Makassar (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) mempertanyakan alasan komisioner KPU Kabupaten Jeneponto mengabaikan rekomendasi dan menolak pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada 2024.
"Kita (Bawaslu) ingin mengetahui apa alasan KPU Jeneponto tidak menindaklanjuti PSU yang sudah direkomendasikan Bawaslu Jeneponto. Terdapat 15 TPS yang direkomendasikan untuk digelar PSU pilkada," kata Ketua Bawaslu Sulsel Mardiana Rusli di Makassar, Ahad.
Perempuan yang akrab disapa Ana Rusli ini juga mempertanyakan integritas KPU Jeneponto dalam rapat pleno terbuka dengan agenda rekapitulasi hasil penghitungan suara 24 kabupaten/kota tingkat provinsi, terkait adanya pelanggaran yang terbukti namun rekomendasi PSU ditolak tanpa alasan konkret.
Ana menjelaskan bahwa PSU patut dilakukan karena ada pemilih yang menggunakan hak pilihnya lebih dari satu kali pada TPS yang sama dan TPS yang berbeda sehingga wajib dilaksanakan PSU.
"Di kelara, Kecamatan Tollo Barat. Kita menemukan ada pada TPS 005. Ada pemilih yang NIK (nomor induk kependudukan) ganda. Dia terdaftar di TPS Turatea, dan juga terdaftar di TPS00 5 Tollo Barat," ungkapnya.
Temuan lain, ada pemilih dua orang yang terdaftar dalam TPS 005 Tollo Barat, dan terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) maupun Daftar Pemilih Khusus (DPK) kemudian menggunakan hak pilihnya tercatat dari daftar hadir yang ditandatangani oleh pemilih tersebut.
"Apakah itu bersyarat PSU, yah itu bersyarat. Demikian pula pada daerah Tollo Selatan di Kelara, kita juga mengusulkan PSU, tapi tidak dilaksanakan," paparnya menekankan.
Selain itu, pemilih di Kecamatan Bonto Ramba ada yang tidak terdaftar dalam DPT tetapi diberi kesempatan petugas KPPS untuk menggunakan hak pilihnya dengan status pemilih DPK. Tetapi syarat untuk DPK adalah pemilih yang memiliki KTP elektronik. Itu artinya, bahwa orang ini tidak bersyarat.
"Pemilih yang tidak terdaftar dalam pemilih itu diberikan kesempatan suara dalam TPS, itu berpotensi PSU. Jadi, di Bontoramba itu ada tiga yang kasusnya seperti itu, sehingga kita mendorong dalam konteks memenuhi unsur persyaratan PSU," tuturnya menegaskan.
Pada wilayah Turatea ada enam rekomendasi PSU di lima TPS, namun dari KPU Jeneponto berdalih rekomendasi tersebut baru diterima pada 6 Desember 2024 atau hari terakhir PSU. Padahal, rekomendasi itu diserahkan 5 Desember 2024, artinya masih ada waktu dilakukan PSU, tapi faktanya tidak dilaksanakan.
"Pertanyaannya, mau tidak melakukan (KPU Jeneponto). Saya mau ingatkan begini, rekomendasi yang direkomendasikan oleh Bawaslu itu punya unsur potensi pelanggaran. Kita merujuk pada aturan KPU, bahwa di PKPU nomor 17 tahun 2024, jelas syarat PSU-nya," ungkap Ana.
Menurut dia, dasar hukumnya sudah sangat jelas, dan secara regulatif tentu ada potensi pelanggaran administrasi.
Pihaknya akan melihat perkembangan sebelum rapat pleno ini selesai. apakah ada potensi pelanggaran etik, maka Bawaslu melakukan kajian.
Anggota Bawaslu Sulsel Saiful Jihad menambahkan, Bawaslu telah merekomendasikan dilakukan PSU pada 15 TPS kepada KPU Jeneponto, namun dari 15 TPS yang direkomendasikan, hanya dua TPS yang ditindaklanjuti untuk dilaksanakan PSU.
Sementara itu, Ketua KPU Jeneponto Asming Syarif pada kesempatan itu beralasann dua TPS yang dilakukan PSU yakni TPS 005 dan TPS 001 di Desa Tolo Barat, Kecamatam Kelara setelah menerima rekomendasi Bawaslu. Sedangkan di 13 TPS lain, karena hasil telaah hukum PPK tidak memenuhi syarat Undang-undang nomor 1 tahun 2015 di pasal 112.
Selain itu, untuk rekomendasi PSU di kecamatan Kelara, TPS 005 dan TPS 001 di Tolo Barat, katanya, sesuai dengan Undang-undang nomor 1 tahun 2015 pasal 112 ayat 2 huruf E dan D, PKPU 17 pasal 50 dan KPT 1774.
"Dari rekomendasi Panwaslu Kecamatan Kelara, itu studi case hanya satu orang. Menurut telaah hukum PPK Kelara. Dan dari tim hukum kami juga dinilai tidak memenuhi syarat berkaitan dengan pasal 112 seperti saya sampaikan tadi," katanya berkilah saat ditanya wartawan di sela-sela rekapitulasi hasil penghitungan suara.