Istanbul (ANTARA) - Junta Myamar pada Selasa memberikan grasi kepada Aung San Suu Kyi sehingg pemimpin yang terpenjara itu mendapatkan pengampunan lima dari 19 dakwaan yang diajukan kepadanya, kata sejumlah laporan media.
Grasi ini membuat hukuman Suu Kyi dikurangi enam tahun dari 33 tahun masa hukuman yang seharusnya.
Mantan presiden Win Myint yang digulingkan bersama Suu Kyi, juga mendapatkan pengurangan hukuman penjara sehingga ini menjalani hukuman delapan tahun, tidak lagi 12 tahun penjara.
Kedua mantan pemimpin partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) itu dipenjara sejak kudeta Februari 2021.
Suu Kyi (78) membantah segala tuduhan, mulai dari penghasutan dan kecurangan pemilu, hingga korupsi.
Perkembangan ini terjadi sehari setelah junta memperpanjang keadaan darurat di Myanmar selama enam bulan ke depan. Ini perpanjangan yang keempat sejak kudeta dua tahun lalu tersebut. Langkah itu juga dilakukan bertepatan dengan hari raya umat Buddha.
Sekretaris dewan militer Letnan Jenderal Aung Lin Dwe mengatakan langkah itu ditempuh demi "memberikan ketenangan pikiran" dan diambil karena "pertimbangan kemanusiaan" selama momen keagamaan yang sakral.
Terakhir kali peraih Nobel itu dijatuhi vonis adalah pada Desember 2022 atas dakwaan penyewaan, pemeliharaan dan pembelian helikopter untuk keperluan tanggap bencana.
Sumber: Anadolu
Grasi ini membuat hukuman Suu Kyi dikurangi enam tahun dari 33 tahun masa hukuman yang seharusnya.
Mantan presiden Win Myint yang digulingkan bersama Suu Kyi, juga mendapatkan pengurangan hukuman penjara sehingga ini menjalani hukuman delapan tahun, tidak lagi 12 tahun penjara.
Kedua mantan pemimpin partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) itu dipenjara sejak kudeta Februari 2021.
Suu Kyi (78) membantah segala tuduhan, mulai dari penghasutan dan kecurangan pemilu, hingga korupsi.
Perkembangan ini terjadi sehari setelah junta memperpanjang keadaan darurat di Myanmar selama enam bulan ke depan. Ini perpanjangan yang keempat sejak kudeta dua tahun lalu tersebut. Langkah itu juga dilakukan bertepatan dengan hari raya umat Buddha.
Sekretaris dewan militer Letnan Jenderal Aung Lin Dwe mengatakan langkah itu ditempuh demi "memberikan ketenangan pikiran" dan diambil karena "pertimbangan kemanusiaan" selama momen keagamaan yang sakral.
Terakhir kali peraih Nobel itu dijatuhi vonis adalah pada Desember 2022 atas dakwaan penyewaan, pemeliharaan dan pembelian helikopter untuk keperluan tanggap bencana.
Sumber: Anadolu