Makassar (ANTARA) - Organisasi Persatuan Insinyur Indonesia (PII) menawarkan sejumlah solusi penanganan dan pencegahan banjir musiman yang terus terjadi tiap tahun pada masa puncak musim penghujan di sejumlah zona rawan wilayah Kota Makassar, Sulawesi Selatan
"Ada sejumlah solusi seperti implementasi IWRM (Integrated Water Resources Management), revitalisasi Sungai Tallo, kolam retensi, waduk tunggu, sistem infiltrasi, dan perlunya direvisi sistem tata air mikro Kota Makassar," ujar Pakar Sumber Daya Air sekaligus Ketua Bidang PII Makassar Riswal Karama di Makassar, Ahad.
Ia menilai bahwa perlu kajian dalam lingkup secara makro (wilayah) serta sistem mikro (Kota Makassar) secara terintegrasi. Untuk itu, diperlukan solusi terhadap bencana banjir yang terjadi setiap tahun. Bila tidak, dampak banjir akan semakin tinggi dalam waktu lama dan semakin meluas.
Selain itu, sejumlah faktor penyebab banjir yakni curah hujan yang tinggi mencapai 300 milimeter berdasarkan data hujan per 20 tahun. Sedangkan penanganannya masih bersifat parsial pasca terjadinya banjir.
Kapasitas Daerah Aliran Sungai (DAS), kata dia, juga semakin kecil disebabkan pertumbuhan kawasan pemukiman yang tidak bisa dihindari serta pengaruh pasang surut air laut yang berdampak pada perubahan tinggi muka air selanjutnya menjadi masalah pada arah aliran air dipermukaan.
Ketua Bidang Mitigasi Bencana PII Makassar Mukhsan Putra Hatta menambahkan, simulasi pengaliran air permukaan Kota Makassar berdasarkan peta DAS, kondisi topografi dan infrastruktur tata kelola mengalami kelebihan air di permukaan.
Bahkan menurut dia, Kolam Regulasi Nipa-Nipa hanya mampu menampung 30 persen debit air permukaan, sehingga Makassar masih memerlukan Kolam Retensi berskala besar untuk menampung air permukaan yang lebih banyak.
Apabila kondisi ini tidak tertangani dengan baik, kata pakar mitigasi bencana dari Unhas ini, dikhawatirkan akan berdampak pada daerah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) berada di kawasan timur Makassar yang menjadi sumber endemik bagi warga yang telah memanfaatkan air sungai Tallo akan ikut tercemar.
"Dampak itu sangat perlu dihindari dan segera disikapi. Kita berharap hilirisasi penelitian dari peneliti serta aplikasi konsep penanganan bencana mampu diaktualisasikan bersama Pemkot Makassar, kabupaten setempat dalam kawasan serta Balai Besar Sungai Pompengan Jeneberang," paparnya.
Untuk itu, organisasi PII Cabang Makassar merasa terlibat dan diperlukan untuk mengatasi permasalahan banjir musiman tersebut yang tidak kunjung terselesaikan demi mewujudkan Makassar Kota Dunia.
Sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Makassar, Sulsel melansir sebanyak 3.344 unit rumah terdampak banjir pada masa cuaca ekstrim sejak 24-28 Desember 2022. Tercatat ada iga kecamatan paling terdampak banjir parah di Kecamatan Manggala, Biringkanaya dan Tamalanrea.*
"Ada sejumlah solusi seperti implementasi IWRM (Integrated Water Resources Management), revitalisasi Sungai Tallo, kolam retensi, waduk tunggu, sistem infiltrasi, dan perlunya direvisi sistem tata air mikro Kota Makassar," ujar Pakar Sumber Daya Air sekaligus Ketua Bidang PII Makassar Riswal Karama di Makassar, Ahad.
Ia menilai bahwa perlu kajian dalam lingkup secara makro (wilayah) serta sistem mikro (Kota Makassar) secara terintegrasi. Untuk itu, diperlukan solusi terhadap bencana banjir yang terjadi setiap tahun. Bila tidak, dampak banjir akan semakin tinggi dalam waktu lama dan semakin meluas.
Selain itu, sejumlah faktor penyebab banjir yakni curah hujan yang tinggi mencapai 300 milimeter berdasarkan data hujan per 20 tahun. Sedangkan penanganannya masih bersifat parsial pasca terjadinya banjir.
Kapasitas Daerah Aliran Sungai (DAS), kata dia, juga semakin kecil disebabkan pertumbuhan kawasan pemukiman yang tidak bisa dihindari serta pengaruh pasang surut air laut yang berdampak pada perubahan tinggi muka air selanjutnya menjadi masalah pada arah aliran air dipermukaan.
Ketua Bidang Mitigasi Bencana PII Makassar Mukhsan Putra Hatta menambahkan, simulasi pengaliran air permukaan Kota Makassar berdasarkan peta DAS, kondisi topografi dan infrastruktur tata kelola mengalami kelebihan air di permukaan.
Bahkan menurut dia, Kolam Regulasi Nipa-Nipa hanya mampu menampung 30 persen debit air permukaan, sehingga Makassar masih memerlukan Kolam Retensi berskala besar untuk menampung air permukaan yang lebih banyak.
Apabila kondisi ini tidak tertangani dengan baik, kata pakar mitigasi bencana dari Unhas ini, dikhawatirkan akan berdampak pada daerah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) berada di kawasan timur Makassar yang menjadi sumber endemik bagi warga yang telah memanfaatkan air sungai Tallo akan ikut tercemar.
"Dampak itu sangat perlu dihindari dan segera disikapi. Kita berharap hilirisasi penelitian dari peneliti serta aplikasi konsep penanganan bencana mampu diaktualisasikan bersama Pemkot Makassar, kabupaten setempat dalam kawasan serta Balai Besar Sungai Pompengan Jeneberang," paparnya.
Untuk itu, organisasi PII Cabang Makassar merasa terlibat dan diperlukan untuk mengatasi permasalahan banjir musiman tersebut yang tidak kunjung terselesaikan demi mewujudkan Makassar Kota Dunia.
Sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Makassar, Sulsel melansir sebanyak 3.344 unit rumah terdampak banjir pada masa cuaca ekstrim sejak 24-28 Desember 2022. Tercatat ada iga kecamatan paling terdampak banjir parah di Kecamatan Manggala, Biringkanaya dan Tamalanrea.*