Makassar (ANTARA) - Pegiat Lingkungan Forum Komunitas Hijau (FKH) Sulawesi Selatan menyayangkan maraknya perburuan satwa laut khususnya penjaga ekosistem terumbu karang.

Ketua FKH Sulsel Ahmad Yusran di Makassar, Ahad, mengatakan, perburuan ikan kakatua atau bernama latin "Parrot fish" merupakan ikan penjaga ekosistem laut yang populasinya juga mulai mengkhawatirkan.

"Penangkapan ikan secara berlebihan dan tidak ramah lingkungan dapat berakibat buruk baik bagi ekosistem laut maupun bagi kehidupan kita," ujarnya.

Karena itu, dia berharap ada perhatian besar dari semua kalangan masyarakat agar memperhatikan lingkungan demi melestarikan alam.

Ahmad Yusran menjelaskan, parrot fish atau ikan kakatua termasuk spesies ikan penjaga ekosistem laut. Sebagian ikan kakatua menyantap alga yang menempel pada terumbu karang.

Populasi alga yang tidak terkendali bisa menyebabkan kematian terumbu karang. Tentunya hal ini bisa membahayakan keberlangsungan ekosistem laut. Terumbu karang bisa lestari jika populasi ikan kakatua yang memakannya mencukupi.

Bahkan dia mengaku jika ikan kakatua ini banyak dijumpai di warung makan dan berakhir di atas pembakaran ikan.

"Ikan kakatua akhir akhir ini gencar mendapat perhatian dikarenakan merupakan salah satu penghuni terumbu karang yang diyakini dapat menjaga dan mengembangkan keberadaan terumbu karang. Ikan ini sering saya dapati ada di atas pembakaran ikan dan itu sangat miris," katanya.

Menurut dia, ikan kakatua atau parrot fish merupakan kelompok besar spesies ikan laut yang menghuni perairan dangkal tropis dan subtropis di seluruh dunia.

Mereka hidup di terumbu karang, pantai karang di selat Makassar dan Teluk Bone. Biasanya ikan ini berwarna putih, hijau, atau biru dengan motif hijau yang cantik. Sementara kepalanya agak bulat mirip burung kakatua.

Sementara itu realitas menunjukkan inkonsistensi terhadap ketentuan dan pedoman yang dimiliki oleh instansi sektoral. Sehingga koordinasi justru berubah menjadi konflik antara instansi yang ada di wilayah perairan laut.

"Ego sektoral antara instansi terjadi karena instansi sektoral tertentu menganggap dirinya memiliki kekuatan lebih dari instansi sektoral yang lain," terangnya.

"Tampaknya koordinasi samasekali tidak berjalan sehingga dapat dimanfaatkan oleh pelaku illegal fishing, dan praktik pengeboman ikan dan pukat harimau," tambah Ahmad Yusran.

Pewarta : Muh. Hasanuddin
Editor : Redaktur Makassar
Copyright © ANTARA 2024