Bantaeng, Sulsel (ANTARA News) - Industri minyak atsiri dengan bahan baku nilam (pogostemon cablin benth) kini mulai berkembang di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan.

Beberapa petani mulai melakukan pengembangan tanaman nilam serta sudah tersedia tempat penyulingan tanaman tersebut menjadi minyak atsiri (patchauli) milik Hanafi Musda, demikian pemantauan di Bantaeng, Jumat.

Aroma harum langsung tercium ketika memasuki lahan penyulingan minyak atsiri dari tanaman nilam di Kelurahan Bonto Manai Kecamatan Bissapu, Bantaeng.

Lahan seluas setengah hektare milik Hanafi Musba itu telah dikembangkan sejak akhir 2011 lalu. Dua tungku raksasa menjadi ciri khas tempat itu yang digunakan untuk penyulingan minyak nilam.

Menurut Hanafi, ketertarikannya mengembangkan penyulingan tanaman nilam karena misi sosial. Menurut dia, dengan adanya produksi penyulingan nilam itu, maka petani nilam yang ada di Bantaeng tidak perlu pusing mencari pasaran nilam mereka. Harga nilam kering yang dibeli juga hampir sama dengan daerah lainnya, Rp2.300 per kilogram.

"Ini setidaknya bisa membantu petani nilam di Bantaeng memasarkan nilam keringnya. Setahu saya, penyulingan ini baru pertama di Bantaeng. Dulu, petani nilam harus jauh-jauh menjual nilamnya," ujarnya.

Dia mengatakan, bisnis nilam di Bantaeng memang sangat menggiurkan. Dalam sehari, dia bisa menghabiskan Rp1 juta untuk keperluan melakukan proses penyulingan daun nilam kering. Kebutuhan itu sudah termasuk dengan biaya bahan bakar dan kayu bakar serta dua tenaga kerja mereka.

Biaya operasional yang cukup mahal itu juga terbayar dengan hasil penyulingan nilam menjadi minyak atsiri. Dalam sehari, dia bisa menghasilkan sekira 10 liter minyak atsiri dari proses penyulingan itu. Satu liter minyak nilam bisa terjual Rp200 ribu sampai Rp300 ribu di pasaran lokal Sulsel.

Secara keseluruhan, keuntungan dari penyulingan nilam itu bisa mencapai Rp2 juta per hari. "Lumayan, setidaknya ini membiayai dua orang yang menjadi tenaga kerja saya," katanya.

Meski proses penyulingan nilam itu masih bersifat industri rumah tanggan, dia menjamin hasil penyulingan nilam menjadi minyak atsiri miliknya memiliki kualitas yang bagus. Pihaknya menjaga kualitas penyulingan dan kebersihannya.

"Karena kualitas dari penyulingan dijaga kebersihannya, modernisasi perlengkapan dan sebagainya. Itu yang kita tekankan," jelas dia.

Dalam usaha nilam, menurut dia, yang paling utama adalah bibit, karena akan menentukan kadar kualitas dan rendemen. Dia mengaku telah melakukan survei dengan benih nilam dari beberapa daerah penghasil tanaman nilam di Sulawesi seperti Palopo, Luwu dan Sulawesi Barat. Namun, kualitas nilam yang terbaik ada di Kabupaten Bantaeng.

Dia mengatakan, meski bahan baku nilam dari daerah lain cukup banyak di pasaran. Namun, pihaknya tetap teguh membeli daun nilam kering dari Kabupaten Bantaeng.

Menurutnya, kualitas minyak atsiri dari tanah Bantaeng lebih baik dari daerah lainnya. Nilam Bantaeng aromanya lebih harum dibanding nilam dari daerah lainnya. "Itu karena di sini tanaman nilam tumbuh alami. Tanahnya tidak terkena bahan kimia," ujarnya.

Di Jakarta, harga minyak nilam kualitas terbaik bisa tembus satu juta rupiah per kilogram dan tahun 2009 lalu, Indonesia tercatat pengekspor minyak nilam yang mampu memasok 66,66 persen dari kebutuhan dunia yakni sebanyak 1.000 ton, terbanyak diekspor ke Eropa dan Amerika Serikat. (T.KR-DF/S023)

Pewarta :
Editor : Daniel
Copyright © ANTARA 2024