Makassar (ANTARA) - Tim kuasa hukum pasangan calon (paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar nomor urut 3 Indira Yusuf Ismail-Ilham Ari Fauzi (INIMI) dan paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan nomor urut 1 Moh Ramdhan Pomanto-Azhar (DiA) melaporkan dugaan tindak pidana pemilu yang dilakukan oknum petugas KPPS.
"Kami sudah sampaikan bahwa bukti-bukti yang kami dapatkan, dan intinya pelaporan kami itu masalah tindak pidana umum yaitu pemalsuan surat," ujar perwakilan tim hukum paslon Mochtar Juma usai melapor di Mapolrestabes Makassar, Senin.
Menurut dia, terdapat temuan adanya dugaan pelanggaran dalam lembaran absen pemilih yang ada di Tempat Pemungutan Suara (TPS) diduga sengaja ditandatangani serta diparaf oknum petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) pada sejumlah TPS di wilayah Sulsel dan Makassar.
"Sebagaimana yang diamankan dalam pasal 263 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) bahwa pemalsuan surat termasuk pidana umum. Diduga melakukan paraf atau pun tandatangan. Padahal, di dalam lembaran absen itu adalah tanda tangan bukan paraf, itu kami temukan di lapangan," katanya.
Mochtar mengatakan dalam lampiran laporan yang dimasukkan ke polisi ada contoh kasus yakni, salah seorang pemilih (saksi) memang tidak hadiri di TPS dan tidak memilih, namun faktanya di lokasi ada tanda tangannya diduga dipalsukan.
"KPPS yang dilaporkan memalsukan tanda tangan pemilih. Sebenarnya, temuan kami ada beberapa TPS di sejumlah kelurahan dan desa 24 kabupaten kota. Tapi, untuk sampel kali ini salah satu TPS di Makassar yaitu di TPS 013 Kelurahan Maradekayya," ungkap mantan Anggota DPRD Makassar ini.
Juru bicara paslon DiA Asri Tadda menambahkan, pihaknya sudah mengidentifikasi dugaan pemalsuan tanda tangan pemilih dan hampir di seluruh TPS Kota Makassar dan Sulsel. Sejauh ini, tim hukum terus berkonsentrasi menyelesaikan TPS bermasalah tersebut.
"Hari ini, laporannya tindak pidana umum pemalsuan tandatangan, itu sudah terkonfirmasi (kejadiannya). Dari data yang kami kumpulkan sebenarnya banyak terjadi, kita bisa lihat dari daftar hadir pemilih, kelihatan struktur paraf itu hampir mirip satu dengan yang lain," paparnya.
"Ada TPS kami dapatkan puluhan bahkan bahkan ada yang ratusan pemalsuan tandatangan seperti itu. Saya kira ini perbuatan pidana yang sangat serius, sehingga ini bisa mempengaruhi hasil pemilihan suara di TPS. Pelaporan ini memang satu kesatuan dua paslon," paparnya lagi.
Saat ditanyakan mengapa tidak melaporkan dugaan pelanggaran itu ke Sentra Gakumdu, kata dia, sejauh ini sudah dilaporkan untuk beberapa yang diduga tindak pidana Pemilu. Hanya saja, Asri menganggap rekapitulasi suara sudah selesai, meskipun tahapan sampai Februari 2025.
"Kita anggap ini sebagai kejadian terpisah dari Pemilu. Pidana umum ini jelas dengan ancaman enam sampai delapan tahun penjara," papar mantan tim Calon Presiden dan Wakil Presiden Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) ini.