Bandung (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati (SD), dengan tuduhan dugaan suap sebesar 200 ribu dolar Singapura (SGD) terkait kasus pengurusan perkara di lingkungan Mahkamah Agung (MA).
JPU KPK Wawan Yunarwanto di Pengadilan Negeri (PN) Bandung di Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu, mengatakan SD didakwa menerima suap itu untuk bisa mempengaruhi dalam memeriksa dan mengadili perkara Nomor 874 K/Pdt.Sus-Pailit/2022.
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili," kata Wawan
JPU mendakwa Sudrajad Dimyati menerima suap itu bersama dengan Panitera Pengganti Elly Tri Pangestuti (ETP), dan dua Kepaniteraan Mahkamah Agung, yakni Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH).
Menurut jaksa, terdakwa SD diduga menerima suap itu dalam kurun waktu Maret 2022 hingga Juni 2022. Adapun dugaan suap itu diberikan oleh Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IKS) bersama dua pengacaranya yakni Theodorus Yosep Parera (TYP) dan Eko Suparno (ES) yang ingin gugatannya dikabulkan di tingkat kasasi.
Jaksa menjelaskan, perkara suap itu bermula dari Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana yang mengalami permasalahan yaitu deposan tidak terpenuhi hak-haknya serta KSP Intidana tidak memenuhi putusan perdamaian di Pengadilan Negeri Semarang.
Selanjutnya para deposan yang di antaranya adalah HT dan IKS bertemu dengan TYP dan ES selaku pengacara untuk berkonsultasi. Kemudian kedua pengacara itu mengajukan gugatan pembatalan putusan perdamaian ke Pengadilan Negeri Semarang, namun ditolak.
Kemudian kedua pengacara itu menyarankan agar kedua kliennya mengurus perkara ke Mahkamah Agung agar permohonan kasasi yang diajukan bisa dikabulkan dengan menyiapkan sejumlah uang.
"Atas saran tersebut Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto menyetujuinya," kata jaksa.
Selanjutnya, kata jaksa, kedua pengacara itu berupaya mengurusi perkara itu kepada DY untuk bisa mempengaruhi keputusan Hakim Agung, kemudian ia pun berhubungan dengan MH untuk pengurusan perkara itu.
"Desy Yustria juga menyampaikan bahwa untuk pengurusan perkara tersebut disiapkan uang sejumlah SGD 200.000 atas uang pengurusan perkara tersebut," kata jaksa.
Selanjutnya MH menghubungi ETP yang merupakan representasi dari SD untuk meneruskan permintaan pengurusan perkara Nomor 874 K/Pdt.Sus-Pailit/2022.
ES selaku pengacara penggugat memberikan uang 200 ribu SGD kepada DY, dan uang tersebut diteruskan untuk dibagi kepada DY, MH dan SD.
"Bahwa pada tanggal 31 Mei 2022, Majelis Hakim yang memeriksa perkara kasasi Nomor 874 K/Pdt.Sus-Pailit/2022 memutus dengan amar mengabulkan permohonan dari pemohon," kata Wawan.
Dalam perkara itu, SD didakwa telah menerima suap sesuai dengan Pasal 12 huruf c dan Pasal 11 Jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP
Berita ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Hakim Agung nonaktif SD didakwa terima suap 200 ribu SGD
JPU KPK Wawan Yunarwanto di Pengadilan Negeri (PN) Bandung di Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu, mengatakan SD didakwa menerima suap itu untuk bisa mempengaruhi dalam memeriksa dan mengadili perkara Nomor 874 K/Pdt.Sus-Pailit/2022.
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili," kata Wawan
JPU mendakwa Sudrajad Dimyati menerima suap itu bersama dengan Panitera Pengganti Elly Tri Pangestuti (ETP), dan dua Kepaniteraan Mahkamah Agung, yakni Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH).
Menurut jaksa, terdakwa SD diduga menerima suap itu dalam kurun waktu Maret 2022 hingga Juni 2022. Adapun dugaan suap itu diberikan oleh Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IKS) bersama dua pengacaranya yakni Theodorus Yosep Parera (TYP) dan Eko Suparno (ES) yang ingin gugatannya dikabulkan di tingkat kasasi.
Jaksa menjelaskan, perkara suap itu bermula dari Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana yang mengalami permasalahan yaitu deposan tidak terpenuhi hak-haknya serta KSP Intidana tidak memenuhi putusan perdamaian di Pengadilan Negeri Semarang.
Selanjutnya para deposan yang di antaranya adalah HT dan IKS bertemu dengan TYP dan ES selaku pengacara untuk berkonsultasi. Kemudian kedua pengacara itu mengajukan gugatan pembatalan putusan perdamaian ke Pengadilan Negeri Semarang, namun ditolak.
Kemudian kedua pengacara itu menyarankan agar kedua kliennya mengurus perkara ke Mahkamah Agung agar permohonan kasasi yang diajukan bisa dikabulkan dengan menyiapkan sejumlah uang.
"Atas saran tersebut Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto menyetujuinya," kata jaksa.
Selanjutnya, kata jaksa, kedua pengacara itu berupaya mengurusi perkara itu kepada DY untuk bisa mempengaruhi keputusan Hakim Agung, kemudian ia pun berhubungan dengan MH untuk pengurusan perkara itu.
"Desy Yustria juga menyampaikan bahwa untuk pengurusan perkara tersebut disiapkan uang sejumlah SGD 200.000 atas uang pengurusan perkara tersebut," kata jaksa.
Selanjutnya MH menghubungi ETP yang merupakan representasi dari SD untuk meneruskan permintaan pengurusan perkara Nomor 874 K/Pdt.Sus-Pailit/2022.
ES selaku pengacara penggugat memberikan uang 200 ribu SGD kepada DY, dan uang tersebut diteruskan untuk dibagi kepada DY, MH dan SD.
"Bahwa pada tanggal 31 Mei 2022, Majelis Hakim yang memeriksa perkara kasasi Nomor 874 K/Pdt.Sus-Pailit/2022 memutus dengan amar mengabulkan permohonan dari pemohon," kata Wawan.
Dalam perkara itu, SD didakwa telah menerima suap sesuai dengan Pasal 12 huruf c dan Pasal 11 Jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP
Berita ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Hakim Agung nonaktif SD didakwa terima suap 200 ribu SGD