Makassar (ANTARA) - Terdakwa kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di Paniai Papua pada 2014 Purnawirawan Isak Sattu menyampaikan rasa syukur usai divonis bebas Majelis Hakim Peradilan HAM di kantor Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan. 

"Pertama-tama saya mengucap syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa, hanya satu-satunya tuhan penolong bagi saya," ujar Isak usai mengikuti sidang di PN Makassar, Jalan Kartini Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis. 

Hal kedua, Ia mengucapkan syukur dan terima kasih kepada penasihat hukumnya serta Majelis Hakim atas izin Tuhan memberkati saat memimpin sidang sehingga dibebaskan dari tuduhan dan tuntutan dalam kasus ini. 

"Kiranya ke depan tidak terjadi seperti itu lagi yang menuntut tidak sepantasnya. Saya juga terima kasih kepada JPU yang telah berupaya menjalankan tugasnya selama ini tidak jenuh-jenuh," katanya. 

"Saya hargai dan saya patuh terhadap hukum. Sebagai warga negara yang baik, saya patuh hukum, di bawa kemana pun saya ikut kemana pun. Buktinya saya selalu hadir mengikuti proses hukum," ujarnya menambahkan. 

Saat ditanyakan setelah menerima putusan itu, kemana akan pergi, Sattu menyatakan menerima dan akan pulang ke kampungnya di Kabupaten Toraja untuk bertemu keluarga besarnya. 

"Akan pulang ke Toraja, ada saudara dan keluarga saya disana. Saya menerima putusan ini dengan rasa syukur," ucap Isak kepada wartawan. 

Penasihat Hukum terdakwa Syahrir Cakkari mengatakan menghargai seluruh upaya semua pihak dalam proses sidang kali ini. Namun, sebenarnya dari pihak penasihat hukum sejak awal tidak sepakat unsur pelanggaran terbukti secara hukum dari awal hingga akhir pemeriksaan perkara. 

"Kita tidak melihat ada unsur sistematis. Oleh karena itu, pertimbangan hukum dibacakan majelis hakim tadi berkaitan sistematis itu, juga kita tidak sepakat. Begitupun ada unsur-unsur lain," katanya. 

"Kita bersyukur majelis hakim tidak melihat ada unsur pertanggungjawaban komando yang terbukti dalam perkara ini, sehingga semua unsur yang dianggap terbukti menurut hukum oleh majelis itu diabaikan, dan secara total pembuktian mengenai pasal yang diajukan jaksa dianggap tidak bisa dibuktikan menurut hukum," ujarnya menambahkan. 

Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada perkara ini, Erryl Prima Poetra Agus saat ditanya wartawan menyatakan masih mempertimbangkan putusan majelis hakim terkait vonis bebas terdakwa. 

"Masih dipikir-pikir dulu ya," singkat Direktur Pelanggaran HAM Kejaksaan Agung ini menjawab pertanyaan wartawan lalu bergegas menaiki mobilnya meninggalkan PN Makassar. 
  Suasana sidang dengan agenda pembacaan putusan kasus dugaan pelanggaran HAM berat Paniai Papua pada 2014 mendudukkan terdakwa Purnawirawan Isak Sattu (dua kiri bawah) di Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (8/12/2022). ANTARA/Darwin Fatir.

Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim Peradilan HAM Sutisna Sawati menjatuhkan putusan bebas kepada terdakwa Purnawirawan Isak Sattu saat mengikuti Peradilan HAM di Pengadilan Negeri Makassar. 

Surat putusan setebal lebih dari 200 halaman itu dibacakan lima hakim secara bergiliran bahkan sempat terjadi Dissenting Opinion (perbedaan pendapat putusan) dua hakim dari lima hakim dalam persidangan. 

Sidang tersebut berlangsung sebanyak 15 kali, di mulai 21 September 2022, dan menghadirkan  36 orang saksi, 12 orang personil dari unsur Polri, 13 orang dari TNI, enam saksi ahli dan lima warga sipil, namun hanya dua yang hadir dalam sidang, dan tiga orang lainnya dibacakan Berita Acara Pemeriksaannya. 

Dugaan terjadinya pelanggaran HAM berat tersebut saat pembubaran unjukrasa oleh personel militer dan aparat kepolisian terkait protes masyarakat Paniai di Polsek dan Koramil 1705/Paniai pada 8 Desember 2014 atas dugaan pemukulan warga pada 7 Desember 2014 saat meminta sumbangan di jalan raya setempat. 

Aparat melakukan pembubaran paksa itu diduga menembakkan peluru tajam kepada ratusan peserta aksi saat menyerang kantor Koramil setempat. Empat orang tewas dalam kejadian itu Alpius Youw, Alpius Gobay, Yulian Yeimo dan Simon Degei , serta 10 orang terluka. 

Pewarta : M Darwin Fatir
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2024