Makassar (ANTARA) - Sejumlah pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Makassar Sulawesi Selatan meminta pemerintah pusat mengintervensi ketersediaan minyak goreng curah rakyat bersubsidi yang terus berkurang dan semakin sulit ditemukan di pasaran karena stok terbatas.
"Minyak goreng ini salah satu bahan dan belakangan kami kewalahan mendapatkan minyak. Meskipun ada, tapi harga tidak sesuai," ujar pemilik usaha makanan ringan Muhammad Yusuf di rumah produksinya Jalan Maccini Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat.
Ia menyebutkan dalam satu kali produksi makanan ringan khas Makassar 'otere-otere' (kue tali-tali) ini bisa menghabiskan minyak goreng curah 50 kilogram sampai 60 kilogram untuk proses penggorengan.
Namun, sekarang hanya bisa mendapatkan paling banyak 20 kilogram minyak curah, sehingga tentu berdampak pada pembatasan produksi. Kendati ada minyak yang tersedia sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) oleh pemerintah, tetapi stoknya sangat terbatas.
"Ada yang jual harga pemerintah, tapi terbatas. Begitu masuk ke penyalur langsung habis karena sudah ada jatahnya. Harga pemerintah Rp 14 ribu tapi di luar, ada jual tapi Rp18 ribu sampai Rp20 ribu per kilogram," bebernya.
Pihaknya berharap pemerintah segera melakukan langkah cepat dengan mengintervensi ketersediaan minyak goreng curah agar harga dapat kembali normal.
"Semoga pemerintah bisa segera mengendalikan dan menyediakan kembali minyak goreng curah ini, karena bila dibiarkan akan berdampak pada usaha kami," ujar Yusuf.
Pengusaha UMKM lainnya, Tono Sumaryono yang memiliki usaha kerupuk di Kota Makassar juga mengungkapkan hal yang sama. Keterbatasan memperoleh minyak ikut berdampak pada produksi usaha gorengan kerupuknya.
"Kita dijatah sesuai ketentuan, katanya dibatasi agar semua dapat. Kami berharap pemerintah turun tangan menyelesaikan persoalan ini. Karena masyarakat di bawah tentu membutuhkan bahan pangan salah satunya minyak goreng, kalau pun ada harganya berbeda antara premium dan subsidi pemerintah," katanya menambahkan.
"Minyak goreng ini salah satu bahan dan belakangan kami kewalahan mendapatkan minyak. Meskipun ada, tapi harga tidak sesuai," ujar pemilik usaha makanan ringan Muhammad Yusuf di rumah produksinya Jalan Maccini Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat.
Ia menyebutkan dalam satu kali produksi makanan ringan khas Makassar 'otere-otere' (kue tali-tali) ini bisa menghabiskan minyak goreng curah 50 kilogram sampai 60 kilogram untuk proses penggorengan.
Namun, sekarang hanya bisa mendapatkan paling banyak 20 kilogram minyak curah, sehingga tentu berdampak pada pembatasan produksi. Kendati ada minyak yang tersedia sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) oleh pemerintah, tetapi stoknya sangat terbatas.
"Ada yang jual harga pemerintah, tapi terbatas. Begitu masuk ke penyalur langsung habis karena sudah ada jatahnya. Harga pemerintah Rp 14 ribu tapi di luar, ada jual tapi Rp18 ribu sampai Rp20 ribu per kilogram," bebernya.
Pihaknya berharap pemerintah segera melakukan langkah cepat dengan mengintervensi ketersediaan minyak goreng curah agar harga dapat kembali normal.
"Semoga pemerintah bisa segera mengendalikan dan menyediakan kembali minyak goreng curah ini, karena bila dibiarkan akan berdampak pada usaha kami," ujar Yusuf.
Pengusaha UMKM lainnya, Tono Sumaryono yang memiliki usaha kerupuk di Kota Makassar juga mengungkapkan hal yang sama. Keterbatasan memperoleh minyak ikut berdampak pada produksi usaha gorengan kerupuknya.
"Kita dijatah sesuai ketentuan, katanya dibatasi agar semua dapat. Kami berharap pemerintah turun tangan menyelesaikan persoalan ini. Karena masyarakat di bawah tentu membutuhkan bahan pangan salah satunya minyak goreng, kalau pun ada harganya berbeda antara premium dan subsidi pemerintah," katanya menambahkan.