Majene, Sulbar (ANTARA News) - Ratusan warga lingkungan Barane Kelurahan Baurung Kecamatan Banggae Timur Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, mendatangi kantor DPRD Majene, menuntut DPRD memfasilitasi warga untuk memperjelas status lahan yang mereka tempati.
"Setidaknya terdapat sekitar 117 KK (kepala keluarga) di Barane menempati lahan milik salah satu tuan tanah di Majene. Yang menjadi permasalahan adalah status kepemilikan lahan warga selama ini tidak jelas dan sewaktu-waktu bisa digusur jika pemilik lahan menjual maupun meminta warga pindah dari lokasi yang telah lama ditempatinya tersebut," ujar pendamping warga Wahyu Adiatma di Majene, Senin.
Atas situasi tersebut, diharapkan DPRD Majene membantu warga agar mendapatkan pemukiman yang layak dan tidak lagi tergantung oleh lahan yang diklaim milik salah satu tuan tanah di daerah itu.
Warga mengaku tersiksa sebab harus berpindah-pindah saat lahan yang ditempatinya dibeli oleh orang lain, ujarnya.
Seorang perwakilan warga Barane, Muslimin mengatakan belum lama ini terdapat tujuh kepala keluarga yang digusur secara paksa akibat lahan yang ditempatinya telah terjual. Sementara, warga yang tidak memiliki lahan mengambil lahan dengan menimbun pantai, namun hal tersebut dianggap tidak dibenarkan.
"Bahkan, lahan yang diusahakan tujuh KK tersebut dengan menimbun laut ikut dikuasai oleh salah satu tuan tanah, sementara selama ini warga tidak memiliki lokasi hunian yang jelas sebab selama ini hanya dianggap menumpang," ungkapnya.
Untuk itu, dia meminta kepada DPRD agar Bupati menetapkan kebijakan kepada ratusan warga tersebut sehingga memiliki hunian yang jelas kepemilikannya sehingga warga tidak lagi merasa khawatir lahannya akan dikuasai oleh orang lain sebab telah menjadi hak warga.
Warga lainnya, Hamid meminta agar pemerintah melakukan pengaturan terhadap kepemilikan lahan sehingga tidak hanya dikuasai oleh satu pihak saja.
"Minimalnya warga bisa mendapatkan lokasi sementara sehingga bisa mencari alternatif untuk mendapatkan lokasi pemukiman baru," ujarnya.
Menanggapi permintaan warga, Ketua Komisi I DPRD Majene, Darmansyah mengakui pada dasarnya warga tidak diperbolehkan menimbun laut dan bermukim sebab hal itu melanggar Undang-undang pertanahan dan kelautan.
"Sedikitnya 100 meter dari bibir pantai. Jika tidak memiliki lokasi itu akan diperjelas melalui pertemuan antara beberapa unsur pemerintahan, DRPD Majene, perwakilan warga, dan pihak yang mengklaim memiliki lahan yang saat ini dimukimi oleh ratusan warga," jelasnya.
Anggota DPRD lainnya, Adi Aksan menyatakan persoalan ini adalah tidak jelasnya tanah milik pribadi dan milik negara sehingga warga mendatangi DPRD untuk meminta kejelasan.
"Untuk mencari jalan keluar, sebaiknya dibuat pertemuan lanjutan dan mengundang beberapa unsur pemerintahan. Di antaranya adalah BPN (Badan Pertanahan Negara) Majene, asisten bidang pemerintahan Pemkab Majene, DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Majene, dan beberapa dinas terkait lainnya untuk mencari solusi dan jalan tengah," ucapnya. (T.KR-AHN/D009)
"Setidaknya terdapat sekitar 117 KK (kepala keluarga) di Barane menempati lahan milik salah satu tuan tanah di Majene. Yang menjadi permasalahan adalah status kepemilikan lahan warga selama ini tidak jelas dan sewaktu-waktu bisa digusur jika pemilik lahan menjual maupun meminta warga pindah dari lokasi yang telah lama ditempatinya tersebut," ujar pendamping warga Wahyu Adiatma di Majene, Senin.
Atas situasi tersebut, diharapkan DPRD Majene membantu warga agar mendapatkan pemukiman yang layak dan tidak lagi tergantung oleh lahan yang diklaim milik salah satu tuan tanah di daerah itu.
Warga mengaku tersiksa sebab harus berpindah-pindah saat lahan yang ditempatinya dibeli oleh orang lain, ujarnya.
Seorang perwakilan warga Barane, Muslimin mengatakan belum lama ini terdapat tujuh kepala keluarga yang digusur secara paksa akibat lahan yang ditempatinya telah terjual. Sementara, warga yang tidak memiliki lahan mengambil lahan dengan menimbun pantai, namun hal tersebut dianggap tidak dibenarkan.
"Bahkan, lahan yang diusahakan tujuh KK tersebut dengan menimbun laut ikut dikuasai oleh salah satu tuan tanah, sementara selama ini warga tidak memiliki lokasi hunian yang jelas sebab selama ini hanya dianggap menumpang," ungkapnya.
Untuk itu, dia meminta kepada DPRD agar Bupati menetapkan kebijakan kepada ratusan warga tersebut sehingga memiliki hunian yang jelas kepemilikannya sehingga warga tidak lagi merasa khawatir lahannya akan dikuasai oleh orang lain sebab telah menjadi hak warga.
Warga lainnya, Hamid meminta agar pemerintah melakukan pengaturan terhadap kepemilikan lahan sehingga tidak hanya dikuasai oleh satu pihak saja.
"Minimalnya warga bisa mendapatkan lokasi sementara sehingga bisa mencari alternatif untuk mendapatkan lokasi pemukiman baru," ujarnya.
Menanggapi permintaan warga, Ketua Komisi I DPRD Majene, Darmansyah mengakui pada dasarnya warga tidak diperbolehkan menimbun laut dan bermukim sebab hal itu melanggar Undang-undang pertanahan dan kelautan.
"Sedikitnya 100 meter dari bibir pantai. Jika tidak memiliki lokasi itu akan diperjelas melalui pertemuan antara beberapa unsur pemerintahan, DRPD Majene, perwakilan warga, dan pihak yang mengklaim memiliki lahan yang saat ini dimukimi oleh ratusan warga," jelasnya.
Anggota DPRD lainnya, Adi Aksan menyatakan persoalan ini adalah tidak jelasnya tanah milik pribadi dan milik negara sehingga warga mendatangi DPRD untuk meminta kejelasan.
"Untuk mencari jalan keluar, sebaiknya dibuat pertemuan lanjutan dan mengundang beberapa unsur pemerintahan. Di antaranya adalah BPN (Badan Pertanahan Negara) Majene, asisten bidang pemerintahan Pemkab Majene, DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Majene, dan beberapa dinas terkait lainnya untuk mencari solusi dan jalan tengah," ucapnya. (T.KR-AHN/D009)