Makassar (ANTARA) - PT PLN (Persero) mulai melakukan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dengan sistem drone guna meningkatkan ketersediaan air baku yang dipastikan akan berpengaruh terhadap optimalisasi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
TMC tersebut merupakan salah satu upaya mitigasi PLN terhadap fenomena El Nino yang mengakibatkan terjadinya penurunan debit air pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Mamasa, Sulawesi Barat. Dampaknya, terjadi penurunan kapasitas PLTA Bakaru, Pinrang di Sulawesi Selatan.
"Kita mulai tanggal 8 Oktober hingga sebulan lamanya di satu titik dulu, lokasinya di sekitar Mamasa," ungkap General Manager PLN Unit Induk Distribusi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat (UID Sulselrabar) Moch Andy Adchaminoerdin di Makassar, Senin.
Pada pelaksanaan TMC di Mamasa itu, PLN setidaknya harus menyiapkan anggaran sekitar Rp150 miliar selama sebulan, dengan estimasi biaya sekitar Rp5 miliar untuk satu kali/hari.
Biaya ini relatif kecil dibanding rencana titik TMC selanjutnya dengan kapasitas PLTA lebih besar, seperti PLTA di Poso yang kapasitasnya mencapai 500 MW. "Tentu ini membutuhkan air lebih banyak," tambah Andy.
Andy menyebut modifikasi cuaca ini untuk menghasilkan hujan buatan dalam pola mengoptimalisasi pengoperasian Pembangkit Energi Bersih sebagai salah satu langkah strategis dalam memitigasi kemarau ekstrem.
Pasalnya, kemarau ekstrem dari peristiwa El Nino mengakibatkan debit air berkurang di beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH), kemudian berdampak pada menurunnya energi yang dihasilkan.
Dilansir dari laman bmkg.go.id, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak kemarau akan terjadi di akhir September 2023 dan akan lebih kering dari normalnya dan juga lebih kering dari tiga tahun sebelumnya di beberapa daerah termasuk Sulawesi.
"Dampak kemarau yang cukup panjang diprediksi akan berimplikasi pada pola pengoperasian pasokan listrik di sistem kelistrikan Sulawesi Bagian Selatan pada akhir September 2023," ungkap Andy.
Andy memastikan PLN akan terus meminimalisir terjadinya manajemen beban dengan percepatan pekerjaan di lapangan dan terus berkoordinasi dengan pengambil kebijakan terkait dalam penanganannya.
TMC tersebut merupakan salah satu upaya mitigasi PLN terhadap fenomena El Nino yang mengakibatkan terjadinya penurunan debit air pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Mamasa, Sulawesi Barat. Dampaknya, terjadi penurunan kapasitas PLTA Bakaru, Pinrang di Sulawesi Selatan.
"Kita mulai tanggal 8 Oktober hingga sebulan lamanya di satu titik dulu, lokasinya di sekitar Mamasa," ungkap General Manager PLN Unit Induk Distribusi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat (UID Sulselrabar) Moch Andy Adchaminoerdin di Makassar, Senin.
Pada pelaksanaan TMC di Mamasa itu, PLN setidaknya harus menyiapkan anggaran sekitar Rp150 miliar selama sebulan, dengan estimasi biaya sekitar Rp5 miliar untuk satu kali/hari.
Biaya ini relatif kecil dibanding rencana titik TMC selanjutnya dengan kapasitas PLTA lebih besar, seperti PLTA di Poso yang kapasitasnya mencapai 500 MW. "Tentu ini membutuhkan air lebih banyak," tambah Andy.
Andy menyebut modifikasi cuaca ini untuk menghasilkan hujan buatan dalam pola mengoptimalisasi pengoperasian Pembangkit Energi Bersih sebagai salah satu langkah strategis dalam memitigasi kemarau ekstrem.
Pasalnya, kemarau ekstrem dari peristiwa El Nino mengakibatkan debit air berkurang di beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTMH), kemudian berdampak pada menurunnya energi yang dihasilkan.
Dilansir dari laman bmkg.go.id, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak kemarau akan terjadi di akhir September 2023 dan akan lebih kering dari normalnya dan juga lebih kering dari tiga tahun sebelumnya di beberapa daerah termasuk Sulawesi.
"Dampak kemarau yang cukup panjang diprediksi akan berimplikasi pada pola pengoperasian pasokan listrik di sistem kelistrikan Sulawesi Bagian Selatan pada akhir September 2023," ungkap Andy.
Andy memastikan PLN akan terus meminimalisir terjadinya manajemen beban dengan percepatan pekerjaan di lapangan dan terus berkoordinasi dengan pengambil kebijakan terkait dalam penanganannya.