kebencian dari tokoh-tokoh kuat juga mengakibatkan beberapa penurunan pangkat selama masa kariernya. Bahkan, Yoon justru dengan bercanda mengatakan masa penurunan pangkat itu memberinya lebih banyak waktu untuk melatih keterampilan memasaknya.
Etos pribadinya yang menonjol tampak dalam sidang pada 2013 yang membuat sejumlah gelombang di Seoul. Saat itu Yoon mengatakan kepada para anggota parlemen Korsel: "Saya tidak setia kepada siapa pun". Dia menekankan kepatuhannya pada hukum, bukan kepada orang-orang yang berkuasa.
Sumber: Reuters
Yoon, yang pernah bermimpi menjadi seorang pendeta, dijuluki "ayam petarung" karena kegigihannya sebagai jaksa.
Terpilih pada Maret 2022, mantan jaksa agung berusia 61 tahun itu baru secara resmi memasuki situasi dan lingkup kegiatan politik Korea ketika ia menyatakan pencalonannya sebagai presiden pada Juni tahun lalu.
Pencalonan Yoon itu terjadi setelah dia dirayu oleh kelompok konservatif karena menunjukkan sifat yang tidak kenal kompromi saat mengajukan kasus tuduhan suap terhadap seorang pembantu utama Presiden Moon Jae-in.
Digambarkan oleh rekan-rekannya sebagai orang yang bersemangat dan suka berteman, Yoon berjuang untuk memerangi korupsi dan menciptakan lapangan permainan ekonomi yang lebih seimbang sambil mengupayakan sikap yang lebih keras terhadap Korea Utara.
Pengangkatan Yoon sebagai jaksa agung pada 2019 terjadi setelah ia berkecimpung dalam pelayanan hukum selama lebih dari dua dekade, yakni saat ia memenjarakan banyak orang di seluruh spektrum politik nasional karena kasus korupsi.
Lahir pada 1960 di Seoul, Yoon lulus dari sebuah sekolah dasar misionari, di mana dia mengaku memendam ambisi untuk menjadi seorang pendeta, sebelum akhirnya memutuskan untuk belajar hukum atas saran ayahnya, yang adalah seorang profesor ekonomi terkenal.
Namun, Yoon cukup lambat untuk bergabung ke kantor kejaksaan karena ia lulus ujian pengacara sudah pada upayanya yang kesembilan pada 1991.
Yoon suka berteman dan bersosialisasi sambil minum-minum, dan masih mempertahankan hubungan lama dengan teman-teman yang sekarang menduduki jabatan penting di pemerintahan dan perusahaan, kata sejumlah asisten Yoon kepada Reuters.
Mengingat jalannya yang unik menuju jabatan tertinggi di Korsel, Yoon mengatakan dalam sebuah acara televisi baru-baru ini: "Saya tidak terlalu cemas dan tidur nyenyak selama kampanye, tetapi sejak pemilihan, saya telah berjuang untuk dapat tidur dengan nyenyak."
"Menurut saya kesepian adalah arti dari menjadi seorang presiden ... Anda tahu, mantan Presiden Amerika Serikat Harry Truman memiliki tanda di mejanya yang berbunyi 'Uang berhenti di sini'," ujarnya.
Sebagai seorang jaksa, sifat Yoon yang keras dan kepatuhannya pada peraturan membantunya menaiki tangga karier pada beberapa waktu tertentu.
Namun, rekam jejaknya saat menimbulkan kebencian dari tokoh-tokoh kuat juga mengakibatkan beberapa penurunan pangkat selama masa kariernya. Bahkan, Yoon justru dengan bercanda mengatakan masa penurunan pangkat itu memberinya lebih banyak waktu untuk melatih keterampilan memasaknya.
Etos pribadinya yang menonjol tampak dalam sidang pada 2013 yang membuat sejumlah gelombang di Seoul. Saat itu Yoon mengatakan kepada para anggota parlemen Korsel: "Saya tidak setia kepada siapa pun". Dia menekankan kepatuhannya pada hukum, bukan kepada orang-orang yang berkuasa.
Sumber: Reuters