Makassar (ANTARA News) - Ketua Pansus Rancangan Undang-Undang Penyiaran DPR RI Paulus Budianto mengatakan, RRI dan TVRI harus menjadi lembaga negara karena memilikinlai historis.

"RRI - TVRI adalah sejarah penyiaran Indonesia, sehingga harus menjadi lembaga negara, tidak boleh dijual," kata Paulus pada acara "Focus Group Discussion" di Kantor Stasiun RRI Makassar, Rabu.

Dia mengatakan, selain nilai historis yang dimiliki kedua Lembaga Penyiaran Publik (LPP) tersebut, peranannya juga sangat penting dalam membantu pembentukan karakter bangsa.

Sementara Undang-Undang maupun peraturan menteri yang ada menyangkut penyiaran dinilai sudah tidak sesuai dengan pekembangan kemutakhiran di bidang penyiaran.

"Karena itu, perlu penetapan RUU pengganti UU penyiaran yang sudah ada," katanya.

Hal tersebut dilakukan dengan beberapa pertimbangan, di antaranya LPP RRI harus memiliki undang-undang tersendiri, karena konstribusinya terhadap eksistensinya negara, seperti TNI dan Polri.

Berkaitan dengan hal tersebut, LPP harus independen dan netral, serta dapat menjadi media penyeimbang dari media-media yang sudah eksis.

Selain itu, LPP juga harus berperan menjalankan fungsi diplomatik, agar LPP di Indonesia tidak hanya menjadi pasar penyiaran asing yang menitipan konten penyiarannya, tetapi juga dapat menitipkan konten siaran pada lembaga penyiaran asing.

Pada acar tersebut, disepakati sejumlah poin penting yang dituangkan dalam "Pesan Makassar" yang diantaranya mendukung inisiatif DPR untuk membahas dan menetapkan RUU pengganti UU penyiaran yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan teknologi penyiaran.

Termasuk meminta agar UU LPP mampu menegaskan prinsip penyiaran publik yang bersifat nirlaba, interaktif dan melibatkan masyarakat serta menguatkan keberadaan dan fungsi RRI dan TVRI sebagai LPP yang netral dan independen. (T.S036/F002) 





Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024